Why ? Chapter IV
Author : Parasarimbi
Genre : Romantic?
Lenght : Chapter
Main Cast :
You / Me as Karenina,
Taka as Taka,
Alex as Alex,
Nakajima Yuto as Nakayan,
Toru as Toru,
Nanako as Nanako (oc)
Disclaimer : Story is Mine
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Selang beberapa hari sejak Nanako
mengajakku bergabung dengan tim bola voli kampus, kebiasaan sehari-hari yang
kulalui mulai berubah. Sepulang dari kampus biasanya kuhabiskan dengan hal-hal
yang membuang waktu dan tak berguna, namun kini aku sudah memiliki kesibukan. Berlatih
voli bersama teman-teman satu tim saat sore hari hingga menjelang gelap. Terkadang
juga diatas jam 7 petang hingga larut malam. Jadwal latihan sudah ditentukan setiap 4 hari
dalam satu minggu. Hari yang tersisa boleh digunakan untuk beristirahat atau
berlatih sendiri di luar.
Aku sibuk sekali.
Tapi aku sangat senang !
Dan aku tak memperdulikan otot-otot dan badan yang pegal dan lebam di sekujur tubuh karena berlatih cukup keras bagi pemula seperti diriku.
Teman-teman di tim voli sangat
menyambut gembira dengan bergabungnya aku dalam tim. Benar kata Nanako, mereka
sangat baik sekali dan tidak ada hal-hal yang tidak kuinginkan yaitu ‘bullying’.
Bahkan mereka tak sungkan untuk membantu memperbaiki teknis-teknis dalam
voli yang dirasa masih kurang tepat.
Namun mereka juga tegas mengingatkan jika aku
tidak konsentrasi atau kurang sungguh-sungguh dalam latihan.
Pelatihku juga sangat baik.
Yamamoto-San namanya. Pria beruban bertubuh kurus dan jangkung ini sudah
berumur kurang lebih 50 tahun namun masih memiliki stamina yang kuat. Beliau
suka sekali menggunakan celana dan jaket training ketika melatih tim.
Yamamoto-San juga sangat tegas ketika melatih, tak segan-segan ia menghardik
dengan keras ketika latihan kami tak seperti yang diharapkan. Namun saat santai
sesudah latihan beliau menjadi pribadi yang sangat hangat dan humoris. Salut
untuk pelatih Yamamoto-San.
Segala lelah dan keringat saat
berlatih semuanya tak ada artinya dibanding dengan kebahagianku bersama
teman-teman dalam tim yang kuhitung berjumlah 13 orang termasuk diriku. Memang
sedikit sekali tapi sangat menyenangkan ketika kami sudah bertemu dan mengobrol
sebelum ataupun sesudah latihan. Seakan hari esok lebih cepat datang dan
berlalu, seperti hari ini.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 8 malam, aku berlatih lebih
lama dari biasanya bersama Nanako. Teman-teman yang lain sudah pulang kerumah
masing-masing sejak pukul 7 malam. Pelatih memberi masukan untuk lebih belajar
lagi passing atas karena menurut beliau passing bawah serta smash yang kumiliki
sudah bagus. Aku sendiri mengalami kesulitan ketika melakukan passing atas
karena sering meleset dan jariku selalu tertekuk hingga menyebabkan bola tidak
pernah tepat menuju depan spiker. Jadi aku harus bisa berlatih dengan keras
setelah latihan karena Yamamoto-San tidak mau melatih diluar jam latihan.
Selain itu aku juga belajar untuk menyempurnakan passing bawah agar defends
penyelamatan bola lebih kuat dan juga jumping smash agar pukulan dari atas
jaring net lebih akurat.
