Jumat, 25 April 2014

Fanfiction One Ok Rock ; Why ? Chapter II





Why? 
Chapter II


Author : Parasarimbi

Genre : Sad

Lenght : Chapter 

Main Cast : You / Me as Karenina, Taka as Taka, Alex as Alex

Disclaimer : Kayak biasanya... story is mine

Backsound : Jagostu – Mau Tak Mau





~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Apa yang bisa aku lakukan

Jika ia memilih untuk tak tinggal

dan semua trus berjalan

“Kita harus putus !” Ucap Taka lantang sembari membelakangiku tanpa mampu untuk menatapku. 

“K..k.. Kenapa?” Air mata mulai merebak di kedua bola mataku.

“Aku sudah bosan denganmu.” 

Tanpa perasaan Taka berhasil menghancurkan hatiku, kata-katanya cukup mantap untuk membuatku semakin rapuh. Jika ia ingin berpisah denganku bisakah ia mengatakan hal yang lebih manusiawi lagi ? 

Di tengah hamparan tanah lapang yang luas dengan pepohonan yang kokoh di tepi tanah lapang yang menghijau tak mampu menjadi penawar luka di hatiku. Aku duduk beralaskan rerumputan sedangkan Taka hanya berdiri membelakangiku. Ia terlalu angkuh untuk sekedar duduk sejajar denganku. 

“Aa...a..apakah hanya bosan?” 

“....” Terdengar helaan nafas berat dari Taka.

“Jawab aku Taka...!” Sentakku lalu bangkit berdiri menyentuh pundak kirinya dan menariknya untuk berhadapan denganku. Face to face.

“Aku sudah memiliki wanita lain...” Kembali lagi Taka membelakangiku tanpa sudi menatap wajahku. 

“............” Rahangku terbuka dengan sendirinya, terkejut hingga kurasakan gemetar di lututku mendengar beberapa patah kata yang keluar dari bibirnya.

“Boleh kutahu siapa gadis itu?” Suaraku terdengar bergetar dan mencoba sekuat tenaga tak menjatuhkan setetespun air mata.

Taka menggeleng kuat tanpa menjawab apapun, terlihat tangannya sibuk memainkan flip ponselnya. Ia tak memperdulikanku yang merana dibelakangnya.

“Kau sudah mendengar penjelasanku bukan? Kau sudah puas? Aku harus segera pergi menjemput kekasihku...Bye !” 

Sendiku lemas dan tak mampu berdiri sesaat setelah beberapa langkah Taka meninggalkanku sendirian disini. Air mata yang melesak tak mampu kubendung. Hanya seperti inikah yang aku dapat dari Taka? Sangat pahit sekali seperti empedu.

Duduk dan menyembunyikan wajahku diantara kedua lenganku yang terlipat dan tersandar di lutut sangat baik untukku membanjiri rerumputan ini dengan air mata. Rerumputan pasti akan tumbuh subur karena tetesan tangisku yang turun tanpa bisa berhenti hingga nanti kelopak mataku membesar dan menghitam.



Beberapa hari kemudian.

Getirnya harus tetap kutelan

Dan aku sakit harus tetap bertahan

Dan semua terus berjalan

Aku berjalan lurus mengikuti jalan buatan yang terbuat dari krikil kecil menuju arah jalan keluar kampus. Tatapanku mengarah kedepan namun aku sama sekali tak memperhatikan laju langkahku, pandanganku kosong dan diliputi muramnya wajahku. Dari kejauhan dapat kudengar suara Taka yang sedang bercanda dengan sangat asiknya. Aku menoleh ke arah suara itu dan melihatnya sedang bersama ketiga teman yang biasa menemaninya. 

Tangannya menggenggam kaleng soda berwarna merah  sedangkan tangannya yang lain memegang ponsel ponsel flip putih. Ia duduk di bangku yang berada pada depan pintu ruang musik di sebelah kanan arah jam 3. Aku sempat berhenti dan menoleh ke arahnya, ia bersenda gurau bersama kawannya setelah akhirnya ia menoleh ke arahku yang berdiri diam dan memperhatikannya. 

