Author : Parasarimbi / Me
Genre : NC 18+,
Lenght: Oneshoot
Main Cast : Tebak sendiri.
Disclaimer : The story belong to
me :D
fanfiction ini hanya fiktif belaka, jadi jangan dianggep beneran.
Warning ! :
Gore, Sadistic,
Kekerasan.
Buat yang masih dibawah umur
17tahun kebawah lebih baik ga usah baca deh, ada adegan kekerasannya soalnya.
Dan juga yg ga suka cerita gore-gore an lebih baik juga gausah baca ya. Kasian jantung
kamu. :D
“I may look calm, but in my mind..have kill
you many times”
Aku tak mengerti dengan apa yang
terjadi pada kehidupanku. Pada takdirku dan pada semua yang kulalui. Aku
hanyalah seorang anak lelaki yang sedang tumbuh remaja dan penuh dengan
pemikiran yang belum stabil dan rasa keingintahuan yang besar.
Apakah kau merasakan yang
kurasakan? Saat aku dipaksa oleh orang-tuaku menjadi artis cilik? Yang mana aku
sangat tidak menginginkannya sama sekali. Karena keinginan itu milik orang
tuaku, bukan milikku.
Apakah kau merasakan yang
kurasakan? Saat aku sudah menjadi seorang artis cilik yang terkenal hingga
seluruh Jepang, kau pikir mungkin dengan kehidupan artis ini menyenangkan.
Namun tidak bagiku. Semuanya seperti neraka. Hidupku dibawah pengawasan ketat,
penuh tekanan dan penuh dengan aturan. Ekspektasi tinggi yang berlebihan yang
membuatku muak, karena aku tidak bisa hidup dalam kepura-puraan untuk selalu
tampil sesuai harapan. Harapan orang tuaku yang status keduanya adalah “Japan
Sweetheart” karena lagu-lagu yang dilantunkannya tersebar dan terkenal hingga
pelosok negeri ini.
Apakah kau merasakan yang
kurasakan? Saat mendengar orangtuaku memutuskan untuk bercerai, rasanya aku
menyesal terlahir diantara mereka. Apakah mereka sama sekali tidak menyadari
jika ada dua bocah yang sangat tidak menginginkan hal ini terjadi. Siapapun
tidak ingin melihat kedua orangtua yang merawatnya sejak kecil berpisah. Jika
mereka berpisah, lantas aku mendapatkan kasih sayang seperti apa? Apa mereka
tak bisa menghilangkan rasa egoisnya demi aku dan adik laki-laki ku yang tak
mungkin hidup hanya dengan satu orang tua saja.
Apkah kau merasakan yang
kurasakan? Saat aku mengalami depresi yang sangat hebat di usiaku yang cukup
muda seperti ini. Aku ingin lari dari kenyataan, aku ingin sekali merubah
semuanya sesuai keinginanku. Namun apa dayaku, karena aku hanya seorang anak
laki-laki yang beranjak remaja. Aku melakukan apapun demi menarik perhatian
kedua orangtuaku. Rengekan dan bujukan takkan mungkin didengar mereka.
Apakah kau merasakan yang
kurasakan? Saat kabar buruk yang berhembus bahwa skandalku dengan seorang
wanita yang sedang berfoto bersama dalam satu ranjang itu menimpaku. Hey, aku
memang bermain-main dengan wanita tapi foto itu tidak benar ! Lelaki didalam
foto itu terlalu tua jika disamakan dengan sosokku. Aku masih belasan dan
lelaki itu sudah lebih kepala dua (setidaknya itu yang kulihat dari
penampilannya di foto). Bagaimana dengan foto berciuman dengan seorang gadis?
Yah aku benci mengatakan ini namun harus
kuakui bahwa foto itu memang benar fotoku bersama pacarku. Aku harus punya pacar karena aku butuh kasih sayang! Kasih sayang yang
harus kudapatkan ketika orangtuaku sibuk dengan urusannya di ruang sidang perceraian.
