Kamis, 01 Mei 2014

Fanfiction One Ok Rock Why ? Chapter IV





Why ? Chapter IV

Author : Parasarimbi

Genre : Romantic?

Lenght : Chapter

Main Cast :
You / Me as Karenina,
Taka as Taka,
Alex as Alex,
Nakajima Yuto as Nakayan, 
Toru as Toru,
Nanako as Nanako (oc)

Disclaimer : Story is Mine
 


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Selang beberapa hari sejak Nanako mengajakku bergabung dengan tim bola voli kampus, kebiasaan sehari-hari yang kulalui mulai berubah. Sepulang dari kampus biasanya kuhabiskan dengan hal-hal yang membuang waktu dan tak berguna, namun kini aku sudah memiliki kesibukan. Berlatih voli bersama teman-teman satu tim saat sore hari hingga menjelang gelap. Terkadang juga diatas jam 7 petang hingga larut malam.  Jadwal latihan sudah ditentukan setiap 4 hari dalam satu minggu. Hari yang tersisa boleh digunakan untuk beristirahat atau berlatih sendiri di luar.

Aku sibuk sekali.

Tapi aku sangat senang !

Dan aku tak memperdulikan otot-otot dan badan yang pegal dan lebam di sekujur tubuh karena berlatih cukup keras bagi pemula seperti diriku.

Teman-teman di tim voli sangat menyambut gembira dengan bergabungnya aku dalam tim. Benar kata Nanako, mereka sangat baik sekali dan tidak ada hal-hal yang tidak kuinginkan yaitu ‘bullying’. Bahkan mereka tak sungkan untuk membantu memperbaiki teknis-teknis dalam voli  yang dirasa masih kurang tepat. Namun mereka juga tegas mengingatkan jika aku  tidak konsentrasi atau kurang sungguh-sungguh dalam latihan. 

Pelatihku juga sangat baik. Yamamoto-San namanya. Pria beruban bertubuh kurus dan jangkung ini sudah berumur kurang lebih 50 tahun namun masih memiliki stamina yang kuat. Beliau suka sekali menggunakan celana dan jaket training ketika melatih tim. Yamamoto-San juga sangat tegas ketika melatih, tak segan-segan ia menghardik dengan keras ketika latihan kami tak seperti yang diharapkan. Namun saat santai sesudah latihan beliau menjadi pribadi yang sangat hangat dan humoris. Salut untuk pelatih Yamamoto-San.

Segala lelah dan keringat saat berlatih semuanya tak ada artinya dibanding dengan kebahagianku bersama teman-teman dalam tim yang kuhitung berjumlah 13 orang termasuk diriku. Memang sedikit sekali tapi sangat menyenangkan ketika kami sudah bertemu dan mengobrol sebelum ataupun sesudah latihan. Seakan hari esok lebih cepat datang dan berlalu, seperti hari ini. 

Jam tanganku sudah  menunjukkan pukul 8 malam, aku berlatih lebih lama dari biasanya bersama Nanako. Teman-teman yang lain sudah pulang kerumah masing-masing sejak pukul 7 malam. Pelatih memberi masukan untuk lebih belajar lagi passing atas karena menurut beliau passing bawah serta smash yang kumiliki sudah bagus. Aku sendiri mengalami kesulitan ketika melakukan passing atas karena sering meleset dan jariku selalu tertekuk hingga menyebabkan bola tidak pernah tepat menuju depan spiker. Jadi aku harus bisa berlatih dengan keras setelah latihan karena Yamamoto-San tidak mau melatih diluar jam latihan. Selain itu aku juga belajar untuk menyempurnakan passing bawah agar defends penyelamatan bola lebih kuat dan juga jumping smash agar pukulan dari atas jaring net lebih akurat. 

Badanku basah kuyup karena keringat yang mengalir sangat banyak dengan kerasnya latihan malam ini. Aku dan Nanako sepakat mengakhiri latihan hari ini karena sudah sangat lelah dan jam sudah menuju larut di angka 9 . Gedung olahraga di kampus juga sudah harus ditutup dan semua lampu dimatikan. Tak sempat mandi ataupun sekedar berganti baju dan  hanya membalut celana olahraga pendek yang dikenakan selama latihan dengan celana training. Aku dan Nanako segera meninggalkan gedung olahraga kampus dan saling berboncengan dengan sepeda.

Saat ditengah perjalanan, Nanako mengayuh pedal sepedanya dan berkata,

“Nina, bagaimana jika aku tak bisa mengantarmu sampai rumah? Karena aku benar-benar sudah tak kuat lagi mengayuh sepeda. Aku sudah rindu pada tempat tidurku..” Tanya Nanako dengan suaranya yang terlihat sangat lelah.

“Ahh tentu saja tak apa. Maaf sudah sangat merepotkanmu. Aku akan berhenti di persimpangan saja dan memanggil taksi.” Aku yang duduk di boncengan sepeda belakang Nanako merasa tak enak.