Badanku basah kuyup karena
keringat yang mengalir sangat banyak dengan kerasnya latihan malam ini. Aku dan
Nanako sepakat mengakhiri latihan hari ini karena sudah sangat lelah dan jam
sudah menuju larut di angka 9 . Gedung olahraga di kampus juga sudah harus
ditutup dan semua lampu dimatikan. Tak sempat mandi ataupun sekedar berganti
baju dan hanya membalut celana olahraga pendek
yang dikenakan selama latihan dengan celana training. Aku dan Nanako segera
meninggalkan gedung olahraga kampus dan saling berboncengan dengan sepeda.
Saat ditengah perjalanan, Nanako
mengayuh pedal sepedanya dan berkata,
“Nina, bagaimana jika aku tak
bisa mengantarmu sampai rumah? Karena aku benar-benar sudah tak kuat lagi
mengayuh sepeda. Aku sudah rindu pada tempat tidurku..” Tanya Nanako dengan
suaranya yang terlihat sangat lelah.
“Ahh tentu saja tak apa. Maaf
sudah sangat merepotkanmu. Aku akan berhenti di persimpangan saja dan memanggil
taksi.” Aku yang duduk di boncengan sepeda belakang Nanako merasa tak enak.
“Tidak tidak... Bukan begitu
Manami. Aku tak bermaksud apapun. Tapi mungkin kali ini saja aku tak bisa
mengantarmu pulang. Aku benar-benar lelah.”
“Kau ini, tak perlu sungkan
mengatakan apapun padaku. Aku akan mengerti.” Kutepuk punggung Nanako beberapa
kali seakan mengatakan aku tak apa-apa.
“Ahhh aku jadi tidak enak padamu
Nina...”
“Sudahlah... Lagipula aku kan
sudah besar bukan anak taman kanak-kanak. Aku bisa pulang sendiri....” Gurauku
untuk mencairkan suasana.
“Hahaha benar juga apa katamu.
Yasudah beberapa meter lagi aku turunkan kau disitu ya. Hati-hati di
perjalanan. Jangan lupa jika sudah sampai rumah kabari aku yaa...”
“Heh.. kau pikir kau Ibuku !
Perhatian sekali padaku. Hahahaha”
“Iya aku Ibu barumu,
perkenalkan...hahahahahaha” Nanako terkikik sambil tangannya mengerem laju
sepedanya kemudian berhenti dan mengambilkan tasku yang berada di kranjang
sepeda didepan.
Aku turut tertawa kemudian turun
dari boncengan sepeda dan berdiri disamping Nanako dan mengambil tas yang
berada di tangan Nanako. Sembari berpamitan aku melontarkan kata-kata canda
untuk membalas joke yang sudah ia katakan tadi.
“Baiklah Ibu Baru... putrimu akan
melakukan apa yang Ibu perintahkan... hahaha.”
“Hahahahahahaha” Kami tertawa
bersamaan.
“Yasudah... Aku pulang dulu
Nina... sampai bertemu besok di lapangan taman kota ya..”
“Roger That !” Jawabku sembari memberikan gesture telunjuk dan jari
tengah yang kuletakan di kening seperti hormat anak buah pada atasannya.
“Oke Byeeeee.....”
Nanako mengayuh kembali sepedanya
dan ditelan kegelapan dan belokan jalan. Aku melanjutkan perjalanan sendirian
di trotoar. Aku baru menyadari bahwa aku sangat haus sekali dan sangat butuh
air. Namun aku menemukan botol tempat air minum sudah kosong dan tak ada air
setetespun, aku kecewa. Kulihat sekitar dan mencari-cari keberadaan minimarket
yang masih buka, gotcha !
50 meter di depan sana aku
melihat banner lampu minimarket berkedip-kedip. Disana pastilah ada mesin
penjual minuman otomatis, dan pasti air yang kubutuhkan juga tersedia disana.
Kulangkahkan kaki cepat agar sesegera mungkin bisa meneguk segarnya air putih.
Aahh seakan-akan aku ini ikan yang sehabis melompat dari luar akuarium dan
sangat butuh air.
