Why ? Chapter III
Author : Parasarimbi
Genre : Mengikuti arus (genre macam apa)
Lenght : Chapter
Main Cast : Me/You as Karenina,
Taka as Taka, Alex as Alex. Nakajima Yuto as Nakayan.
Disclaimer : Story is mine and always mine. ~ ngeeeek
Notes : Sengaja gw kasih
penambahan cast diluar OOR. Biar greget gitu ada daun muda.. hahaha ceileh...
~~~~~~~~~~~~~~
Keesokan hari.
Semua mata terarah kepadaku
ketika aku berjalan di koridor gedung kampus dan hendak memasuki kelas yang
akan kutuju. Mereka seolah menatap takjub seperti belum pernah melihatku
sebelumnya. Ah mungkin mereka terkejut karena melihat perubahan dalam
penampilanku. Lihat saja para gadis menatap iri kepadaku dan para laki-laki
memandangku seolah tak berkedip. Apakah perubahanku ini mengejutkan mereka?
Padahal aku hanya melepas
kacamata bingkai tebal yang biasanya bersarang di atas hidung dan depan bola
mataku. Rambut sepunggung yang biasa kuikat kini kugerai dan kuluruskan hingga
rambutku terlihat lebih berkilau. Aku juga berganti fashion yang lebih feminim
dan terlihat lebih elegan dari yang biasa kukenakan. Kusapukan sedikit bedak
agar wajahku terlihat segar dan lipgloss untuk menyempurnakan wajahku. Tidak
ada yang spesial pada diriku, hanya berubah sedikit agar aku bisa secepatnya
move on dari ingatanku bersama Taka.
Saat aku masuk ruangan kampus dan
berjalan menuju salah satu bangku yang masih kosong, suara yang tadinya riuh
berubah hening dan hampir semua pasang mata mengarah padaku. Dalam keheningan
suara siulan muncul dan nada menggoda dari teman laki-lakiku. Mungkin ada yang
aneh dengan penampilanku yang baru namun aku bersikeras tak akan peduli.
Bisik-bisik mulai terdengar dari
beberapa teman wanita yang duduk dibelakangku. Dan tak berapa lama kemudian
beberapa diantaranya memanggilku dari bangku yang didudukinya.
“Nina...Nina...”
“Ya?”
“Kau terlihat lebih cantik, kami
sedih atas berakhirnya hubunganmu dengan Taka. Tapi kami senang kau sekarang
terlihat lebih segar.”
Aku tersenyum dan menjawab dengan
hati yang hangat dan mengangguk kuat.
“Ah... Mae dan Yuki, terimakasih
atas ucapan tulus kalian. Aku sangat menghargainya.”
Dan keduanya hanya menganggukkan
kepala sembari mengangkat kedua jempol mereka.
Kedua gadis itu memang gadis
yang baik walau aku tak terlalu dekat dengannya.
Kelas berlangsung tertib setelah
Dosen masuk ruangan dan memberikan penjelasan dan materi cukup membuat kantuk
menyerang karena terlalu banyak teori yang dijabarkannya. Hingga tak terasa
siang hari sudah datang dan jam mata kuliah yang membosankan itu berakhir. Aku
memutuskan untuk menyendiri di kursi taman menikmati kesendirian dan hanya
ditemani desiran angin dan nyanyian burung yang sesekali hinggap di pepohonan.
Siang yang begitu damai ini
sedikit terusik ketika beberapa gadis mendatangi tempatku berada. Suara mereka
begitu mengganggu telingaku,
“Haruna.. kau sudah dengar kabar
belum kalau ada seseorang yang sedang patah hati karena dicampakkan oleh
kekasihnya yang vokalis terkenal itu...”
“Oh tentu saja Yumiko, kabar itu
sudah beredar dimana-mana kan? Hanya orang yang kampungan saja yang belum
mendengar kabar itu... hahahahaha....” Tawa mereka pecah seketika sambil
berpura-pura dan sok menutup mulut mereka dengan gaya yang palsu.
Hahh... dia lagi dia lagi...
gadis itu selalu saja mengganggu ketenanganku. Saat aku masih bersama Taka dia
sering membuat ulah, dan ketika aku sudah tak bersama Taka lagi dia juga
seperti ini. Aku sangat tak mengerti masalah apa yang pernah kuperbuat
dengannya hingga ia seakan tak lelah untuk selalu menusukku dengan kata-kata
pedasnya.
“Oh iya apakah kau juga sudah
melihat bahwa gadis itu merubah penampilannya? Ah kupikir dia ingin segera
mendapatkan penggantinya setelah putus. Hahaha...” Tawa itu kembali terlontar.
“Tapi kupikir itu tak akan
berhasil, lihat saja kekasihnya menendangnya tanpa ampun. Apalagi mendapatkan
yang baru dengan cepat. Hahahaahahahaha....”
