Fanfiction One Ok Rock Why ? Chapter VI
Author : Parasarimbi
“Berdandanlah
yang cantik malam ini, kau akan kujemput pukul 7.” Ujar Alex di seberang.
Apa katanya?
Aku disuruh berdandan cantik? Apakah ia tak menyadari bahwa aku sudah cantik
walau tak berdandan? Ah baiklah itu hanya kesombongan dalam hatiku saja dan itupun
aku berbicara dengan diriku sendiri.
“Aku tidak
bisa, aku ada latihan malam nanti...” Jawabku malas dengan mata masih terpejam
seolah tak ingin cahaya masuk kedalam kedua bola mataku.
“Jangan
berbohong. Kau tidak ada jadwal latihan malam.” Sergah Alex.
“Ah iya, Aku
lupa kau memang sangat susah dibohongi, Baiklah, semoga aku bisa bangun nanti
sore dan segera bersiap.”
Alex
menelponku ketika aku sedang menikmati tidur siang yang sangat langka
kudapatkan saat ini mengingat aktivitasku yang sangat padat. Aku sedang sangat
malas untuk menghindari Alex karena harus memerlukan taktik yang benar-benar
menguras otak karena ia memang susah untuk diberi alasan apalagi dibohongi.
Jadi aku lebih memilih untuk mencoba nyaman bersamanya tapi dengan syarat ia tak
boleh sekalipun menyentuhku.
Aku dan Alex
tak pernah merasakan bersentuhan kecuali saat pertama kali bertemu di klub
malam di malam yang suram saat itu. Alex membuktikan hal itu dan terbukti ia
tak pernah sekalipun menyentuhku bahkan berjabat tangan. Ia juga membuktikan
bahwa ia tak melakukan apapun pada Nakayan, itupun karena aku benar-benar
memohon pada Alex dan dan mencoba menepati janjiku untuk tidak mendekati
Nakayan. Hey... mendekati? memangnya aku ini tipe wanita pecinta laki-laki
muda? Tentu saja tidak. Itu hanya pikiran Alex saja.
Tapi sejak
terakhir aku berbicara pada Nakayan ketika bersama-sama membenahi jaring net
pada beberapa waktu yang lalu membuat hatiku sedikit mengganjal. Bayangannya
kadang muncul untuk beberapa saat kemudian menghilang. Apakah aku mulai
memikirkan Nakayan? Apalagi saat kulihat matanya memicing seperti elang yang
marah, ia seperti.... Arggh... aku tak tahu harus menjelaskannya seperti apa.
Sejak saat
itu Nakayan seolah mengambil jarak padaku, ia tak lagi seperti dulu yang
bercanda tanpa harus merasa canggung. Bahkan berbicara pun ia sangat formal dan
hanya berbicara seperlunya. Aku benar-benar rindu pada kebersamaanku dengan
Nakayan seperti dulu. Aku ingin bisa berbicara dan bercanda dengannya secara
leluasa, tapi demi keamanan dirinya aku harus menjauhinya. Keputusan yang tepat
yang pernah kubuat karena Alex juga membuktikan ucapannya, jadi.. aku dan Alex
impas.
~~~~~~~~~~~~~
“Kau sudah
siap? Aku dalam perjalanan ke apartemenmu. 10 menit lagi akan sampai.”
“Tentu saja
sudah... kau pikir sudah berapa kali kau menelponku demi memastikan agar aku
tepat waktu?!” Ucapku ketus.
“Hahaha...”
Alex hanya terkekeh kemudian mematikan telponnya.