Apakah
kau merasakan apa yang kurasakan? Ketika aku disidang oleh bos besar di
manajemen yang menaungi grup vokalku, mereka mengatakan aku sudah melakukan
kesalahan fatal dan merusak nama baik grup vokalku. Keputusan yang menyakitkan
itu sudah ditetapkan. Aku resmi keluar dari grup itu, meninggalkan kedelapan
teman-temanku disana. Ayahku memarahiku habis-habisan dan mengatakan aku adalah
anak yang tak berguna, terlebih lagi ia mengatakan tak akan menganggapku lagi
sebagai anak. Dan lebih menyakitkan lagi
adalah setelah keluar dari grup aku juga keluar dari sekolahku dan berpindah
kesekolah lainnya. Aah... habislah aku.
Apa
kau merasakan apa yang kurasakan? Ketika dunia seolah mengarah benci kepadaku. Semuanya
menyalahkanku atas semua kenakalan yang kuperbuat. Mereka tidak tahu betapa
terpuruknya aku menghadapi semua sendirian, aku kasihan terhadap adikku Hiro.
Ia belum tahu apa-apa sama sekali dengan semuanya. Aku mengkhawatirkan jika
adikku memiliki trauma masa kecil yang berakibat buruk di masa mendatang.
Kalian
mungkin tak merasakan yang kurasakan karena aku sendirilah yang merasakan itu
semua.
Sendirian.
Sebesar
apakah kesalahanku? Aku hanya seorang remaja biasa yang menginginkan masa-masa
bahagia di usia semuda ini untuk kujadikan bekal dan pengalaman hidup di masa
menuju kedewasaanku. Kalau seperti ini aku harus bagaimana? Ibuku pun terlalu
sulit untuk kuandalkan, ia masih terpuruk dan menangisi perpisahan dengan
ayahku. Ah.. aku masih punya Hiro..
Hiro...
adikku. Terimakasih karena kau telah hadir di dunia setelahku. Setidaknya aku
memiliki seseorang sebagai penyemangat hidupku.
Dengan
sisa-sisa asa dan harapan aku melanjutkan hidupku yang sudah terseok-seok dan hancur.
Aku menjalani semua walau cibiran dari orang-orang masih terarah kepadaku.
Besok adalah hari pertamaku masuk sekolah baru. Aku ingin membuang kenangan
yang buruk itu dan menggantinya dengan segala kesenangan-kesenangan yang akan
datang.
.
.
.
.
.
Hari
pertama aku masuk sekolah
Teman-temanku
menyambut baik dengan kehadiranku di kelas, mereka mengenalku sebagai salah
satu anggota boyband Jepang. Tapi berkali-kali pula aku mengoreksi kata-kata
mereka untuk merubah kata anggota menjadi mantan anggota. Setidaknya para
gadis-gadis yang memperlakukanku dengan baik dan sangat ramah, walaupun berbeda
dengan anak laki-laki yang memperlakukanku dengan sangat menyebalkan. Mereka
berkata bahwa aku ini seorang banci karena bernyanyi dan berjoget-joget seperti
wanita. Aku sangat ingin mendatangi mereka dan meninjunya satu persatu, namun
akal sehatku lebih kuat mengalahkan nafsu setan yang sempat bergelayut mesra di
pikiranku.
Selama
beberapa kali mengikuti pelajaran dengan guru yang berbeda, akhirnya aku
menemukan seorang guru yang cukup memuakkan. Berkali-kali ia menyindirku dengan
mengatakan seorang remaja harus bisa mengendalikan tingkah lakunya dan memendam
sisi liar yang biasa terjadi pada para remaja. Guru berkacamata itu juga mengatakan bahwa tak
sepantasnya seorang anak artis berkelakuan buruk dan membuat nama baik orang
tua tercoreng. Darahku mendidih, namun aku masih bisa berpikir sehat. Dia
adalah seorang guru yang semestinya harus kuhormati.
