Sabtu, 12 April 2014

Fanfiction One Ok Rock Man in a Black Suit





Man in a Black Suit

Author : Me / Parasarimbi

Genre : NC-21 ! (No Children!)

Lenght : Oneshoot

Cast : Toru and Me (Mina), Rumi (Mina’s friend)

Disclaimer: Story is mine.




~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


“Rumi...”


Aku memanggil Rumi yang duduk sambil membaca sebuah novel di sebuah bangku taman di kampus. Berjalan ke arahnya kemudian aku duduk disebelahnya.


“Ada apa Mina?”


“Lihat buku yang kubawa...aku baru menemukannya di perpustakaan.”


Aku mengeluarkan sebuah buku yang tersimpan manis di dalam tasku. Sebuah buku yang berisi beberapa profil dan cerita tentang makhluk-makhluk misterius di berbagai negara yang pernah menghiasi cerita-cerita dalam masyarakat. 


Rumi  melirik sebal.


“Yasudah baca saja dan diam. Kau mengganggu konsentrasiku membaca.”


“Tapi Rumi, cerita di dalam buku ini sangat menarik. Kau pasti akan dibuat sangat penasaran dengan makhluk-makhluk yang tertulis di buku ini.”


“Aku belum tertarik. Nanti saja setelah kau sudah membacanya sampai habis.”


“Baiklah.” Aku mengerucutkan bibirku, sedikit kecewa dengan respon dari Rumi yang kurang antusias melihat buku yang kubawa.


Aku mulai membuka buku itu dan membaca beberapa makhluk misterius. Aku melihat ke salah satu makhluk yang berpenampilan menarik. Makhluk itu terlihat tidak menjijikkan namun mempesona dan agak susah diterima jika makhluk ini dikategorikan sebagai monster. Aku membayangkan makhluk ini berwajah sangat tampan layaknya pangeran dengan kuda putih seperti dalam film disney.


“Rumi.. Rumi...”


“Apaaaaa???”


“Jika kau bertemu dengan monster yang sangat tampan apa kau mau berpacaran dengannya?” Tanyaku iseng sambil menunjukkan salah satu gambar dalam buku pada Rumi.


“Hmmm... bukan pacar saja, akan kujadikan dia suamiku.” Jawab Rumi sekenanya.


“Hahahaha. Kau memang aneh.”


“Yang bertanya lebih aneh.” Sahut Rumi.


Aku hanya mencibir. Rumi sangat tidak asik.


Hening beberapa saat lamanya, aku melihat lagi buku yang ada dalam genggaman tanganku. Seleraku membaca sedikit menghilang dan mungkin akan kubaca lagi jika sudah sampai apartemen. Aku merasakan sesuatu yang mengusik.


“Rumi...”


“Hmmm...”


“Apa kau merasa ada seseorang yang mengamati kita?”


Rumi terlihat menoleh ke sekitar. Di salah satu sudut halaman kampus yang luas dan dipenuhi pepohonan ini terlihat mulai sepi karena hari sudah memasuki senja. Hiruk Pikuk mahasiswa dan dosen pun terlihat sudah berkurang aktifitas.


Rumi hanya menggeleng dan kembali terfokus pada aktifitas yang dilakukannya. Membaca novel.


“Apa kau tak merasakan hawa yang aneh?”


Rumi meletakkan buku novel di pangkuannya, kemudian menghadap kearahku.


“Mina dengar, aku tidak merasakan suatu hal yang aneh. Dan memang tidak ada yang aneh disini, jadi lebih baik hilangkan saja pikiran burukmu itu.” Rumi berkata cukup ketus.


“Tapi Rumi....”


“Diam atau pergi?”


Aku memasang muka sebal. Rumi selalu begitu jika merasa terganggu saat kegemarannya membaca novel terusik. Yasudah lebih baik aku mengemasi buku dan kumasukkan kembali dalam tas. Setelah itu aku bergegas untuk segera pergi dari halaman kampus yang sudah lengang dan meninggalkan Rumi sendirian. Salah siapa, mengacuhkan kekhawatiranku.

.

.

.
 
Esok harinya...
.
.
Koridor Kampus
.
.
 