Dia memang
suka seperti itu, protektif dan menyebalkan. Kalau saja ia tak menelponku
terus-menerus mungkin dandananku sudah selesai daritadi. Dengan dandanan yang
tak terlalu mencolok aku memakai gaun berwarna hitam dengan corak keemasan di
sekitar leher. Gaun sederhana dengan panjang dibawah lutut terlihat sangat
cantik ketika membalut tubuhku. Rambut kuluruskan hingga berpadu manis dengan
gaunku. Aku tak memakai aksesoris apapun karena aku sama sekali tak menyukai
pernak-pernik aksesoris walaupun aku tahu itu sangat berguna untuk menunjang
penampilan. High heels hitam siap untuk menopang tubuhku selama acara pesta
berlangsung. Aku berdandan seperti ini bukan tanpa alasan, selain karena aku
ingin segera move on tentu saja aku juga ingin sedikit melirik seseorang jika
ada yang menarik dipesta. Ah sepertinya aku sudah berubah menjadi gadis genit
saat ini.
Pukul setengah
tujuh kurang lima menit aku sudah bersiap di lobi apartemen menanti kedatangan lelaki
menyebalkan beserta pengawalnya. Tak selang lama aku menunggu, sedan hitam
mengkilat berhenti di depan lobi dan keluarlah seorang lelaki berparas bule
sembari menaruh ponsel di telinganya. Ponselku bergetar. Tak salah lagi ia
memang sedang menelponku.
“Shoko...
aku sudah menunggumu di lobi.”
“Aku juga
sudah di lobi Alex....”
“Oh
betulkah? Aku tak melihatmu...? pipp” Ujar Ales langsung mematikan ponselnya
seketika.
Dengan langkah
yang hati-hati aku menghampiri Alex. Langkah demi langkah kupijak hingga
sampailah aku berdiri di hadapan Alex.
Alex tak
mengedipkan mata. Bibirnya sedikit menganga dan matanya tak lepas memandangiku.
Aku sedikit risih dibuatnya dengan tatapan mata yang tak biasa dari Alex.
“Alex...?”
Alex
tergagap dan tersadar dari lamunannya. Entah apa yang dipikirkannya aku tak
ingin tahu.
“Ehmm ah
iya.... mari segera berangkat sebelum acara dimulai...”
“Okay...”
Alex
bergegas masuk kedalam mobil dan aku menyusul dibelakangnya. Aku duduk
bersebelahan dengan Alex di jok belakang mobil, sementara sang sopir berada di
belakang kemudi siap mengantarkan aku dan Alex ke tujuan. Mobil melesat dengan
kecepatan sedang.
~~~~~~~~~~~~
“Hei... !”
Aku tak menghiraukan teriakan
Alex.
“Hei ! Kau kenapa?”
Aku masih terdiam dan berjalan
cepat setengah berlari untuk meninggalkan lokasi acara pesta sebuah perayaan.
Alex tetap mengejarku hingga keluar menuju jalan dan berusaha menghentikan
langkahku. Diraihnya tanganku dan ditarik untuk menghadap ke arahnya.
“Kau kenapa??? Apa yang kau
lakukan tidak sopan karena meninggalkan pesta !”
“...............”
“Ayo kita kembali...” Alex
mencoba menarikku kembali namun aku masih bergeming ditempat.
Alex memandangiku dengan heran,
dia baru menyadari sesuatu yang terjadi padaku.
“Shoko... Apa yang terjadi?
Katakan padaku ada apa denganmu?”
Air mata merebak di pelupuk
mataku
“Shoko ! Tatap mataku ! Katakan
padaku !” Alex terlihat sangat panik melihat keadaanku.
Aku hanya membuang muka menatap
ke arah lain, sementara air mataku mulai menetes di pipi perlahan-lahan. Alex
mendekat langkah demi langkah. Kurasakan tangan hangat mengusap pipi yang basah
oleh air mata, kedua telapak tangan Alex menangkup wajahku dan ia berbisik.
“Katakan padaku apa yang
membuatmu menangis?” Bisiknya yang terdengar sangat merdu.
“Hmmmphhhh................”
Tangisku mulai pecah.