Setelah
pelajaran dari guru berengsek itu akhirnya aku bisa bernafas lega. Terbebas
dari seorang guru lelaki yang memiliki mulut yang cukup tajam seperti pedang
katana yang dimiliki para pendekar samurai. Kata-katanya memang tidak melukai
tubuhku namun melukai hatiku. Dan itu sangat sakit.
Hari
berganti-hari aku menikmati hidupku seperti layaknya remaja lainnya. Tanpa
embel-embel sebagai artis juga tanpa aktifitas keartisan. Aku serasa anak
remaja biasa sama seperti anak remaja lainnya dikelas ini. Sayang sekali,
meskipun mereka ramah namun aku sama sekali tak memiliki teman dikelas ini. Aku
merasa terbuang dikelas ini, apalagi ketika mengetahui sebagaian besar diantara
mereka membicarakan keburukanku. Aku memergoki mereka sedang berbisik-bisik dan
menceritakan segala permasalahanku yang mereka tidak tahu seperti apa yang
sebenarnya. Mereka sangat sok tahu dan seolah mengetahui semuanya hanya karena
kabar dari media.
“Jadi
semua temanku disini hanyalah manusia berwajah topeng?” Pikirku dalam hati.
Baiklah,
kita bertemu lagi di kelas Guru Yamada. Guru berkacamata yang sangat hobi
mengataiku didepan teman-temanku ketika pelajaran dalam kelas berlangsung.
Sebenarnya apa masalahmu terhadapku? Kenapa kau gemar sekali membicarakan hal buruk
yang terjadi padaku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?
Pelajaran
masih berlangsung dan guru itu masih mengoceh tentang hal tidak penting. Ingin
rasanya aku maju kedepan kelas dan meludahi guru itu. Biar dia tahu bahwa semua
yang dibicarakannya hanyalah sekedar sampah.
Dan omongan sampah tidak perlu didengarkan.
Yuta.
Anak laki-laki ini juga senang sekali membuat ulah agar berurusan denganku. Dari
mulai meletakkan permen karet bekas kunyahan di bangku tempatku duduk kemudian
menjegal langkahku saat aku maju kedepan kelas untuk mengerjakan jawaban dari
soal di papan tulis. Aku masih bersabar dan terus bersabar walaupun ia dan
gerombolannya masih mencoba untuk mengganggu ketenanganku.
Pelajaran
hari ini.. ah aku benci sekali bila bertemu dengan pelajaran hari ini. Terlebih
lagi bertemu dengan guru bermulut pedang itu. ingin rasanya aku melarikan diri
dan tak mengikuti kelasnya. Lagi. Ia kembali mengoceh tentang seorang remaja
yang sama sekali tak menuruti perintah orangtuanya dan membuatnya diusir dan
tak dianggap sebagai anak oleh ayahnya. Lagi-lagi dia membicarakanku.
Terlebih
seluruh kelas juga mulai berbisik-bisik dan sebagian anak lelaki meneriakkan
kata-kata yang kurang pantas untuk didengar. Aku menutup telinga dari
suara-suara ini namun semakin aku menutup telinga semakin keras suara mereka
terdengar di telingaku.
Setelah
setengah jam waktu yang terbuang sia-sia hanya demi mendengarnya melukai hatiku
akhirnya aku berontak.
Aku
bangkit dari kursiku dan berjalan cepat menuju depan papan tulis. Aku berteriak
lantang kepada semua siswa lain dan guru yang masih ada di dalam kelas untuk
tidak berusaha keluar dari kelas. Semua harus tinggal dalam kelas. Harus !
“Jika
ada yang masih berani keluar dari kelas, aku akan mengejar kalian dan akan terus
mengejar kalian hingga kudapatkan dan kuhabisi saat itu juga!” Teriakku.