Sangat butuh air !
Oke. Aku sudah sampai di depan
mesin dan sudah memasukkan beberapa koin dan memilih air yang akan kuminum.
Setelah menunggu beberapa detik, dua botol air minum keluar dari mesin dan
segera kuraih kedua botol itu. Kubuka penutup botol kemudian kuminum
cepat-cepat dan habis di botol pertama. Segar sekali rasanya, aku jadi mengerti
kenapa air putih bisa menjadi seenak ini. Rasanya manis seperti madu walau
kenyataan yang kurasakan sebenarnya adalah rasanya yang tawar. Aku terlihat
sangat rakus ketika membuka tutup botol yang kedua jika tak ada seseorang yang
menyapaku,
“Nina... sedang apa kau?”
Toru.
Ia terlihat baru saja keluar dari
pintu minimarket didepanku. Mungkin ia melihat keberadaanku dan langsung
menyapaku, Toru memang ramah. Tapi melihat kenyataan bahwa Toru adalah sahabat
karib dari Taka membuat hatiku sedikit perih. Melihat Toru sama saja aku kembali
merasakan aura Taka disana. Apa kabar ia hari ini? Kenapa lelaki berambut
keriting itu masih saja menghantui langkahku? Kenapa lelaki itu tak segera
pergi dari bayanganku? Entahlah...
“Oo Toru, aku tak menyangka kita
bisa bertemu disini.” Akhirnya aku dan Toru mengobrol sebentar dan aku tak jadi
meminum botol keduaku.
“Yahh aku juga tak menyangka. Kau
darimana?” pandangan Toru beralih melihat penampilanku yang menggunakan kaos
olahraga dan celana training panjang dengan tas selempang yang menyampir dipundak.
“Aku sehabis berolahraga malam,
kau sendiri?”
“Rajin sekali olahraga malam begini.
Ah... Aku sedang bersama temanku ada sebuah proyek kecil dan kami harus
mengikuti meeting saat midnight.”
“Yah begitulah..., Oh.. meeting.
Kau berjalan kaki?” Aku memperhatikan gaya kasual Toru yang benar-benar selalu
tampan dimanapun dan kapanpun. Jaket kulit dan celana jeans yang membalut
tubuhnya membuat pesonanya semakin berkilau. Apalagi ia adalah seorang gitaris
dari band yang juga mantan kekasihku sebagai vokalisnya.
“Tidak, aku menumpang mobil
temanku dan ia berada dalam mobil. Aku mampir ke minimarket untuk membeli kopi
dan rokok.” Toru menerangkan panjang lebar sembari tangannya menunjuk mobil
yang ditumpangi dan temannya yang masih berada dalam mobil.
Pandanganku pun ikut terarah pada
mobil yang ditunjuk Toru. Aku tak bisa melihat siapapun, kaca gelap di mobil
berwarna hitam itu tak bisa kutembus dengan mata normalku. Entah mengapa aku
yakin bawa ada mata tengah memperhatikanku, aku yakin ada beberapa orang
didalam sana. Aku menoleh kembali ke arah Toru.
“Aku turut senang, kau dan
teman-temanmu sangat hebat. Semoga
proyek yang kau kerjakan berhasil.”
“Terimakasih, tapi kau pulang sendirian?”
“Yap.. memang kenapa?”
“Kalau kau mau, aku bisa meminta
temanku untuk mengantarmu pulang..”
“Toru, kau tak perlu seperti itu.
Aku bisa pulang sendiri.” Sergahku dengan kedua telapak tangan terbuka depan
dada.
“Tak apa, tak baik perempuan
berjalan sendirian di malam hari..”
“Aku hargai penawaranmu tapi aku
benar-benar ingin pulang sendiri. Mungkin lain kali aku bisa menerima ajakanmu
jika penawaran itu masih berlaku lain hari.........”
Sreeeeeet....
Suara roda yang direm sangat
kencang.