Tatapan dan senyum lesu kuberikan pada Taka, sebelum akhirnya melanjutkan langkah cepatku menuju gerbang kampus yang jaraknya kurang lebih 30 meter lagi. Tak ada lagi masa-masa aku berlari dengan antusias ke arahnya walaupun reaksi seperti biasanya ia pasti akan pergi menjauhiku dengan mengabaikanku. Aku seperti tak punya tenaga untuk itu. Karena semuanya sudah berakhir. 

Benar sudah berakhir.

Aku tak perduli ia akan membalas senyumku atau tidak, tapi yang terpenting aku tetap berbuat baik padanya dan tak pernah berkeinginan untuk membencinya.

Seterusnya aku berjalan dan tak ada keinginan pun untuk menoleh dan melambaikan tangan demi sekedar basa-basi. Aku tak punya waktu untuk bersedih saat ini seperti beberapa waktu yang lalu saat ia memutuskan hubungan denganku. Yang kuinginkan adalah segera mungkin sampai apartemen kecilku dan tidur pulas.


Mau tak mau ku harus melanjutkan yang tersisa

Meski semua telah berbeda dan tak akan pernah ada yang sama


Berada dalam bis membuat kepalaku berdenyut. Sakit kepala seperti ini tak bisa disembuhkan hanya dengan tidur dan minum obat. Sepertinya aku butuh penyegaran untuk otakku. 

Keseharianku yang selalu bergumul dengan angan dan bayang laki-laki itu membuat pikiranku tak bisa leluasa. Seperti terikat dengan sosok Taka yang selalu mempesona dalam segala hal, Ia tak bisa kulepaskan begitu saja. Dulu ia memang kekasihku tapi tak bisa memperlakukannya seperti kekasih, aku seolah tak ada arti baginya.

Suasana di dalam bis yang ramai seperti menjadi hiburan tersendiri bagiku. Aku berubah pikiran jika akan segera pulang ke apartemen dan tidur. Nyatanya aku berpindah tempat di pojok kanan tempat duduk di bis ini dan membiarkan bis membawaku ke rute yang biasa dilalui. Semakin jauh bis ini melaju semakin tentram pula hatiku ketika melihat di seberang jalan sana hamparan hijau sawah yang mulai berisi bulir padi yang masih muda. Mataku tak lepas memandang ke arah kanan jendela bis, seakan takjub dengan pemandangan yang sedang kunikmati.

Aku melupakan sejenak rasa cemburu dan sedihku karena memikirkan kelakuan Taka bersama para gadis-gadis cantik berambut blonde itu. Tapi setelah kupikir-pikir lagi... cemburu? Untuk apa? Taka sudah bukan kekasihku lagi semenjak kami berbicara serius empat mata dan mencampakkanku karena bosan dan sudah memiliki kekasih yang baru. Kini dia laki-laki yang bebas untuk bisa memilih siapa wanita terbaik yang akan berada disisinya. Dan aku tak punya hak untuk ikut serta dalam keputusannya. 

Memang aku ini siapa?

Aku bisa memeluknya tetapi tidak hatinya

Ohhh menyakitkan

Semua telah dengar segenap hatiku merindunya

Tapi hatinya telah pergi dan telah lama mati


Aku masih ingat semua hal yang sudah kulakukan pada Taka hanya demi membahagiakannya. Demi agar ia bisa melihat kearahku bahwa aku sangat peduli dengannya. Tapi semuanya seakan terbang seperti debu dan tak berbekas. Aku berpikir bahwa semua tingkahku kepadanya adalah sangat konyol yang malah membuatnya terlihat menaruh rasa tidak simpati padaku. Aku menyadari bahwa sebenarnya ia memang tidak suka melihat kehadiranku, namun karena aku benar-benar mencintainya aku mengabaikan perasaanku. Karena aku adalah kekasihnya.

Yah kuakui aku sakit hati jika mengingat perlakuannya terhadapku seperti yang sudah-sudah. Lantas jika sudah seperti ini akankah semua bisa kembali seperti sebelum aku menggilai laki-laki itu?

Tentu saja tidak.

Semuanya berbekas. 

Bagaimanapun aku dikenal sebagai wanita terdekat Taka yang selalu berusaha membahagiakannya, yang tak bisa menolak segala keinginan dan perintahnya. Bisa kulihat semua teman memandang iba kearahku.