Tawa itu membuat hatiku semakin
perih dan muak. Seperti biasa saat mereka menggangguku aku hanya selalu
menghindar dan tak pernah menanggapi kata-katanya. Karena hanya membuang waktu
seperti aku berbicara pada tembok. Aku memang tak berdarah-darah dengan segala
ucapannya, tapi hatiku yang paling dalam merasakan darah seakan mengucur keluar
dan mengalir deras.
Aku beringsut dari bangku taman
ini dan mulai berjalan menjauh meninggalkan mereka yang masih saja berupaya
membuatku down dengan kata-kata yang
mereka lontarkan.
“Oh oh oh... sang putri kita hanya
bisa pergi dengan mulut yang bisu.. haha kasian sekali hidupnya...”
“Ha ha ha ha ha ha” Tawa mereka
menggema di udara.
Sayup-sayup suara itu masih
terdengar jauh dibelakangku dan membuat telingaku panas ketika mereka mengatakan
hal itu. bolehkah jika saat ini kuibaratkan mereka adalah sekumpulan anjing
menggonggong dan aku adalah kafilahnya yang berlalu? Anjing hanya akan bisa
menggonggong dan selalu menggonggong, jika aku sebagai kafilahnya membalas
dengan menggonggong juga berarti aku tak ada bedanya dengan anjing seperti
mereka.
Anggap saja penilaianku salah,
tapi setiap orang berhak memiliki penilaian masing-masing. Dan tak perlu
memusingkan tiap penilaian itu karena aku hidup dan makan tidak berdasarkan
dari penilain yang keluar dari mulut mereka.
Fiuhhh...
Hanya mendengarkan mereka saja
sudah membuatku lelah. Aku butuh sesuatu untuk mengembalikan kesegaran dan
energiku..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Menyenangkan sekali berada di
taman kota saat sore seperti ini, menikmati terpaan sinar matahari yang
perlahan mulai membiaskan sinar jingga. Udara yang sangat bagus untuk sekedar
berjalan-jalan dan cuci mata. Berjalan tanpa
ada yang menemani memang sangat berbeda rasanya, tak bisa bercanda dengan lawan
bicara dan tak bisa bercakap-cakap hangat. Tapi kunikmati semuanya, berjalan
sendirian cukup menyenangkan walau tanpa Taka.
Aah lagi-lagi nama itu yang masih
tertulis dihati.
Tiba-tiba sebuah bola voli
berwarna biru kuning menggelinding mengenai kakiku pelan, membuyarkan
lamunanku. Aku menunduk kebawah dan berjongkok mengambil bola itu dan menimang-nimang
sebentar. Sesaat kemudian kudengar seorang lelaki berteriak.
“Permisi, bisakah kau lemparkan
bolanya kemari?” Pinta seorang laki-laki yang masih mengenakan celana seragam
sekolah dan kaos tshirt kasual berwarna hitam. Tubuhnya cukup tinggi dan
terlihat sangat atletis. Dia bersama beberapa remaja laki-laki di lapangan bola
voli yang terletak tepat di samping jalan raya berjarak sekitar 12 meter.
Aku melihat ke arah laki-laki itu
dan melemparkannya seperti pemain yang melakukan serve atas dalam permainan
voli. Bola membumbung tinggi dan tepat menuju lelaki berseragam sekolah itu
berada. Dia menangkap bola itu dengan mudah dan memandang ke arahku seolah
kagum.
“Wow... hebat. Lemparan yang sangat
jitu !” Laki-laki berkaos hitam dan bertubuh jangkung itu memujiku.
Aku mengacungkan ibu jariku dan
tersenyum padanya.
“Terimakasih...” Ucapku tak kalah
lantang sebelum akhirnya aku kembali melanjutkan berjalan. Dan baru beberapa langkah
kaki yang kujejakkan, laki-laki itu mengejar, menghampiri serta mengajakku
berbicara.
“Kakak....tunggu sebentar....!”
Aku membalikkan badan...
Laki-laki itu berdiri berhadapan
denganku sambil membawa bola yang baru saja kulempar.
“Ya..?”
“Apakah kakak seorang atlet bola
voli?” Tanya laki-kali yang juga berwajah cukup lumayan itu tanpa basa basi.
Aku mengernyitkan alis dan
menggeleng pelan, “Bukan, aku bukan seorang pemain bola voli.”
“Tapi lemparan kakak bagus
sekali, apakah kakak yakin bukan seorang atlet voli?”
“Hahahaha,” Aku tergelak sambil
membenahi beberapa rambut yang tertiup angin. “Tentu saja bukan, aku hanya
pernah memainkannya saat middle school
itu saja.”
“Wow, hebat....”
Dia memuji sekali lagi. Ah aku
sedikit tersipu karenanya.