“Kakak ! Kak Nina!”
Suara lantang itu mengagetkan aku
dan Toru. Aku melihat ke arah seseorang yang memanggil namaku di lajur sepeda beberapa meter dari tempatku
berdiri.
“Nakayan??”
“Aku mendapat pesan dari Kak
Nanako jika ia tak bisa mengantar Kak Nina pulang..” Nakayan langsung
menjelaskan tanpa kutanya.
“Lalu..?” Tanyaku kembali dan menoleh
ke arah Toru yang memberi tatapan tanda tanya.
“Siapa?” Bisik Toru
“Adik temanku...”
“Ohh... Sepertinya kalian akrab.”
“Tentu saja, dia adik temanku.”
Ujarku sambil memberi sedikit tinjuan kecil di bisep Toru dan ia pura-pura
mengaduh.
“Ayo kuantar pulang...!” Nakayan
terlihat sangat antusias, saat melihat ke arah Toru ia membungkukan sedikit
badannya dan kepala yang terangguk hormat.
“Apa tidak merepotkan dirimu?”
“Sudahlah ayo naik...!”
Setelah berpikir beberapa menit
dan menimbang-nimbang sesuatu, aku berpamitan pada Toru.
“Toru aku pulang dulu ya..”
Pamitku sembari membonceng di belakang Nakayan, tanganku masih memegang botol
air minum yang masih utuh. Nakayan meminta tas selempang milikku yang kemudian
ia lingkarkan di pundaknya.
“Oke. Hati-hati...” Sahut Toru.
Pelan sepeda mulai berjalan dan
aku melambaikan tangan pada Toru dan dibalas olehnya dengan lambaian tangan
singkat kemudian ia segera masuk kedalam mobil.
Ketika baru beberapa kayuh,
Nakayan mengajakku berbicara dan kami terlibat dalam obrolan yang panjang dan
tak tentu arah. Aku sangat heran bisa secepat ini akrab dengan Nakayan yang
baru beberapa waktu yang lalu kukenal. Lagipula ia memang mudah akrab dengan
siapapun dan tak pernah memilih teman, begitu yang Nanako sering ceritakan
tentang Nakayan. Remaja laki-laki tingkat 2 di high school itu juga mempunyai prestasi yang cukup bagus di
sekolahnya dan tak heran banyak gadis-gadis di sekolahnya yang mengaguminya.
“Kakak...”
“Hmmm..?”
“Yang tadi itu kekasihmu?”
“Bukan, aku tak punya kekasih. Dia hanya teman di kampus.”
“Oh...”
“Kau mengenalnya?”
“Tidak.”
“Ohh kukira kau kenal dengannya.”
Hening selama beberapa saat.
Nakayan tetap mengayuh sepedanya dengan santai dan aku kembali meneguk air
minum di botol yang masih utuh dan baru saja kubuka segel penutupnya. Tak berapa
lama Nakayan kembali bertanya,
“Kakak sudah sangat lelah?”
“Yahh lumayan. Ada apa?”
“Oh.. yasudah. Tidak ada
apa-apa.”
“Kau yakin?”
“Yakin...”
“Kau tak berbohong?”
“Tidak Kak...”
“Ada apa?”
“Ada apa apa? Tidak ada?”
“Benar?”
“Benar Kak....”
Sahutan cepat terlontar
masing-masing dari kami, sepertinya anak ini susah sekali mengatakan sesuatu. Kutanya
berkali-kali ia seolah menjawab tidak ada apa-apa, hmm sepertinya anak ini
harus kupaksa untuk berbicara. Aku berpikir dengan cara apa aku memaksanya.....
“Kalau kau tak mau berkata yang
sebenarnya aku akan....”
“Akan apa?”
“Akan kugelitiki perutmu...
bagaimana?”
“Kalau mengatakan yang
sebenarnya?
“Sama saja dengan yang pertama.”