Guru
Yamada keparat hanya ternganga menyaksikan aksiku yang sedemikian rupa. Ia
pasti tak menyangka murid pendiam sepertiku menyimpan suatu pribadi yang
menyeramkan. Dia mencoba mendekatiku dan berbaik denganku. Sementara
murid-murid perempuan bergerombol menjadi satu di salah satu sudut belakang
kelas dengan wajah ketakutan. Mereka tak berani bersuara. Siswa laki-laki
memecah menjadi beberapa kelompok, ada yang terlihat sangat ketakutan dan ada
yang berusaha untuk sok pemberani.
“Taka...
apa yang kau lakukan? Kau menakuti teman-temanmu.” Hardik Guru Yamada keras.
“Diam
kau brengsek!!!”Pekikku keras sembari mengangkat sebuah kursi dan melemparnya kearah
Guru sialan itu.
Braaaaaaak!!!
Kursi
yang melayang itu tepat terarah ke lengannya dan sedikit mengenai dahinya
hingga kucuran darah segar mengalir dari sana. Aku puas!
Kulihat
Guru itu mengusap darah dengan kemeja putih lengan panjang yang ia kenakan. Ia
benar-benar gugup melihat tingkahku yang seperti diluar batas kesadaran.
Berkali-kali ia mencoba menenangkan siswa-siswa di dalam kelas. Namun ada
beberapa siswa yang merasa sok jagoan mencoba mendekati dan menghentikan
aksiku. Ia merangsek maju dan mencoba meraih lenganku namun aku lebih cepat.
Dengan tangan kecilku, aku berhasil meninju mukanya. Ia tersungkur. Dan sesaat
kemudian dia mencoba bangkit dan berbalik memukulku.
Tapi
aku lebih cepat.
Pisau
ini lebih cepat merobek perutnya.
Seluruh
kelas berteriak histeris. Termasuk guru keparat itu. Aku tersenyum senang.
Dengan
nafsu yang sangat besar, kugeserkan mata pisau ini mengarah ke perut sebelah
kanannya. Darah membasahi seragam siswa yang bernama Keito yang notabene adalah
ketua kelasku. Dengan tubuh Keito yang sekarat, kucabut pisau yang sudah
berlumuran darah dari perutnya yang robek besar. Keito ambruk dengan tubuh
terlentang dan ususnya terburai keluar.
Suara
histeris makin menggema ditelingaku, kebanyakan siswi perempuan mulai menangis
dan berteriak minta tolong. Siswa laki-laki mulai gentar, mereka tak bisa
berkutik.
Bagus!
Kini
giliranmu guru keparat!
Mungkin
pisau ini sangat menyakitkan untukmu, namun aku hanya ingin kau tahu bahwa
hatiku lebih sakit karena koyakan di hatiku semakin menganga akibat mulut
tajamnya.
Perlahan-lahan
kulangkahkan kaki menuju Guru Yamada yang terpojok di sudut ruang kelas sebelah
kanan depan di dekat jendela di lantai 3. Wajahnya menyiratkan ketakutan yang
teramat sangat, wajahnya pucat pasi dan kudengar dia menggumam berkali-kali.
“Taka,
jangan lakukan ini kepadaku. Aku ini Gurumu...”
“Kau
pikir aku peduli huh?” Ucapku sinis.
Langkahku
terus melaju mendekat. Guru Yamada meraih apapun yang ada didekatnya. Buku. Ia
lemparkan buku tebal itu kearahku berusaha untuk menghalangi jalanku untuk
merobek kulitnya dengan pisau yang sudah memakan korban.
Samar-samar
kudengar langkah kaki dan pintu kelas yang tergeser sedikit. Dengan masih
menghadap Guru Yamada, aku mengancam siswa yang mencoba melarikan diri keluar
dari kelas.
“Kalian
ingat apa yang kukatakan tadi? Jika ada yang mencoba keluar dari kelas ini akan
kukejar dan kubunuh seketika!”
Sepertinya
nyali mereka menciut dengan ditutupnya kembali pintu kelas itu dan langkah
cepat siswa berlari ke sudut belakang kelas. Aku bisa melihatnya dari sudut
mataku tanpa menoleh ke arah mereka.
“Bagus!