“Tidak, itu bukan hal yang
hebat...” Ujarku merendah.
“Kami kekurangan pemain, bisakah kakak
ikut bermain bersama kami?”
Aku menoleh ke arah sekumpulan remaja
di lapangan voli yang berada di tengah lapangan tersebut. Mereka memandangku
dengan harapan agar aku ikut berpartisipasi bersama mereka. Aku menimbang-nimbang
untuk memutuskan antara ikut atau tidak.
“Ayolah kak... namaku Nakajima Yuto, biasa dipanggil Nakayan. Kita akan
menjadi rekan yang kompak dalam satu tim jika kakak bergabung sekarang...”
Tangan remaja lelaki yang mengaku bernama Nakajima Yuto itu membuat gestur seperti
orang yang benar-benar memohon.
Aahh aku jadi luluh.
“Baiklah... Aku setuju.... Namaku
Karenina dan panggil saja aku Nina.”
“Ahhhh berhasil.... “ Kedua tangan
Nakayan mengepal dan seolah meninju diudara. Dia terlihat begitu tampan dengan
gigi gingsul yang terlihat saat tersenyum. Beberapa kawannya juga terlihat
bertepuk tangan dan berseru untuk segera ikut serta.
Kami berjabat tangan sekilas dan
ia berkata...
“Senang mengenalmu Kak Nina....”
“Oh iya......tapi aku tak membawa
sepatu olahraga...” Wajahku menampakkan wajah kecewa.
“Oh, tak masalah dengan itu.. Aku
membawa sepasang sepatu kets wanita milik kakakku sebentar lagi ia akan sampai
disini...” Jawab Nakayan sembari berjalan beriringan menuju lapangan bola voli.
“Ahh.. syukurlah, kakiku aman...”
Tawa terurai diantara aku dan
Nakayan.
Beberapa saat kemudian aku dan
beberapa remaja lainnya yang notabene adalah teman sekolah Yuto sudah berbaur
dengan tanpa rasa canggung. Masing-masing tim yang seharusnya berjumlah 6 orang
itu dimainkan hanya 4 orang per tim, karena memang masih kekurangan pemain. Aku
dan Nakayan dalam satu tim, dan ia bertindak sebagai spiker dan aku pada tosser
yang bertugas sebagai pengumpan bola yang nantinya akan di eksekusi oleh Yuto dan
dua rekan lainnya menuju ke area tim lawan.
Aku senang sekali, permainan ini
sangat menyenangkan. Keringat yang mengalir dan tawa menyenangkan diantara
bocah bocah remaja lelaki ini cukup membuat perasaanku lebih baik dan bahagia. Sepertinya
cukup bagus untuk menjadi pelarianku saat sedang patah hati seperti ini..
hahaha pikiranku sangat bodoh. Bagaimana mungkin permainan yang menyenangkan
ini kujadikan pelarian saja. Ini terlalu bagus.
Selang beberapa waktu kemudian
sesosok gadis yang familiar datang, dia langsung duduk di bangku penonton dan
hanya menyaksikan permainan kami dari sana. Sesekali dia bersorak ketika
masing-masing dari tim kami melakukan penyelamatan agar bola voli tidak
menyentuh tanah di area pertahanan. Yap aku memang merasakan pertandingan ini
menyenangkan walaupun beberapa kali umpanku meleset dan kurang sempurna saat
spiker mengeksekusi bola. Tapi Nakayan selalu menyemangati dan berkata,
“Tak apa-apa, kau pasti bisa kakak. Semangat !”
Aku hanya mengangguk dan mengucapkan
terimakasih dan berjanji padanya untuk lebih berusaha lagi dalam mengumpan
bola. Aku sudah lama sekali tidak memainkan bola ini jadi jangan salahkan aku
jika aku kurang menguasai dalam permainan saat ini.
Dan ketika pertandingan berakhir
dimenangkan oleh timku dan Nakayan, tepuk tangan riuh muncul dari bangku
penonton. Gadis itu, ahh aku seperti pernah mengenalnya. Tapi siapa? Dimana? Kemudian
gadis itu bangkit dari bangkunya dan menghampiriku yang masih berdiri di tengah
lapangan tepat di bawah jaring net.
“Aku baru tahu kau sangat hebat
dalam bermain bola voli Nina...” Puji gadis itu tulus, sangat terlihat dari
sorot matanya.
“Terimakasih sekali, tapi... maaf
sepertinya aku pernah melihatmu, tapi aku tak ingat persis...?”
“Ohh.. iya hahahaha, kau mungkin
memang tidak mengenalmu. Tapi kau cukup dikenal di seluruh kampus. Kenalkan..
namaku Nanako.” Uluran tangan dari Nanako langsung kusambut dan tangan kami
berjabat dengan akrab.
“Ohh pantas saja.. aku seperti
pernah melihatmu...”