 Aku teringat ketika pagi-pagi buta aku membuatkan bekal sarapan yang khusus kubuat hanya untuk Taka. Ia hendak pentas dalam suatu acara musik di kampus dan aku yakin acara sepagi itu belum banyak yang sempat untuk sekedar merasakan hangatnya sarapan diperut. Jadi aku berinisiatif untuk membuatkannya sekedar untuk menyemangatinya agar penampilannya saat di panggung memuaskan. Aku sudah menyiapkan pakaian terbaikku dengan hati yang bergembira ketika menemui Taka di belakang panggung untuk menyerahkan bekal yang sudah kubuat. Namun apa yang kudapat? 

Taka hanya melihat bekalku dan hanya menyuruh Ryota untuk mengambil dan memakannya. Senyumku mendadak buyar, kecewa karena reaksi dari Taka tak seperti yang kuharapkan. Terlihat Ryota mengambil bekalku dengan kikuk dan meminta maaf dengan suara pelan. Tapi tak berapa lama aku tersenyum kembali seperti tak mengingat kejadian yang tak pernah terjadi. Aku masih menjerit histeris dan terlihat paling bersemangat diantara gadis penggemar-penggemar lainnya. 

Ada suatu kejadian lagi yang membuatku merasakan sakit jika kuingat sekarang, padahal kejadian itu sudah terjadi sekian lama. Membuka ingatan-ingatan itu membuat kepalaku makin berdenyut hingga tanpa terasa airmataku mengalir deras. Dan jika mengingat Taka bersama gadis itu di klub malam tempo hari membuat hatiku semakin ngilu. Apalagi ketika aku mendengar selentingan kabar bahwa Taka bersama seorang gadis berambut pirang itu memasuki sebuah kamar hotel disalah satu sudut hingar bingar kota Tokyo. Aku paham apa yang mereka berdua akan lakukan. Dadaku seakan dipukul palu godam. 

Sakitttt sekali.

Tapi aku sadar diri. Aku memang bukan siapa-siapa lagi dan aku tak berhak cemburu. Ini hidupnya dan aku bukan salah satu bagian dari hidupnya. Jadi biarkan ia terbang bebas menuju apa yang ia inginkan.

Saatnya aku harus berubah.

Aku ingin merubah semua hal yang membuat kehidupanku seakan membuang waktu hanya gara-gara seorang lelaki. Merubah kesia-siaan menjadi suatu kesempatan yang masih terbuka lebar. Kesempatan itu masih ada dan tak ada kata terlambat untuk memulai kehidupan yang baru lagi. Aku pasti bisa mengatasi itu semua, dan akan kumulai dari sekarang, besok dan seterusnya.

Entah sudah berapa kali putaran bis ini membawaku berkeliling kota karena suasana diluar semakin gelap dan kerlap-kerlip lampu terlihat menyenangkan. Aku melihat sekeliling, sudah hampir mendekati halte dekat apartemen yang biasanya aku turun. Aku beranjak berdiri dan berjalan menuju pintu depan mendekati Sopir Bus.

“Sudah puas berkeliling nona?" Sapa Pak sopir yang kurasa berumur sekitaran lima puluh tahunan.

“Terimakasih Tuan, aku sangat puas sekali. Dan terimakasih atas perjalanan yang menyenangkan.” Ucapku sambil membungkuk hormat dan memberikan beberapa lembar yen untuk tarif berkeliling dengan bus.

“Terimakasih kembali Nona, semoga harimu menyenangkan.”

“Sama-sama Tuan.”

Aku turun dan menjejak kembali aspal halte, pintu bus tertutup kembali dan mulai berjalan pelan merangkak membelah jalanan malam. Aku segera berjalan cepat menuju apartemen untuk beristirahat karena pegal setelah seharian duduk diatas kursi bus. 