Kalian memang teman yang baik. Teman yang penurut.” Pandanganku masih terarah
pada Guru sialan ini dan seringai licik terlihat dari bibirku.
Suasana
kelas sungguh mencekam. Sebagian gadis-gadis memohon untuk menghentikan aksiku
sambil menangis penuh penyesalan. Menyesal karena pernah membicarakanku huh?
“Sekarang..
giliran kau Guru yang baik... Akan kubuat lidahmu yang tajam itu menjadi tak
berguna dan teronggok di sebuah toples yang akan kuawetkan dan kuletakkan di
ruang biologi sekolah...” Perlahan-lahan aku berjalan dan makin mendekati Guru
Yamada, aku tahu ia sangat ketakutan dan masih mencoba berpikir keras untuk
melarikan diri dariku.
Aku
bisa melihat tangannya meraba-raba tembok bagian kanan dan menggeserkan
badannya pelan-pelan menuju jendela yang terbuka. Aku makin tertarik melihat
apa yang dilakukan Guru Yamada dan sementara masih kutunggu hingga pergerakan
selanjutnya. Kau tahu aku sangat senang melihat pemandangan seperti ini,
melihat wajah ketakutan dan teriakan mengemis penuh permintaan maaf. Aku sangat suka !
Aku
semakin mendekat dan guru sialan itu pun semakin menggeserkan badannya menuju
jendela. Kau mau kabur lewat jendela itu huh? Silahkan dengan senang hati aku
akan melihatmu mati kesakitan di bawah sana...
“Taka...
sadarlah! Taka !!!”
“Diam
kau keparat!!! Aaaaaarrrrrghhhhhhh” Tanpa sadar emosiku memuncak dan aku
semakin ingin menancapkan pisauku tepat di jantungnya. Aku berjalan setengah
berlari untuk mencapai sosok tubuh ringkih yang menunggu mati itu namun aku
kalah cepat. Sesuai dugaanku ia akan hancur dibawah sana... Tubuh yang gagah
itu seolah tinggal menunggu tercabik oleh burung gagak. Darah berwarna merah
pekat itu keluar sangat cepat dari kepala dan tubuh yang baru saja bercumbu
dengan lembutnya tanah aspal dibawah sana. Aku melihat dari jendela dan merasa
seolah akulah pemenangnya dan tubuh dibawah sana adalah pecundang. Masih ada
belasan orang-orang dibelakang sana yang menanti giliran untuk merasakan bilah
pisau yang sudah memakan satu korban, namun kenapa suara guru brengsek itu
masih terngiang ditelingaku. Bukankah dia sudah mati dibawah sana...
“Taka...
bangunlah!!!”
Seseorang
mengguncang bahuku keras. Mataku terbuka perlahan-lahan...
Aku
masih bisa melihat laki-laki cerewet ini masih di depan kelas tepat di depan
papan tulis berwarna hijau dan masih penuh coretan kapur tulis. Kulihat
sekeliling dan belasan pasang mata terarah padaku dengan pandangan menyedihkan.
Oh... rupanya aku hanya tertidur lelap dan berilusi bahwa aku sudah melakukan
sesuatu yang nyata pada kelas ini dan ternyata semua hanya dalam tidurku saja.
“Jika
kau masih ingin mengikuti kelasku silahkan ikuti dengan baik! Kau pikir kelasku
hotel!” Hardiknya sambil membenahi letak kacamatanya.
Aku
mengucek sedikit mataku yang masih dirasa buram, dan sedikit menguap tak
perduli. Oh ternyata aku hanya tertidur dan bermimpi. Kupikir yang tadi itu kenyataan
dan aku sudah sangat gembira tapi ternyata huh....
“Jadi...
kau yang tadi tidur. Sekarang jawab soal di papan tulis !” Hardiknya sambil
memberi perintah layaknya kaisar.
Aku
menatapnya malas. Tak mau beranjak dari bangku yang kududuki dengan manis ini. Kali
ini aku mencoba untuk sedikit memberontak padanya. Dengan tangan yang menopang
dagu aku hanya melihatnya di depan kelas dengan pandangan datar dari tempatku
berada.