Alex terlihat gelagapan dan
seakan tak tahu apa yang harus ia lakukan melihatku menangis di depannya, depan
matanya. Alex merengkuh tubuhku kemudian memelukku dalam dekapannya.
Aku menangis di bahu Alex, bahu
lelaki yang sangat tidak aku inginkan keberadaannya. Lelaki ini bersedia
membagi bahunya untukku bersandar dan berurai airmata. Lelaki ini tak pergi
ketika air mata turun seperti mendung yang sudah menghitam dan berat seakan
siap menumpahkan air hujan yang lebat. Lelaki ini ah.....
Tak ada hal yang ingin kurasakan
saat ini kecuali sebuah pelukan hangat dan menenangkan. Pelukan yang nyaman
seolah siap menahan tubuhku jika tiba-tiba merosot kebawah karena tak kuat
berdiri karena seakan kaki ini tak berhenti gemetar. Ada hal yang membuatku
sangat jatuh seperti ini, seolah aku ini adalah barang pecah belah yang ringkih
dan mudah pecah. Ada hal yang didalam acara pesta yang membuatku untuk berlari
menjauh sejauh mungkin agar hati ini tak perlu lagi merasakan hal yang
seharusnya tak kurasakan lagi.
Kenapa?
Kenapa aku harus melihatnya? Senyum
nya yang mewakili perasaan hatinya terlihat begitu bahagia. Aku senang
melihatnya.
Tapi aku tak senang ketika
bahagianya bukan bersamaku, tapi bersama wanita yang yang dahulu kulihat. Aku
tak senang.
Mereka berdua terlihat
bersukacita disana sembari memasangkan cincin berlian yang aku tahu pasti
berharga mahal di masing-masing jari manis sebelah kanan. Balutan gaun cantik
berwarna biru tosca dan hiasan rambut yang indah itu membuat ngilu seluruh
sendiku. Lelaki yang disampingnya yang terlihat sangat tampan menggunakan
tuxedo mahal membuatnya terlihat seolah lelaki paling bahagia sedunia.
Rambutnya yang tak lagi keriting seolah membuat usianya lebih muda dari
seharusnya. Acara yang dihadiri ribuan tamu di ballroom sebuah hotel mewah di
Tokyo ini sangat mewah, banyak tamu berwajah barat turut hadir menyemarakkan
pesta kebahagiaan Taka dan wanitanya. Pesta pertunangan yang sangat mewah.
Hatiku benar-benar sakit.
Aku yang semula menggandeng
lengan Alex dengan percaya diri mulai merasakan hal yang mengharuskan aku pergi
dari pesta ini, betul aku harus lari. Aku tak tahu kalau ini adalah pestanya.
Pesta kebahagiaan nya dan pesta nestapa dalam hatiku.
Demi Neptunus aku tak sanggup ada
disini walau hanya 5 menit.
Aku berlari keluar dari ballroom
secepat mungkin setelah sebelumnya aku melepaskan gandenganku dari tangan Alex.
Reaksi terkejut kentara dari bahasa tubuh yang ditunjukkan Alex. Ia langsung
tanggap dan segera berlari menyusulku untuk kemudian mencoba membawaku kembali
kedalam hingar bingar pesta.
Dan kini sudah hampir beberapa
lamanya aku berada dalam pelukan Alex. Menumpahkan bulir air mata yang entah
mengapa tak segera habis dan mengering hingga membasahi jas yang dikenakan
Alex. Aku yakin Alex pasti akan menghukumku untuk mencuci jasnya yang sudah
kotor karena air mata dan sebagian make up yang menempel di jas. Tapi ini bukan
saatnya memikirkan jas Alex ataupun memikirkan mencuci jas Alex. Ini tentang hatiku,
perasaanku.
Aku melepaskan pelukan Alex.
“Terimakasih sudah menyediakan
bahu untukku. Aku sangat minta maaf jika aku berbuat tidak sopan. Tapi kumohon
kali ini aku ingin pulang. Aku ingin sendiri.”