“Wah pilihan yang sulit,
hahahaha.”
“Hahaha...” Tawa kami pecah dan
terjadi hening lagi beberapa menit.
“Ada apa Nakayan? Bilang saja aku
hanya ingin tahu. Kau tak perlu sungkan”
“Hmmmm baiklah.. aku sebenarnya
ingin mengajak Kakak berkeliling dengan sepeda bersama teman-teman di komunitas
pesepeda...”
Aku menepukkan pelan telapak
tangan ke keningku.
“Astaga.... jadi itu yang ingin
kau bicarakan? Kupikir ada sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.”
“Ya hanya itu. kakak keberatan?
Kalau keberatan akan langsung kuantar pulang.”
“Sepertinya seru, aku mau ikut !”
“Benarkah?”
“Tentu saja, aku ingin
berkeliling juga...”
“Baiklahhhh... aku senang Kakak
mau ikut. Setelah acara selesai pasti Kakak akan sampai rumah dengan selamat.”
“Iya, aku percaya
padamu.”
“Kalau begitu, kita berbalik arah
lagi...Kakak berpegangan pada pinggangku erat.”
“Ayoooo hahaha...” Aku tertawa
senang begitu pula dengan Nakayan. Sepeda berputar arah kemudian melaju kencang
menuju tempat yang akan didatangi.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Senja menjelang malam, ketika
dengan santainya aku mengayuh sepeda perjalanan pulang ke apartemen melewati
jalur sepeda. Badanku sangat lelah setelah latihan di lapangan terbuka di taman
kota. Tubuhku terasa lengket karena balutan pasir yang menempel ketika aku
terjatuh saat menahan pukulan keras bola voli yang mengarah padaku. Tapi memang
menyenangkan bila berlatih di lapangan berpasir seperti saat pertama kali aku
diajak bermain oleh Nakayan.
Aku berpisah di simpang jalan
dengan teman-temanku yang lain, termasuk Nanako dan Nakayan. Jangan tanyakan
bagaimana bisa aku memiliki sepeda, karena aku baru membelinya sepulang dari
kampus dan langsung kupakai untuk transportasi dari apartemen ke lapangan di taman
kota. Aku tidak ingin merepotkan Nanako maupun Nakayan karena mereka senang
sekali mengantarku pulang, aku tak mengerti alasan mereka. Jadi aku langsung
membelinya dengan tabungan yang sudah kukumpulkan selama bertahun-tahun.
Senang rasanya memiliki sepeda
sendiri. Sepeda lipat milikku yang berwarna coklat ini terlihat sangat cantik
dan aku sangat menyukainya.Dengan sepatu yang talinya kuikat jadi satu kemudian
kugantung di leher seperti medali, sandal rumah sebagai pengganti sepatu karena
kakiku sudah sangat berkeringat. Membiarkan kulit di kaki bernapas setelah
sebelumnya tertutup oleh kaos kaki dan sepatu yang basah adalah ide yang baik.
Botol air minum yang isinya sudah habis tak bersisa serta tas selempang agak besar
kuletakkan di stang sepeda. Perjalanan memang terasa sangat panjang karena aku
mengayuh pedal dengan sangat pelan seolah sangat menikmati perjalanan yang
kulalui bersama sepeda baru.
Sore ini akan menjadi sangat indah jika tidak ada sesuatu yang
merusak moodku. Sebuah mobil SUV berhenti berjarak beberapa meter didepanku, dengan
suara rem yang berdecit persis seperti mobil mafia yang akan menculik seseorang
yang sering kulihat di televisi. Aku turut berhenti dan terdiam ditempat karena
terkejut. Seorang pria tinggi membuka pintu mobil di bagian belakang disusul
oleh beberapa laki-laki berpakaian hitam-hitam. Kupikir mereka akan menculikku
dan membawaku ke suatu tempat manakala kulihat wajah seseorang yang terlihat
familiar.