“Minaaaa... perkenalkan ini teman baruku.” Rumi bersorak sambil merebut buku yang tengah kubawa.


“Aaaah Rumiiiii !!! kau mengganggu sajaaaa!”


“Hey.. hey jangan marah dulu, lihatlah lelaki tampan di sampingku. Dia teman baruku...”


Aku menoleh dengan sedikit cemberut ke arah seseorang yang berada disamping Rumi. Wow lumayan tampan. Rambutnya pirang, berkulit putih pucat dan bermata sayu. Ia terlihat tampan dengan balutan celana hitam, kemeja putih, jas hitam serta dasi berwarna merah menyala.


Tiba-tiba lelaki itu mengulurkan tangannya untuk mengajakku berjabat tangan. Sedikit kikuk aku menerima tangannya dan kemudian kami saling beradu tatap. Aku merasakan ada sesuatu getaran saat tanganku dan tangan lelaki itu bersentuhan. Dan mata sayu itu menatapku tajam seakan mengintimidasi. Ada debaran aneh yang terasa di jantungku saat itu, namun aku berusaha mengabaikannya.


“Mina, senang bisa berkenalan denganmu...” Ucapku sangat kikuk.


“Aku Toru, aku juga senang bisa mengenalmu.” Suara bariton khas laki-laki pada umumnya keluar dari mulut  lelaki yang bernama Toru.


Tiba-tiba aku merasa ingin buang air kecil dan secepat kilat aku berpamitan dan meninggalkan mereka berdua, sambil membawa buku yang tadi direbut oleh Rumi. Saat berjalan ke arah toilet yang berada di ujung koridor ini aku merasakan sesuatu yang tak bisa kujelaskan saat menatap mata dan melihat wajah Toru. Aku masih memikirkannya hingga sampai ke belokan menuju toilet dan kusempatkan untuk melihat ke arah Rumi dan Toru yang masih bercengkrama di koridor kampus. Beberapa detik aku menatap mereka berdua dan tiba-tiba.


Deg!


Toru juga melihat kearahku dengan pandangan aneh.


Aku langsung cepat-cepat masuk ke toilet dan menaruh tas dan buku di pinggiran wastafel kemudian segera masuk ke kamar kecil.



~~~~~~~~
 .
.
Ruang Kelas Kampus

.

.
Setelah pelajaran mata kuliah selesai, aku mengobrol dengan Rumi sambil memasukkan beberapa buku yang ada di meja ke dalam tas.


“Rumi... bagaimana kau bisa mengenal Toru?”


Rumi hanya tersenyum simpul.


“Rahasiaaaa...”


“Ah Rumi.. kau menyebalkan sekali. Aku hanya ingin tahu saja.” Ujarku cemberut.


“Hahaha, baiklah baiklah...”


Aku menampakkan senyum senang.


“Setelah beberapa saat kau pulang kemarin sore dia datang menghampiriku dan mengajakku berkenalan.”


“Ohh... jadi kalian berkenalan di halaman kampus.”


“Betul sekali.. Ah bisa kau lihat kan jika Toru itu sangat tampan?”


Aku mengangguk.


“Ya dia memang tampan, Rumi...”


“Aku menyukainya Mina... Kau tidak boleh menyukainya juga. Toru untukku.”


“Ya ya ya terserah kau saja Rumi, ambillah Toru untukmu...” Jawabku malas.


“Ah kau baik sekali, kau memang sahabatku...”


“Ya ya ya, aku memang sangat baik.” 


Dan sebuah sentilan keras mendarat di dahiku.


“Aduhhhh Rumiiiiii... Sakitttttttttt!!!!” Sorakku.


Rumi lari terbirit-birit meninggalkanku dan aku tak mau kalah hingga kami saling berkejar-kejaran.



~~~~~~~~~~~~~~~~~’

.

.
 
Beberapa hari kemudian.
.
 
Ruang Kelas Kampus


“Mina... bisa tidak nanti malam kau temani aku berkencan dengan Toru?”


Aku menoleh heran ke arah Rumi.


“Kau yang berkencan dengan Toru atau kita berdua?”