Sepertinya
reaksi yang kuharapkan muncul. Guru itu mulai terpancing dan terlihat emosi di
matanya.
“Cetakkkk..”
“Awh....”
aku mengerang perlahan. Kapur putih itu mengenai dahiku cukup keras. Aku masih
bertahan dalam posisiku. Aku baru akan mengusap dahi yang terkena lemparan
kapur dari depan kelas dan tiba-tiba...
“Plukkkk..”
Kapur kedua mendarat lagi mengenai lenganku, kali ini tak terlalu keras.
‘Ah
brengsek!’ Umpatku dalam hati.
Aku
menatap tajam ke depan kelas, Guru itu memegang cukup banyak kapur yang akan
dilempar kearahku. Kulihat ia melinting
lengan kemeja sebelah kanannya. Seperti bersiap untuk memulai suatu permainan. Sementara
siswa satu kelas hanya melihat kami seperti sebuah drama yang bagus dan sayang
untuk dilewatkan. Mereka seolah menikmati kami.
Kau
ingin bermain lempar-lemparan denganku sensei?
Kau
yakin?
Bagaimana
jika kita bermain lempar kapur – pisau. Kau melempar kapur padaku dan aku
melempar pisau padamu? Bagaimana?
Terdengar
menyenangkan bukan?
Baiklah...
“Jika
kau masih ingin duduk disana dan tak segera maju ke depan kelas dan mengerjakan
soal-soal ini, kau akan kuhukum!”
Menghukumku?
Hukuman
apa?
“Baik
sensei...” Aku berujar seolah tak memperdulikan ancamannya. Kau tahu aku punya
rencana lain...
Langkah
demi langkah kupijak untuk sampai kedepan kelas. Aku memperhatikan jalanku agar
tak ada seorangpun bisa menjegal kakiku. Dengan kepala menunduk aku semakin
mendekat kearah Yamada sialan itu. Orang yang didepan sana hanya menatapku
dengan tatapan sinis. Aku tahu itu dari sikap dan matanya ketika melihatku. Aku
selalu tahu dan aku selalu mengingatnya. Disini. Di balik tempurung kepalaku.
Aku
semakin dekat kearahnya, kepalaku mendongak dan melihatnya mengulurkan tangannya.
Oh baik sekali Guru itu memberikan tangannya untukku tapi ternyata aku melihat
sesuatu di atas telapak tangannya. Kapur.
Aku
mengulurkan tangan kiriku dan menggenggam cepat pergelangan tangan Yamada
sialan. Dan secepat angin pula aku menggoreskan sebuah pisau lipat kecil yang
tersimpan rapi di saku celanaku.
“Sratccccccchhhhhhhhhhh.....”
Darah
mulai mengalir dan mengucur deras dari tangannya. Teriakan dari Yamada disambut
dengan pekikan seluruh siswa di kelas ini. Kudengar teriakan pilu keluar dari
bibir Yamada, sepertinya aku menggoresnya terlalu dalam. Ahh atau mungkin aku
mengirisnya?
Yang
jelas aku puas dan sangat menyenangkan bisa
melakukan hal seperti ini. Hal yang serupa seperti yang terjadi di mimpi yang
kualami sebelum guru sialan itu membangunkanku. Perasaan yang indah melihat
darah semakin mengalir deras, suara penuh kesakitan dan pekik ketakutan. Semuanya
menyenangkan... ha ha ha ha....
“Taka...!!!!”
Seseorang
menarik rambutku keras.
“Arrrrrghhh....!”
Mataku
kembali terbuka.
Ah!
Mimpi lagi!
Kupikir
yang barusan itu nyata !
“Jika
kau masih saja tertidur di kelas lebih baik kau kuantarkan ke ruang kepala sekolah saja !”
Yamada
mengancamku lagi. Terserah kau saja Yamada.
Aku
juga bisa mengancam seperti yang kau lakukan padaku.
“Baik.