“Shoko...” Sapa laki-laki yang
berpenampilan seperti tuan muda. Dia langsung memanggilku begitu turun dari
mobil.
Shoko....!
Neptunus !
Nama itu !
“Al.. Alex..” Bisikku lirih pada
diriku sendiri.
Perasaan panik seketika
menyerang. Dengan cepat kubalikkan arah laju sepedaku mencoba untuk melarikan
diri lagi, tapi usahaku kali ini gagal total. Pria-pria berpakaian hitam dan
berbadan kekar ini mengejar dan menangkapku dengan mudah karena baru beberapa
kayuh saja langkah mereka bisa menyusulku. Sial sekali diriku yang tak bisa
lolos dari kepungan gerombolan lelaki ini. Salah satu dari mereka memaksaku
turun dari sepeda dan merampasnya, dan dua lainnya memegang erat kedua lenganku
dan diseret paksa menuju dimana Alex berada.
Aku meronta mencoba melepaskan
diri, namun semakin keras aku meronta semakin keras pula cengkraman tangan
kedua lelaki ini. Lihat, aku seolah seorang buronan yang baru saja tertangkap
dan hendak diadili oleh sang pengadil. Dengan menelan ludahku sendiri aku
berharap Neptunus menolongku agar Alex tidak berbuat macam-macam terhadapku.
“Kau ingin melarikan diri lagi?”
Tangan Alex terlihat mengusap-usap dagunya yang licin sembari menatapku intens.
Pegangan dari kedua lelaki ini
sudah terlepas dari lenganku dan aku mengusap pelan lenganku yang sedikit
memerah akibat cengkraman yang cukup kuat dari pria berpakaian hitam-hitam itu.
Aku tak menjawab pertanyaan Alex selain memberi tatapan Death Glare padanya
“Maaf untuk tanganmu, lain kali
akan kupastikan anak buahku menangkapmu dengan halus jika kau ingin melarikan
diri lagi...”
Aku mendengus kesal.
“Bisakah menemuiku dengan lebih
manusiawi lagi? Aku sangat tidak suka dengan cara seperti ini ! Kau pikir aku
buronan penjahat !” Sentakku dan memberi tatapan setengah melotot pada Alex.
“Shoko.. Shoko, kau memang
buronanku, kau tidak merasa?” Gumam Alex sembari terkekeh pelan.
Aku mendecak kesal.
“Bisakah aku pergi, aku harus
segera pulang. Ada sesuatu yang harus kukerjakan.” Aku mencoba mengambil sepeda
yang masih berada pada pria berpakaian hitam itu.
“Setelah berusaha mencari
keberadaanmu dengan susah payah, kau pikir aku akan melepasmu begitu saja?”
Ujar Alex sambil bersedekap.
Aku mengacak pelan rambutku,
mengusap leher bagian belakang karena bingung memikirkan bagaimana cara
melarikan diri lagi. Tapi tak ada ide apapun untuk saat ini, bagaimana tidak...
sepeda dan tas masih ditahan oleh pria berpakaian hitam-hitam. Aku tidak
mungkin kabur begitu saja meninggalkan barang-barang pentingku.
“Apa yang kau inginkan Alex?
Ijinkan aku pulang, aku benar-benar sudah lelah.” Aku mulai gusar dan tidak
nyaman.
“Hey, bicaralah dengan konsisten.
Tadi kau bilang ada urusan yang harus kau kerjakan, dan baru saja kau
mengatakan kau lelah?” Alex tersenyum mengejek dengan sudut bibir terangkat
satu.
Aku membuang muka ke arah jalan,
sebal dengan perkataan Alex.
Suara lain menginterupsi.
“Tuan aku sudah menemukan tanda
pengenal nona ini...”
“Kemarikan, Kento-San”
Aku menoleh ke sumber suara,
seorang laki-laki menggeledah tasku yang masih tergantung di stang sepeda.