Baru beberapa langkah aku berjalan, perutku tiba-tiba berbunyi. Aku kelaparan.
Beruntunglah beberapa meter didepan ada minimarket yang didepannya berdiri kedai takoyaki sederhana. Aku mampir sebentar ke minimarket membeli beberapa cemilan dan minuman soda dan kopi. Setelah mendapatkan barang-barang yang kuinginkan aku duduk manis di kedai itu dan memesan takoyaki. Tanpa menunggu lama, beberapa menit kemudian perutku yang kosong sudah terisi oleh Takoyaki yang masih hangat dan nikmat. Beberapa saat kemudian aku bisa berjalan dengan lebih tenang dengan perut yang kenyang.

Sesampainya dikamar apartemen, aku segera membersihkan tubuhku dengan air di kamar mandi. Membasahi seluruh tubuh yang masih terbalut pakaian lengkap dengan shower yang menggantung ditempatnya. Selang beberapa lama aku mulai kedingingan dan kuakhiri acara ‘mandi’ dan mulai berada di depan cermin. Lantai tempatku berpijak basah akibat tetesan air yang menetes dari bajuku yang basah kuyup.


Mau tak mau ku harus melanjutkan yang tersisa

Meski semua telah berbeda dan tak akan pernah ada yang sama

Semoga angin berhembus membawakan mimpi baru

Meski ku tahu takkan pernah ada yang sanggup mengganti keindahannya.


Kututup kisah masa lalu yang ingin kukubur dalam-dalam bersama kenangan Taka yang masih melekat disana. Aku harus segera move on darinya...

Tak baik jika aku harus selalu berharap untuk bisa kembali padanya. Mungkin seminggu dua minggu ini akan kuhabiskan untuk bersedih dan menangisi kepergian Taka. setelah itu akan kuhapus dia di hati dan ingatanku perlahan-lahan. Walaupun aku tak tahu pasti kapan ia akan hilang seutuhnya dari pikiranku. 

Kenangan adalah kenangan.

Ia takkan bisa hilang walau dipaksa hingga membenturkan kepala ke tembok. Ia akan selalu ada selama kita tak mengalami kepikunan dan amnesia. Bayangannya akan selalu melekat hingga aku tumbuh dan menua. 

Untuk saat ini kenangan itu terasa sangat menyakitkan bagiku namun entah beberapa tahun lagi kenangan itu akan terasa manis saat diingat kembali. Dan aku menanti bagian termanis dari kenangan itu dan aku tak sabar untuk menyambutnya.

Aku melajang kembali meskipun masih belum terbiasa melepas Taka. Semua terasa berbeda namun kuyakin akan ada hari indah esok hari yang akan mengembalikan senyum ceria yang sebelumnya singgah di bibirku.

Aku melihat refleksiku dicermin. 

Aku mencoba tersenyum pada bayanganku sendiri yang memantul dari cermin. Aku bukanlah gadis yang buruk rupa, apakah mungkin penampilan dan sikapku yang kurang baik hingga feedback yang kudapat dari oranglain juga kurang baik. 

Aku harus merubah diri !

Bersiap untuk hari yang baru.

~Kemudian aku larut dalam suatu kegiatan yang merubah sesuatu dalam diriku. ~




To Be Continued

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Harus ngomong apa ya, ah pokoknya masih kesel gara-gara ada orang jelek yang foto-fotoan sama cewek cewek bule. Dikira tuh cewek-cewek bakal nyambung apa ngomong sama Taka. 
Taka kan ngomongnya suka ga nyambung.

Wkwkwkwkwk, maafin saya yang masih empet banget sama tuh mas mas berambut kriting yang suka ngomong yulopa.
Oh iya Cheza ada fic lagi nih, bentar lagi juga di publish kok setelah ff ini. Oke...
.
.
Selamat siang...
.
.
.
Terimakasih Sudah berkunjung
.
.
.
Kapan-kapan Main Lagi ya...
.
.
.

2 komentar:

  1. ceritanya keren sumpah sampe bengong sampe berimajinasi xD
    hahaha taka kan ngomongnya ga nyambung yo xD

    BalasHapus
  2. Hai Sekaizula.. trimakasih sudah berkunjung dan terimakasih juga kalo critanya bisa sampe bikin bengon karena berimajinasi hehehe

    Iya dia ngomongnya suka agak gak nyambung, mungkin bawaan orok. :D

    Salam kenal ya :D

    BalasHapus

Feel free to comment... silahkan....