Aku minta maaf....” Ucapku lirih...
Eh...???
apa kataku tadi?
Minta
maaf ?
Ah
itu pasti bukan aku yang berbicara. Bukan bukan....
“Baiklah...”
Hela napas dari Guru itu terdengar berat. “Kau maju kedepan kelas dan kerjakan
soal yang sudah kutulis di papan tulis.”
Aku
sedang sibuk dengan pikiranku saat Guru Yamada berbicara, jadi aku tak terlalu
mendengarkan apa yang ia bicarakan.
“Taka....
Kau mendengarku? Kau baru saja minta maaf dan kau melakukan kesalahan lagi?”
Guru Yamada berkacak pinggang dengan pongahnya.
“Baik
Pak maafkan aku...”
Aku
maju kedepan kelas dengan malas. Beberapa dari teman-temanku berusaha untuk
menjegal, tapi aku sudah berhati-hati jadi aku bisa melewati kaki-kaki kotor
mereka. dan ada beberapa dari mereka melempariku dengan kertas yang sudah
digulung kecil hingga mengenai kepalaku. Kalian benar-benar membuatku muak.
Aku
sudah menghadap papan tulis dan menyelesaikan soal-soal yang sudah tertulis
rapi disana. Tanpa kusadari tanganku menulis kalimat yang aku sendiri tak bisa
mengendalikannya. Seolah bergerak tanpa kugerakan. Namun aku senang bisa
menuliskannya disini. Di depan guru dan teman-teman sekelasku.
Begitu
kalimat ini selesai kutulis suasana kelas yang riuh menjadi lengang dan tak
bersuara. Hanya hela napas berat yang bisa kudengar. Aku sudah berhenti
menulis, namun aku masih berdiri menghadap papan tulis dan tak melakukan hal
apapun. Bibirku menyungging sebuah senyuman.
Senyuman?
Seringaian
lebih tepatnya.
Aku
berbalik hendak kembali ke tempat dudukku. Mencoba melihat reaksi ‘guru
kesayanganku’ aku melihat wajahnya. Wajahnya tampak sangat pucat pasi. Ia tak
mampu berkata apapun sedangkan matanya masih
terpaku pada tulisan yang kubuat dipapan tulis.
Bagaimana
dengan teman-temanku?
Ah
begitulah reaksi mereka. Sama halnya seperti Guru Yamada yang hanya diam membisu
penuh keterkejutan. Aku senang sekali melihat mereka seperti itu. Wajah pasi
dengan mulut yang terbuka lebar seolah baru saja melihat sebuah penculikan oleh
UFO.
Aku
merasa aku menang.
Semoga
mereka tak mengulangi perbuatan mereka padaku. Jangan sampai mimpi-mimpi
disiang bolong yang kupikir nyata itu berbuah menjadi kenyataan yang betulan. Hingga
aku melenggang santai kembali di tempat dudukku, mereka sama sekali tak
berkutik dan hanya mengeluarkan lenguhan napas tak nyaman.
Bagaimana
rasanya?
Menyenangkan?
Hahahaha...
Kini
aku bisa dengan tenang mengikuti pelajaran tanpa gangguan. Aku merasakan hawa
menyenangkan dengan suasana yang baru ini. Seringaian masih membentuk di sudut
bibirku.
Masalahku
sudah selesai.
.
.
.
Oh
iya...
Apa
kau penasaran apa yang kutulis di papan tulis?
Benarkah?
Baiklah?
Akan kuberitahukan padamu apa yang kutulis disana.
I may look calm, but in my mind.. have kill you many times.
Aku baru saja bermimpi membunuh Guru Yamada ratusan kali, dan aku juga bermimpi membunuh dan menyiksa teman sekelasku ratusan kali. Kalian tak menginginkan ini terjadi bukan?
Jangan ganggu aku!!!
Tamat
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Wohooo,
saya balik lagi dengan ff yang berbeda lagi.
Sebenernya
ini ff lama kok cuman belum sempet saya publish aja karena belum ada kesempatan.