“Tentu saja aku dan Toru, dan kau hanya menemani...”


“Memang berkencan dimana?”


“Hanya minum kopi di kafe, bagaimana?”


Aku memiringkan bibirku sinis.


“Enak sekali kau ini, berkencan minta ditemani. Aku berkencan dengan siapa?”


Rumi mengerutkan kening sejenak. Matanya membulat ketika dia menemukan sebuah ide.


“Ahhh akan kubawa seluruh novel dan buku ku saja untuk kau baca biar tidak bosan...”


“Bukan ide buruk, tapi aku akan membawa buku ku sendiri saja Rumi.”


“Yasudah itu pilihanmu sendiri, aku sudah menawarkan kepadamu. Jangan protes jika kau nanti bosan gara-gara kekurangan bacaan. Oke ! “


Aku mengacungkan jempol.


.
.
.
Malam harinya....
.

.
 
Aku, Rumi dan Toru berjalan di kegelapan malam. Aku heran dengan Rumi, kata-katanya yang mengatakan akan berkencan di kafe tidak terbukti. Kami menuju sebuah rumah kayu di pinggiran hutan kecil dengan danau didepannya yang sangat indah jika disaksikan saat pagi hari.


Ternyata rumah kayu ini adalah rumah Toru. Aku dan Rumi duduk di sebuah kursi kayu dengan meja kayu yang antik pula. Toru berada di dapur dan tak berapa lama kemudian dia datang dan menghidangkan tiga cangkir teh hangat untuk kami bertiga. Asap masih mengepul dari cangkir teh itu dan Toru mempersilahkan aku dan Rumi untuk meminumnya.  


Berkencan kata Rumi?


Bahkan jauh dari kata kencan. Ini seperti sebuah undangan perjamuan makan dari Toru dan kami mengobrol bertiga dengan sangat akrab, walau baru beberapa hari berkenalan.
Toru sangat baik dan ramah meskipun sedikit kaku dan sangat datar. Aku heran melihat dia dengan tampilan jas nya yang rapi di dalam rumah, seakan-akan ia menghadiri acara formal. Tapi aku tetap merasakan hawa yang sangat aneh, ketika aku menatap wajah Toru. Apalagi saat kami saling bertatapan. Lirikan mata tajam Toru seakan menyiratkan suatu misteri yang akan kuhadapi selanjutnya. 


Tiba-tiba rasa kantuk menyerang dengan sangat hebat, beberapa kali aku menguap dan mencoba mengerjapkan mata. Rumi juga beberapa kali terlihat menguap. Bahkan ia lebih parah, ia langsung tertidur dengan wajah sebelah kiri yang ia letakkan di meja. Sementara aku makin tidak kuat membuka mata, dengan bersandar pada sandaran kursi mataku terpejam dan tertidur.

.

.

.

.

.

Kesadaranku pulih, aku terbangun dari entah itu pingsan atau tertidur yang sangat pulas karena aku sama sekali tidak ingat apapun. Dan saat kulihat sekeliling, aku sangat terkejut begitu tahu aku sedang berada di area lahan yang ditumbuhi banyak pepohonan tinggi. Bagaimana aku bisa berada disini? Bukankah terakhir aku berada di rumah Toru bersama Rumi.


Hutan kah?


Sepertinya begitu. Karena area ini sangat lebat dengan dedaunan dan ranting pohon yang menjulang dan terlihat menyeramkan. Entah kapan datangnya kabut yang menyelubungi daerah ini karena yang kurasakan saat ini adalah kabut ini makin tebal dan semakin menebal. Seperti di dalam film Silent Hill suasana yang bisa kugambarkan saat ini. 


Aku merasakan hawa menjadi semakin dingin dan tidak enak, kukencangkan mantel coklat yang kupakai meski tidak memberikan kehangatan sama sekali. Pandanganku semakin mengabur seirama dengan makin tebal kabut yang menyelimuti sekitar. Telingaku seperti tuli karena nyaris tidak ada suara sama sekali yang terdengar. Hening dan sunyi.


Aku mencari-cari keberadaan Rumi.


“Rumi.....” 


Hening.


“Rumi kau dimanaaaaa?”