“Akan kuantar kau pulang...”
“Tak perlu !” Sahutku cepat.
“Tapi kondisimu sedang tak
baik...”
“Aku baik-baik saja, aku hanya
perlu sendiri. Kumohon kau mengerti Alex. Ijinkan aku untuk menikmati waktu
untukku sendiri.”
Alex hanya terdiam dan aku segera
berlalu dan berjalan dalam kesendirian. Posisi seperti ini persis saat aku dikecewakan
olehnya yang tak datang dalam acara ulangtahun yang sudah kupersiapkan. Aku
menikmati kesakitan yang kurasakan. Rasanya seolah aku yang paling merasakan
sakit karena patah hati di dunia ini. Seolah aku adalah gadis yang terbuang
dari kerumunan tanpa ada seseorang yang menyadari keberadaanku. Ku jinjing high
heels yang sedikit merepotkan jalanku, aku telanjang kaki lagi dengan gaun yang
masih melekat di badanku serta dandanan make up yang berantakan membuat diriku
terlihat seperti badut penghibur. Air mata masih mengalir tanpa ampun. Agaknya
janji pada diriku sendiri untuk bisa secepatnya move on dari lelaki itu masih
sulit untuk ditepati. Logika dan perasaan seakan tak singkron untuk hal yang
satu ini.
Aku tak menyadari sudah berapa
ratus langkah sudah kutapaki, aku melamun. Aku tak memperhatikan jalan sama
sekali dan aku hanya ingin berjalan dimana kaki ini ingin melangkah tanpa
memperdulikan sekitar. Hingga sampailah aku disebuah taman kecil yang sunyi
dari hiruk pikuk kesibukan malam. Ditemani dendangan serangga yang seakan
mengerti kesedihanku dan mencoba menghibur lewat nyanyiannya. Aku menutupi
wajahku dengan kedua telapak tangan, perasaanku benar-benar sangat kacau. Sudah
berapa lama aku menyendiri pun tak jua kupikirkan ketika langkah kaki mendekat
dan sosok itu duduk disamping bangku yang kosong di sebelahku.
“Kau mengikutiku...?” Gumamku
dengan telapak tangan yang masih menempel di wajahku dan dengan mata terpejam.
“Ya...”
“Kenapa?”
“Aku mengkhawatirkanmu..”
“Kau harus kembali ke pesta,
kenapa kau masih disini?”
“Tidak!” Alex tak bergeming di
tempatnya.
“Kembalilah ke pesta...”
“Aku memilih disini.” Ucapnya
santai tanpa beban.
“Kenapa Alex...? Kalau kau tamu
undangan yang baik sebaiknya kau mengikuti acara hingga selesai.”
“Bagaimana aku bisa pergi kepesta
sementara ada wanita rapuh disampingku?”
“Aku baik-baik saja. Iya... aku
baik baik saja...” Desahku putus asa.
“Aku tidak bodoh Shoko, kondisimu
sedang buruk.” Sorot mata tajam milik Alex mengintimidasiku.
“Aku tidak apa-apa, percayalah
Alex... tak usah pedulikan aku.”
“Kau sudah memintaku untuk tak
pernah mempercayai ucapanmu. Jadi maaf aku tak percaya jika kau mengatakan kau
baik-baik saja.”
“Oke.. baiklah Alex aku memang
sedang tidak baik dan bisakah kita tak beradu argumen. Aku benar-benar sedang
tidak dalam mood yang baik.”
Hening.
“Bolehkah aku tahu apa yang
membuatmu menangis?”
“Alex... “Aku sangat gusar dan menghela napas
berat, “Kumohon bisakah kau tak menanyakan hal itu? Dan jika kau masih ingin
disini bersamaku bisakah kau tak menanyakan apapun. Kumohon....”
“Baiklah...”
