“Gotcha!”
Gema suara berat seorang lelaki
memenuhi koridor kantor menuju ruanganku.
Aku mengenal betul suara itu.
Suara seorang perokok yang semakin tahun semakin bertambah berat.
Aku baru saja hendak keluar dari
ruang kerjaku untuk makan siang dan suara lelaki itu menyambutku hangat.
Ah Toru.
Sejak seminggu lalu setelah
pertemuan di pesta pernikahan Tomoya, akhirnya kami bertemu lagi kembali.
Disini. Di tempat kerjaku.
Dalam kurun waktu seminggu
membuatku siap bila sewaktu-waktu bertatap mata lagi dengan Toru tanpa rasa
berat dan takut. Pada dasarnya Toru adalah orang baik dan aku meyakini bahwa
Toru akan selalu baik terutama padaku. Kuabaikan peristiwa seminggu yang lalu
adalah pelampiasan kekesalannya akibat kebiasaanku yang kerap menghilang tanpa
kabar.
“Hey....” Sapaku dengan senyum
tertahan.
Kuamati lelaki ini dari atas
sampai bawah, aku baru menyadari bahwa Toru terlihat lebih mempesona terutama
bagian wajah dan bibirnya yang tersenyum
“Akhirnya aku berhasil
menemukanmu. Mau makan siang bersama?”
“Ide bagus. “ Jawabku santai.
“Makan siang dimana?”
“Kutunjukkan tempat yang asyik
untuk makan dan ngobrol.”
“Okay”
Tak membutuhkan waktu yang lama perjalanan menuju sebuah resto untuk
makan siang bersama antara aku dan Toru. Tak banyak yang dibicarakan ketika
masih menyantap makanan, masing-masing dari aku dan Toru sama-sama sibuk dengan
makanan masing-masing.
Setelah menghabiskan makanan yang
ada di piring, aku dan Toru melanjutkan dengan obrolan ringan. Anehnya aku
merasa sangat menikmati kebersamaanku dengan Toru siang ini. Entah...
“Kau sudah berhenti merokok?
Tumben sekali biasanya kau seperti cerobong yang selalu berasap.” Celetukku tiba-tiba.
Toru terkekeh geli. Sama halnya
denganku.
“Begitukah?” Sambil mengangkat
salah satu alisnya, senyum Toru terkembang.
“Hmmm, aku sudah hafal dengan
kebiasaanmu merokok dulu.”
Toru menghembuskan nafasnya pelan,
kemudiang menyandarkan punggungnya pada kursi.
“Ternyata kau masih mengingat tentang
kebiasaanku.”
Aku hanya tersenyum seraya
melipat kedua tanganku di atas meja makan, sedangkan Toru menundukkan wajahnya
seraya melancarkan sorotan matanya kearahku.
“Aku tak merokok di depan wanita
yang kucintai.”
Deggg!
Mendadak jantung yang tersembunyi
apik di dalam seolah menggedor dadaku keras. Masih sama kah perasaan Toru
padaku hingga sekarang? Kupikir sudah musnah ditelan amarah yang terjadi silam.
Kalimatnya membuatku salah
tingkah, dan Toru melanjutkan kembali kata-katanya.
“Aku cukup senang karena ini
pertama kalinya kita bisa bercerita walau belum banyak yang bisa kita bicarakan,
tapi aku merasa ini sangat menggembirakan hatiku terutama kau mulai bisa
menerima kehadiranku.”
“Apa maksudmu mulai bisa
menerimamu? Aku sudah menerimamu sejak kita berteman dulu.” Kucubit lengan Toru
dan ia mengaduh pelan seolah cubitanku ini sakit.
“Tidak. Yang ini berbeda. Aku
tahu betul sejak dulu kau tak pernah bisa terbuka padaku dan yaaa aku merasa
kau seolah tak pernah menganggapku ada didekatmu.”
Aku tertohok.
“Jangan kau ambil hati, itu hanya
bentuk kejujuran dariku tentang dirimu terdahulu. Untuk sekarang aku sudah
melihatmu sebagai orang yang berbeda. Aku senang.”
Kalimat-kalimat yang meluncur
dari bibir Toru membuatku mengingat kembali perlakuan Toru, betapa dulu aku tak
pernah menghargai niat baik serta berkali-kali mengabaikannya.
“Sudah jangan dipikirkan”.
Bingung harus berkata apalagi...
“Maafkan aku Toru, aku sudah
sangat jahat padamu.”
“Sudahlah... makan siang bersama ini sudah
cukup untukku menghapus kejadian-kejadian tak menyenangkan di masa lalu. Kuharap
kau juga bisa melupakannya.”
Kenapa aku baru menyadari
sekarang kalau Toru ini memiliki hati yang luar biasa baik. Aah... Toru...
“Manami... Bolehkan aku meminta
sesuatu darimu?”
“Apa itu?”
Toru masih terdiam,
menimbang-nimbang perkataan yang akan keluar dari bibirnya.
“Katakan Toru...”
“Aku minta... ehh.. “
“Hmmm??” Alisku mengernyit.
"Kumohon jangan pernah menghilang
lagi dariku.”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Apa kau tak penasaran kenapa
hingga saat ini aku masih berat untuk menerima Taka?”
“Kenapa?”
“Jadi kau penasaran?”
“Tentu,”
“Sejak kapan?”
“Baru saja.”
“Hhmmmm.”Toru menghembuskan
nafasnya kesal.
Aku tergelak.
“Ayo lanjutkan.”
Bersambung.
Baru aja aku baca kak �� tmbah penasaran nih lanjut trus ✌✌
BalasHapusBaru aja aku baca kak �� tmbah penasaran nih lanjut trus ✌✌
BalasHapusMbak sampe lali ceritane :")
BalasHapusNunggunya hampir 2 taon .. bacanya ga sampe 2menit ..
BalasHapusYa Gustiiii ...
giniii amaaatt nasip readers ..
Akhirnyaaaaa lanjuuut juga..
BalasHapussalam kenal q readers baru ff mba yg ngebut baca dari ch. 1 ampe 16 ini..
mba cepet lanjut yah ff nya q penasaran nih sama nasib mas taka.. yg dipilih Taka atay Toru yah... klo mas Taka ga dipilih q siap qo nerima mas Taka #ngarep wkwkwkwkwk
semangat terus mba.. jangan lama2 lanjutnya ><