Hening.


“Rumi aku takut...”


Hening.


.

.

.

“Sreeeeek....”


Aku terhenyak.


“Sreeeeeeeek.....”


Suara itu...


“Sreeeeeeek....”


Suara seperti langkah kaki yang diseret dari kejauhan...


“Sreeeeeeeeekkkkk...”


Oh tidak. Keringat dingin tiba-tiba mengalir dari dahiku.


“Sreeeeeeeeeek...”


Suaranya semakin dekat.


“Sreeeeeeeeeeek”


Aku tak mengetahui pasti asal suara itu tapi tubuhku mengginggil antara ketakutan dan kedinginan. Semakin mengeratkan mantelku dan mencoba menghilangkan rasa takut dengan berpikir itu adalah suara hewan yang lewat atau malah Rumi. Aku sengaja untuk tak bersuara agar tidak menarik perhatian. Aku hanya terdiam dan menunggu apa yang akan terjadi berikutnya. 


“Sreeeeeeeek..”


Semakin dekat  dan samar-samar di balik kabut kulihat beberapa ranting pohon bergoyang pelan. Aku masih terpekur di tempat menanti siapa yang datang. Lama kelamaan aku bisa beradaptasi dalam penglihatanku di kabut ini dan yang kulihat adalah sesesok berbadan tegap dan berpakaian hitam-hitam. 


Hey tunggu!


Sepertinya aku tak asing dengan sosok ini.


Ah iya pasti dia...!


Sosok jangkung itu kini bisa terlihat jelas di mataku.


“Toru!” Seruku nyaring


Perasaanku membuncah ketika tahu orang yang datang tersebut adalah Toru. Dia terlihat elegan dan selalu rapi dengan jas hitam dan dasi nya. Dengan wajah tenang dan tanpa ekspresi. Toru masih berjalan dengan pelan hingga menimbulkan bunyi yang seperti tadi kudengar. Aku segera bangkit dan berjalan cepat mendekati Toru, memperlihatkan wajah senang karena bisa bertemu dengannya. 


“Toru, ah untung saja kau menemukanku. Aku sangat takut karena tiba-tiba bisa berada sendirian disini.”


Aku memeluk Toru sejenak.


Toru tak membalas pelukanku. Dia hanya diam tak bergeming. 


Tunggu !


Aku merasakan sesuatu hal yang aneh dalam diri Toru. Aku langsung melepas pelukanku di badan Toru dan mundur dua langkah. Kulihat dengan penglihatan yang kurang baik karena gelapnya malam dan tebalnya kabut namun dengan bantuan cahaya bulan. Wajah Toru sangat datar, pucat dan terlihat sangat pucat. 


“Toru kau sakit?” 


Toru hanya diam.


Mataku menangkap suatu keanehan yang membuat jantungku bergetar hebat. Kedua tangan Toru yang lunglai di kanan dan kiri pinggangnya kini memanjang hingga sampai ke lutut dan terus menurun hingga betis. Dengan pelan tapi pasti postur tubuh Toru juga makin memanjang ke atas seiring dengan kepalaku yang semakin mendongak keatas. Kini tubuhnya hampir setara dengan pohon yang tingginya sekitar dua setengah meter di belakangnya. Tak berhenti sampai disitu, sesuatu dibalik punggungnya muncul. Seperti sayap, ah bukan sayap. 


Itu sepasang tangan.... 


Oh tidak....


Bukan sepasang tangan.


Dua pasang tangan?


Tidak juga.


Tapi....

......


Tapi tiga pasang tangan.


Toru memiliki empat pasang tangan yang artinya adalah 4 tangan kiri dan 4 tangan kanan dan jika dijumlahkan dia memiliki 8 tangan. Ketiga pasang tangan dibalik punggungnya meliuk-liuk seperti ular, malah seperti tentakel gurita. sementara tangan aslinya yang kini sepanjang betis hanya diam diam ditempatnya.


Aku takjub.


Tidak !


Aku terpaku ditempat.