Oh iya gimana menurut kalian level cerita ini?
Kurang
sadis?
Cukup
sadis?
Sadis?
Sadis
banget?
Hahahaha
eniwei maaf ya buat yang masih dibawah umur kalo masih ngeyel baca dan
jerit-jerit sendiri gegara baca nih ff penulis ga tanggung jawab ya.. kan udah
dikasih warning itu :D
Okedeh,
saya mau bobok dulu ya. Sampe ketemu di ff selanjutnya..
Selamat
malam
.
.
.
Terimakasih
Sudah Berkunjung.
.
.
.
Kapan-kapan
Main Lagi ya...
.
.
.
GRRREEEAAATTTT.....
BalasHapusAMAAAAZIIIING....
FANTASTIC......
COOOOLLLL....
Hehe makasih
HapusTapi siapa ya? kok anonim ajah?
gak pengen jadi silent reader ah,gatel nih pengen nulis komentar :)))
BalasHapusgilakk nih mbak dapet ide darimana sih ?? gak biasa baca ff ncnya oor yang sadis kek gini xD
Aihh Wahyuni, lama tak bersua, kangen deh :D
Hapusciyeeeh, silent reader tobat. hahaha jadi rame ada komen baru lagi hehehe
inspirasi dateng dari berita-berita pembunuhan hahahahaha.
gimana rasanya pas baca? merinding gak? kalo aku kayak udah ga kuat lagi nulisnya.. merinding gilak.. hahahaha
ahahaha.. malah tambah seneng aku mbak Taka jadi psikopat tambah greget !!!
BalasHapusbagus deh mbak feelnya dapet :)) lain kali castnya babang toru yaaa :') lagi pengen banget nih baca yang babang Toru..
hahaha GREGET !
HapusAlhamdulillah kalo dapet komen bagus, Ada kritik saran lagi ga?
Oh mau request Babang Toru? boleh boleh.
Aku masukin antrian dulu ya :D
Untung taka hanya mimpi, kan sayang cakep2 jd pembunuh..
BalasHapushehehehe
tapi ceritanya K E C E badai,
yaaahh, walau agak sadiss.. -_-
Mbak Ninaaaaaaaaaaa makasih udah mampir komen :D
Hapuswahahaha gak sih mbak 100 % udah bagus kok :D
BalasHapusditunggu lho yaa babang Toru muncul di ffnya mbak xD
wuidih..... 100%..
Hapushehehehe makasih banyak ya atas penilaiannya. Semoga nanti bisa ngasilin crita yg lebih bagus lagi.
Oke deh tunggu aja ya
Hmm ... saya termasuk penggemar thriller dan komentar saya buat ff ini sadis sch. Cuma saya kok gak kebayang sadisnya. Sebelumnya mau nanya dulu dch, nie pertama kali author bikin genre kayak gini? Soalnya tulisannya rapi (teratur) cuma ya itu lah, kurang terasa efek sadisnya. Padahal motong perut pake pisau itu sadis bgt lho hihihi
BalasHapusItu aja dch komentar saya :)
Hallo Butter Cream
HapusOh kamu penggemar thriller ya.
Iya ini pertama kalinya saya bikin genre yang kayak gini. Menurut saya emang kurang sih karena porsi sadisnya memang ga terlalu kentara. Karena saya nulis itu sambil bayangin dan memang saya terlalu 'penakut' untuk mengeksplor kesadisannya.
Jadi maaf ya kalo menurut kamu kurang nendang ff nya :D hehehe
Eh tapi makasih loh udah mau mampir, baca dan komen.
Salam kenal dari saya.
Syukurlah hanya mimpi.. aku pikir bneran taka robek2 perut temennyaaa .____.
BalasHapusGreat story sukaa sukkaa
Ohyaa salam kenal yaa.. ijin baca ffnyaa xD
Hehehehe
Salam kenal lokets71
HapusSilahkaaaaan....... silahkan dibaca ff nya. semoga suka ya :D