Emosiku tersulut, dia tidak bisa seenaknya bermain-main dengan privasi
seseorang. Masih dalam keadaan yang tak berdaya aku hanya melihat pria yang
bernama Kento itu menyerahkan kartu tanda pengenalku ke Alex. Membacanya dengan bibir tersungging.
“Karenina Aoki, nama yang bagus.
Jadi... kau berbohong padaku soal nama?”
Dengan menyedekapkan tangan, aku
sama sekali tak menjawab pertanyaannya dan hanya memberikan tatapan ‘lantas kau
mau apa?’
Alex bersandar pada mobil
berwarna hitam yang terparkir manis di pinggir jalan. Dengan kaos kasual lengan
panjang berwarna hijau tua dan celana jeans hitam Alex terlihat tampan. Wajah
baratnya terlihat mendominasi pada bagian mata dan hidung. Sungguh aku akan
dengan sukarela mengatakan ia tampan jika ia tak melakukan ini padaku.
Benar-benar aku sama sekali tak
menginginkan jika aku bertemu lagi dengan lelaki ini, semua ingatan tentang
klub itu hampir kulupakan. Dan aku berniat untuk menghapus semua kenanganku
waktu itu. Namun yang terjadi adalah laki-laki yang sempat menjadi pasangan
singkatku di acara pesta ulang tahun Taka di klub malam ini mencari
keberadaanku. Kupikir dengan mudahnya ia akan melupakan gadis yang kabur di
tengah-tengah pesta dengan memberi alasan fake
ke toilet. Semuanya terasa memusingkan saat aku memulai kehidupan dan
keseharian yang baru dan laki-laki ini muncul....
“Tapi, aku akan tetap memanggilmu
dengan nama Shoko...” Lanjut Alex dengan menatap tajam wajahku tak berkedip
selama beberapa detik.
To be continued
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Selamat datang Mei !
Oke chapter IV sudah hadir di malam tepat pergantian dari bulan April ke bulan Mei.
Ngemeng2 ada yang mau ikut demo besok pagi?
Dan karena gw juga udah lama ga nerusin ff lama yang belum selesai, akan gw coba nyelesain satu-satu yang kira-kira udah lama di draft dan ketumpuk sama yang baru-baru.
Karena besok hari libur, gw mau begadang sampe pagi nulis ff. Semoga cepet kelar dan cepet di publish deh.
Gw bertapa lagi ya... wussssss *ngilang
Selamat jam 00.12
.
.
.
Terimakasih Sudah Berkunjung...
.
.
.
Kapan-kapan Main Lagi Ya...
.
.
.
sumpah ya hahaha abis baca fanfic ini kenapa jadi kesel banget sama taka -_- hahaha udah ky racun aja, tapi cepet lanjutin dongs yg ini yo mba fanfic nya sama yg a Pathetic Girl with a Stubborn Boy, aku fans mu mbaaaaa !!! hahaha ;)
BalasHapusHallo Ria,
HapusPasti semangat banget ya waktu mencet tombol publikasi komen karena jadi muncul dua? hehehehe
Haduh makasih banget kalo udah ngikutin ff nista saya ini, sumpah saya beneran terharu banget ini *lap ingus
Okay, karena banyaknya permintaan, moga-moga aja bisa kepublish cepet ya :D
Brasa artis aja pake fans-fans segala hehehehe.
Sekali lagi makasih udah baca dan ngikutin ff ini ya :D
Sebenernya cuma sekali mencet loh haha kesalahan teknis mungkin, jadi malu saya *apus komen yg satunya* fighting mbaaaa ! Aku beri semangat !!!! Aku bantu do'a wkwk
BalasHapusHahahaha, trimakasih banyak ya...
Hapusudah dikasih semangat & dibantu doa.
Salam kenal :D
Salam kenal mba author \=D/
BalasHapus:D :D :D
Hapus