Aku tak bisa berjalan apalagi berlari. Seakan terhipnotis oleh penampilan Toru yang baru dan terlihat seperti monster. Sekilas aku mengingat bahwa aku mengetahui jenis makhluk seperti ini. Aku masih berharap ini bukan kenyataan dan melihat Rumi dan Toru yang akan mengejutkanku bahwa ini hanyalah sebuah lelucon. Dan dengan riuhnya mereka berdua akan menertawai dan mengejekku habis-habisan. 


Namun harapanku tak sejalan dengan kenyataan.


Hal yang membuatku makin syok adalah wajah Toru yang semula tampan kini seakan mengelupas dan meleleh secara perlahan-lahan. Aku masih melihat detik-detik rusaknya wajah Toru. Waktu seakan berjalan lambat dengan dihadapkannya aku dengan pemandangan yang sangat menjijikkan. Wajah Toru makin merosot dari tempatnya meninggalkan sebuah wajah dengan permukaan yang rata. 


Rata.


Tanpa mata, alis, hidung dan bibir. 


Meninggalkan rambut pirang yang masih menempel di kepalanya. 


Wajah Toru yang mengelupas terjatuh dan  tergeletak tak berdaya diatas tanah. Aku melihat sekilas wujud wajah itu, seperti topeng karet namun bukan karet. Itu benar-benar kulit wajah manusia. Tangan kiri Toru yang panjang mengarah ke kepalanya dan mencabut rambut dengan kulit kepala yang masih tertinggal dirambut pirang itu. Dugaanku yang semula rambut itu adalah wig salah besar. Rambut itu pasti tercabut seluruhnya bersama kulit kepala seorang laki-laki yang memiliki wajah itu.


Jadilah makhluk ini bermuka rata hingga kebelakang kepala. Dari wajah hingga belakang kepala adalah tampilan putih yang rata. 


Aku semakin menggigil dan seakan lumpuh. Aku sangat mengenal seperti apa makhluk ini seperti yang kubaca di salah buku perpustakaan kampus kupinjam dan masih kubawa.


Mataku mengerjap beberapa kali dan berusaha untuk bersuara.


“Toru...”


Suaraku serak.


“Kau bukan Toru. Kau..kau.....”


Tidak ada suara, hanya suara ketiga pasang tangan Toru yang bergerak-gerak.


Kupaksakan dengan segenap tenagaku aku harus bisa pergi dari tempat terkutuk dan dari hadapan makhluk terkutuk ini. Keringatku semakin mengalir deras. Setelah berjuang keras akhirnya aku bisa menggerakkan kaki dan berlari sekencang-kencangnya menerobos ranting dan pohon-pohon yang tajam dan menggores kulitku. Aku merasakan mataku basah karena air mata karena dihantui rasa ketakutan yang teramat sangat. Akankah makhluk itu membunuhku?


Aku masih berlari kencang dan tak peduli dengan kulitku yang lecet dan beberapa diantaranya berdarah karena goresan ranting pohon yang cukup tajam. Mantel jaketku koyak  tak terbentuk. Aku memikirkan bagaimana caranya agar segera keluar dari hutan ini dan menemukan perkampungan penduduk dan selamat dari kejaran makhluk mengerikan itu.


Lagi-lagi harapanku bertolak belakang dengan kenyataan. Aku seperti berlari-lari memutari area hutan ini tanpa ada jalan keluar. Aku jatuh terduduk di sebuah pohon besar karena merasa lelah setelah berlari sekian lama. Setidaknya aku bisa bernafas sejenak dan menjauhi makhluk aneh tersebut. Aku merebahkan tubuhku di tanah dengan posisi miring dan meringkuk. Mataku masih jelas mengawasi sekitar dibalik lengan yang menutupi sebagian penglihatanku. 


Terlihat dengan sangat jelas dari kejauhan, tangan yang sangat elastis seperti tokoh elastic girl di film animasi ‘The Incredible’. Dan seperti tokoh Dash dengan kecepatan super, makhluk itu berdiri tepat di depanku yang masih meringkuk dengan rasa takut yang luar biasa hebat. Entah apa yang akan dilakukan oleh makhluk itu kepadaku, tapi aku harus memohon sesuatu agar makhluk ini tak berbuat macam-macam terhadapku.