“Tapi aku tidak terkenal seperti
kau, hahahahaha” Tawa renyah keluar lagi dari bibirnya.
Mau tak mau aku juga ikut tertawa
bersamanya, ia sepertinya gadis yang mudah akrab dengan seseorang yang baru
dikenal. Sesaat kemudian dia seperti teringat sesuatu,
“Oh iya.. kau sudah mengenal
Nakayan? “
“Nakayan? Maksudmu dia...?” Aku
menunjuk dengan tanganku pada lelaki tinggi itu.
“Dia adalah adik kandungku...”
“Ohh...Tentu, aku sudah
mengenalnya. Ia yang pertama kali mengajakku bermain disini..”
“Wah senangnyaaaa Nakayan memang
hebat jika mencari bakat seseorang...”
Yang dipuji hanya tersipu
malu-malu sambil mengusap belakang lehernya ketika aku dan Nanako sama-sama
memandangnya.
“Ah itu bukan apa-apa...”
“Oh iya, jangan lupakan mereka..
mereka adalah teman-teman Nakayan satu sekolah. Mereka selalu berlatih disini
setiap sore hari...”
“Ah iya.. aku belum mengenal
semua...”
“Baiklah, sambil beristirahat...
akan kuperkenalkan kau pada mereka semua...”
“Ayoo.. siapa takut...” Ujarku
dan menggandeng lengan Nanako.
Satu persatu aku berkenalan
dengan mereka di sela waktu istirahat setelah melewati pertandingan kecil yang
cukup melelahkan. Aku cukup senang mengenal mereka semua, terutama Nanako yang
belakangan kuketahui ternyata ia memang seorang atlet voli yang sering sibuk
latihan sehingga aku jarang melihatnya di kampus.
Setelah itu para remaja lelaki
itu melanjutkan kembali pertandingan mereka dengan formasi 3 lawan 4. Sementara
aku dan Nanako terlibat dalam perbincangan yang hangat dan menjurus ke arah
pembicaraan yang serius. Hingga suasana sudah hampir gelap, remaja lelaki itu
masing-masing membubarkan diri untuk pulang kerumah masing-masing. Hingga
menyisakan antara aku dan Nanako saja di lapangan voli yang memiliki bangku
bertingkat 4.
Nanako mengajakku masuk ke tim
Voli di kampus yang kami menimba ilmu disana. Aku ragu dengan tawaran itu, mengingat
ini sudah bukan waktunya untukku berlatih untuk mengolah otot dan tenagaku di
bidang olahraga ini. Tapi melihat Nanako yang begitu bersemangat aku jadi tak
tega untuk menolak, akhirnya kuiyakan keinginannya.
“Baiklah aku setuju, tapi berjanjilah
padaku tak ada ‘bullying’ untuk anak baru. Hahaha..” Aku hanya menggodanya saat
mengatakan ini.
“Aaaaah terimakasih Nina, I
promise I’ll treat you best...” Terlihat raut wajah bahagia di wajah Nanako.
“Jadi, kapan aku akan ikut
latihan denganmu?”
“Oh untuk masalah itu akan
kukabari lagi kau nanti. Yang penting aku sudah punya nomor telepon dan alamat
emailmu.”
“Baiklah.. akan kutunggu kabar
selanjutnya ya...”
“Pasti Nina... ah aku sangat
berterimakasih padamu. Semoga dengan adanya dirimu, akan membawa semangat dalam
tim kita nantinya...”
“Semoga saja... Ah ayo kita
pulang, sudah gelap.”
“Ayo.. akan kuantar kau pulang
dengan sepedaku...”
“Oke.. Let’s Go....”
Buncah tawa senang milikku dan
Nanako memenuhi langit oranye sore yang sudah menghitam di ufuk timur.. Aku serasa
menjadi orang yang baru... lebih baru dari tadi pagi. Dan semoga seterusnya
akan seperti ini...
"Oh iya, aku tadi memakai sepatumu... akan kukembalikan jika sudah sampai apertemenku..."
"Tak apa.. kau pakai saja untuk dirimu dulu. Aku masih punya sepatu banyak dirumah..."
"Ahhh terimakasihhhhh...."
To Be Continued
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Wohooo gw balik lagi baca chapter III, semoga ga boring ya baca-baca cerita gw.
Biarpun ceritanya kadang suka aneh-aneh dan gajelas. hehehehe
Biarpun ceritanya kadang suka aneh-aneh dan gajelas. hehehehe
Oke, setelah chapter III publish gw mau bobok dulu yak. Udah mayan juga nih badan.
Yuuk byeee....
.
.
Selamat Malam...
.
.
.
Terimakasih Sudah Berkunjung
.
.
.
Kapan-kapan Main Lagi yaa...
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Feel free to comment... silahkan....