Dalam keheningan aku dan Alex
mengatupkan bibir rapat-rapat. Hanya suara serangga yang menjadi penengah
diantara kami. Berkali-kali aku bergerak seakan tak nyaman dengan cara dudukku.
Kilasan peristiwa beberapa waktu yang lalu memang membuatku tak bisa tenang dan
berhati lapang. Hanya ada kecemburuan dan kecemburuan menguasai, selebihnya
rasa masih ingin memiliki. Ah....
Aku baru menyadari udara malam
ini begitu dingin dan membuatku mengigil, walaupun gaun yang kupakai bukanlah
gaun yang terbuka namun dingin masih menyergap tubuhku. Aku mengusap-usap
lenganku untuk mengusir rasa dingin dan getir. Tiba-tiba tubuhku terasa hangat,
jas berwarna hitam yang sebelumnya terdiam manis di badan Alex berpindah ke
badanku. Sangat nyaman.
Entah kenapa seketika aku merasa
ingin menangis kembali setelah sebelumnya telah tumpah membasahi pipi ketika
sedang berjalan menjauhi tempat berlangsungnya pesta. Yah... lagi-lagi aku
menangis, kali ini lebih deras mengalir dan... tangisku kali ini lebih keras.
Aku menangis sesenggukan, sejujurnya aku malu pada lelaki disampingku. Malu
menunjukkan kelemahanku sebagai wanita. Tapi bukankah kodrat wanita memang
lemah? Lemah ketika sedang ditimpa masalah... masalah tentang cinta yang
bermasalah...
Badanku bergoncang hebat,
tangisku sangat kuat. Oh tidak...
Suara tangisku pun perlahan makin
keras, dan perasaan tak karuan aku mencoba menutupi tangis kerasku dengan
menutup mulutku berharap suara tangisku tak semakin kencang. Apa daya...
menutupi mulutku membuatku tak bisa bernafas dan tak bisa menangis dengan
leluasa.
Alex melepas tangan yang mencoba
meredam suara yang keluar dari bibirku ketika aku menangis,
“Menangislah.... keluarkan sampai
kau lelah... jangan pernah kau tahan...”
Tangisku semakin deras.
Alex menarik tubuhku hingga aku
merangsek ke dalam pelukannya. Nyaman.
“Keluarkan semua bebanmu,
keluarkanlah semua yang membuatmu sedih Shoko...”
Aku terisak
“Alex.....”
“Hmmmm” Gumamnya.
Aku bersumpah aku bisa mendengar
detak jantung Alex dibalik kemeja dan suara ketika ia menggumam karena
telingaku menempel disana.
“Sakittttttt.........” Ucapku
dengan suara lirih.
Alex semakin mengeratkan
pelukannya. Dibalik pelukannya ia seolah ingin menghantarkan suatu energi yang
membuatku lebih kuat.
“Sudah kubilang, menangislah
hingga puas... hingga rasa sakitmu berkurang atau bahkan menghilang...” Bisik
Alex lembut.
Aku baru tahu sisi lain dari Alex
yang kukira adalah seorang lelaki yang sangat kasar, pemaksa, pencemburu dan
egois. Tapi entah mengapa dari peristiwa ini, dari gerak-geriknya malam ini aku
bisa mengatakan bahwa lelaki berparas tampan juga bisa memperlakukanku dengan
baik.
Sejuta pikiran berkecamuk dalam
angan-angan disaat aku menangis dipelukan Alex. Aku tak tahu sudah berapa lama
aku bertingkah seolah sedang dierami oleh induk manakala aku terbangun di pagi
hari dengan berada disebuah ranjang empuk dan nyaman di kamar seseorang yang
asing.
Bersambung.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Ga ada note yak.. ngantuk
berat...
Met Malem.
.
.
Terimakasih Sudah Berkunjung
.
.
Kapan-kapan Main Lagi ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Feel free to comment... silahkan....