“Toru... “ Ujarku lirih.


Hening


“Toru... atau apalah namamu... Kumohon jangan sakiti aku.”


Krik-krik


Bunyi binatang malam dari kejauhan.


“Tolong, biarkan aku keluar dari tempat ini.”


Krik-krik.


“Kumohooo...”


Dengan kecepatan yang sangat tinggi aku merasakan sepasang tangannya mengangkat tubuhku keatas sekitar dua meter. Melayang sejenak selama sepuluh detik dan dengan cepat makhluk itu menghempaskan tubuhku sangat keras ke batang pohon besar. Kurasakan badanku seakan luluh lantak dengan benturan itu. Dapat kurasakan tulang-tulangku remuk dan berpindah dari tempatnya. Darah mengalir deras dari sekujur tubuh dan kepalaku. Pandanganku gelap dan aku tak ingat apa-apa lagi.




#####################`


~ Dua gadis dinyatakan hilang setelah pergi bersama seorang pria berpenampilan rapi dan berpakaian hitam-hitam dengan jas. Berhati-hatilah dan jaga dirimu baik-baik. ~


Selebaran berisi berita dan peringatan itu menyebar di seluruh penjuru kota kecil ini.
Dan hingga beberapa bulan kedua gadis yang dinyatakan hilang itu belum ditemukan. Kedua gadis itu seakan menghilang tanpa jejak.


Epilog.


Buku itu kembali pada tempatnya disalah satu sudut rak perpustakaan. Menunggu untuk ditemukan oleh seseorang yang menjadi salah satu korban berikutnya.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~’

Wew.
 
Sumpah merinding abis waktu ngetik ini. Hahaha. Paranoid sendiri jadinya tiap ada suara macem-macem. Ada yang takut atau jijik ga baca fanfic Toru yang ini? Oh iya maaf ya buat para penggemarnya babang Toru karena saya bikin babang Toru jadi tokoh yang cukup nista disini. 

Tapi kan aslinya tau sendiri, dia ga nista. Dia full charming dan mempesona yekaaan?
Sempet curhat sih di pesbuk sama twitter kalo kecanduan kopi akhir-akhir ini, ah mau gimana lagi tiap liat kopi bawaannya gembira terus. Kek habis konsumsi hepi faif (Sok lu, kayak pernah nyoba ajah) hahahaha

Ide bikin fanfic kayak gini terlintas di pikiran gw saat gw baca-baca urban legend, creepypasta dan misteri misteri lainnya. Karena gw suka baca hal-hal yang berbau misteri dan hal yang masih jadi abu-abu dengan belum ada kejelasan pasti. Hingga akhirnya gw milih castnya mas mas bermuka rata ini dan bertentakel kayak squidward (sodara jauhnya squidward kali ya) dan berpenampilan kayak orang yang lagi kondangan. Dan hal-hal yang gw takutin sih sebenernya kalo tiba-tiba gw punya jiwa psikopat yang terpendam dan muncul dalam diri gw karena keseringan baca kisah creepypasta yang emang kebanyakan psikopat. Hiiiiy amit-amit dah *ketok meja trus ke kepala* jangan sampe jangan sampe jangan sampe. Gw normal gw normal gw normal bukan psikopat.

Hayooo ada yang tau makhluk apa yang gw maksud? Kalo belom silahkan cek di mbah gugel yak. And you will find how creepy si mas-mas bermuka rata itu...

Oke deh... sekian dulu cerita dari gw.

.

.
Terimakasih sudah berkunjung.
.
.
.
Kapan-kapan Main Lagi ya...
.
.
.

6 komentar:

  1. ASTAGHFIRULLAAAAAAAAAAAAAAH!!!
    Entah mau nangis, ngakak apa ngeri baca ini fanfic. WIDIIIII!
    ヾ(*`Д´*)ノε=ε=┏(; ̄▽ ̄)┛ *kejar2 bawa wajan*

    Kok bisa jadi bang Slendy sih makhluk cakep begitu? Ya walaupun aku nggak menyangkal bahwa muka judes psikopatnya cocok sih buat jadi setan2an. Tadi kupikir dia vampir, pangeran tampan berjas segala, kan pas tu kalau mau jadi NC21 (///∇///) eh ternyata jadi setan yg absurd :|
    Tapi aku maklum sih, mungkin kamu kebanyakan kopi jadi kamu bikin fanficnya yang begini. Hati-hati sama lambung, tekanan darah dan pola tidur lho ^_^ Kalau nggak butuh zat bikin meleknya, dihirup juga sama kok rasa hepinya :D

    Btw ini ceritanya udah bagus (・∀・)
    Berasa lebih niat dari pas bikin punya kekasihku kemarin *ditabok*
    Semangat nulis terus ya ( •̀ ◡ •́ )b
    Ditunggu kejutan selanjutnya!

    PS. Jadi psikopat itu seperti jadi dewasa kok : pilihan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bwahahahahahaha ampoooooon................... #larinaikangkot

      Hahahahaha, ga nyangka ya mamas ganteng gitu jadi mas slendy... hehehehehe.ga cocok sama muka ganteng dia.
      Sebenernya sih mau ngasih nama genre thriller, tapi kalo udah tau dari awal ya jadi gampang ketebak. Jadinya ku kasih NC21 aja yang artinya bisa bisa macem-macem.

      Hooh nih mbak, lama-lama kuatir juga sama lambung, apalagi sekarang kurang banget minum air putih. dan lebih parah lagi aku punya penyakit yang lumayan parah & ga bisa disembuhin.
      Penyakit gampang laper.

      Hehe trimakasih mbak, pasti besok-besok bikin lagi yang mudah-mudahan lebih bagus dari sebelum-sebelumnya :D

      Jadi psikopat itu mengerikan. #ngakak

      Hapus
  2. Iya sih tadinya sempat mikir kalau kamu bikin fanfic yang enggak-enggak, namanya juga NC-21 kan. Eh ternyata emang yang enggak-enggak sih
    (_ _;)
    Gini malah bagus kok :D aku suka nemu cerita yang beda, atau jauh dari harapan.♥

    Wah. Gawat juga penyakitnya Σ(゚Д゚)
    Ngabis-ngabisin duit dan ngabisin isi kulkas dan persediaan bahan makanan...
    ヾ(*`Д´*)ノε=ε=┏(; ̄▽ ̄)┛
    Aku pernah maag parah gara-gara kebanyakan kafein sih, tapi sampai sekarang masih suka konsumsi juga walau sedikit. yaa yang penting jaga diri lah (^_^)/

    Semangat yaa

    (Ah nggak juga kok kalau udah jadi. Psikopat mah adanya seneng dan menikmati aja :p ←salah)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengen sih bikin kek gitu, tapi kalo bikin yang beneran NC-21 gitu kan mesti ngebayangin adegan per adegan gitu-gituan kan mbak, ahhh belom berani bayangin ah (padahal udah cukup umur buat nikah, hahaha)
      Atau kalo ga inspirasi bisa dapet dari bf, tapi masa harus nonton bf dulu? kan ga lucu. hahaha.
      Trus kan blogspot ga ada widget buat protect artikel yang dirasa ga bisa dibaca semua orang. Bahaya tuh kalo yang dibawah 17 taun udah baca-baca artikel yang kek gitu.

      Eh masa sih mbak kebanyakan kafein bisa bikin maag ? ngeri dong kalo gitu. dikurangin deh kalo gitu. Penyakit maag susah disembuhin itu.

      Ah mbak dessy, emang menyesatkan. hahahahaha.

      Hapus
  3. Nonton BF? Bwahahahahahahaha
    Cukup buka fanfiction.net cari yang rateM. Dah, lo dapet inspirasi dari sana dah.... #sesat
    Anak SD aja bisa kok bikin yg ++ 17 th. Wkwkwkwkwk (miris banget)

    ps: jangan ditiru kata-kata gue... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah emang lo sesat. hahahaha
      Anak SD sekarang pikirannya udah terlalu jauh melaju daripada kita-kita yang udah mayan dewasa yah...
      Buktinya banyak anak SMP yang udah mendahului seniornya alias kita-kita nikah. heuuuh

      Hapus

Feel free to comment... silahkan....