“Tidak tidak... Bukan begitu Manami. Aku tak bermaksud apapun. Tapi mungkin kali ini saja aku tak bisa mengantarmu pulang. Aku benar-benar lelah.”

“Kau ini, tak perlu sungkan mengatakan apapun padaku. Aku akan mengerti.” Kutepuk punggung Nanako beberapa kali seakan mengatakan aku tak apa-apa.

“Ahhh aku jadi tidak enak padamu Nina...”

“Sudahlah... Lagipula aku kan sudah besar bukan anak taman kanak-kanak. Aku bisa pulang sendiri....” Gurauku untuk mencairkan suasana.

“Hahaha benar juga apa katamu. Yasudah beberapa meter lagi aku turunkan kau disitu ya. Hati-hati di perjalanan. Jangan lupa jika sudah sampai rumah kabari aku yaa...” 

“Heh.. kau pikir kau Ibuku ! Perhatian sekali padaku. Hahahaha”

“Iya aku Ibu barumu, perkenalkan...hahahahahaha” Nanako terkikik sambil tangannya mengerem laju sepedanya kemudian berhenti dan mengambilkan tasku yang berada di kranjang sepeda didepan.

Aku turut tertawa kemudian turun dari boncengan sepeda dan berdiri disamping Nanako dan mengambil tas yang berada di tangan Nanako. Sembari berpamitan aku melontarkan kata-kata canda untuk membalas joke yang sudah ia katakan tadi.

“Baiklah Ibu Baru... putrimu akan melakukan apa yang Ibu perintahkan... hahaha.”

“Hahahahahahaha” Kami tertawa bersamaan.

“Yasudah... Aku pulang dulu Nina... sampai bertemu besok di lapangan taman kota ya..”
Roger That !” Jawabku sembari memberikan gesture telunjuk dan jari tengah yang kuletakan di kening seperti hormat anak buah pada atasannya.

“Oke Byeeeee.....” 

Nanako mengayuh kembali sepedanya dan ditelan kegelapan dan belokan jalan. Aku melanjutkan perjalanan sendirian di trotoar. Aku baru menyadari bahwa aku sangat haus sekali dan sangat butuh air. Namun aku menemukan botol tempat air minum sudah kosong dan tak ada air setetespun, aku kecewa. Kulihat sekitar dan mencari-cari keberadaan minimarket yang masih buka, gotcha !

50 meter di depan sana aku melihat banner lampu minimarket berkedip-kedip. Disana pastilah ada mesin penjual minuman otomatis, dan pasti air yang kubutuhkan juga tersedia disana. Kulangkahkan kaki cepat agar sesegera mungkin bisa meneguk segarnya air putih. Aahh seakan-akan aku ini ikan yang sehabis melompat dari luar akuarium dan sangat butuh air.
Sangat butuh air !

Oke. Aku sudah sampai di depan mesin dan sudah memasukkan beberapa koin dan memilih air yang akan kuminum. Setelah menunggu beberapa detik, dua botol air minum keluar dari mesin dan segera kuraih kedua botol itu. Kubuka penutup botol kemudian kuminum cepat-cepat dan habis di botol pertama. Segar sekali rasanya, aku jadi mengerti kenapa air putih bisa menjadi seenak ini. Rasanya manis seperti madu walau kenyataan yang kurasakan sebenarnya adalah rasanya yang tawar. Aku terlihat sangat rakus ketika membuka tutup botol yang kedua jika tak ada seseorang yang menyapaku,

“Nina... sedang apa kau?” 

Toru.

Ia terlihat baru saja keluar dari pintu minimarket didepanku. Mungkin ia melihat keberadaanku dan langsung menyapaku, Toru memang ramah. Tapi melihat kenyataan bahwa Toru adalah sahabat karib dari Taka membuat hatiku sedikit perih. Melihat Toru sama saja aku kembali merasakan aura Taka disana. Apa kabar ia hari ini? Kenapa lelaki berambut keriting itu masih saja menghantui langkahku? Kenapa lelaki itu tak segera pergi dari bayanganku? Entahlah...

“Oo Toru, aku tak menyangka kita bisa bertemu disini.” Akhirnya aku dan Toru mengobrol sebentar dan aku tak jadi meminum botol keduaku.

“Yahh aku juga tak menyangka. Kau darimana?” pandangan Toru beralih melihat penampilanku yang menggunakan kaos olahraga dan celana training panjang dengan tas selempang yang menyampir dipundak.

“Aku sehabis berolahraga malam, kau sendiri?”

“Rajin sekali olahraga malam begini. Ah... Aku sedang bersama temanku ada sebuah proyek kecil dan kami harus mengikuti meeting saat midnight.”

“Yah begitulah..., Oh.. meeting. Kau berjalan kaki?” Aku memperhatikan gaya kasual Toru yang benar-benar selalu tampan dimanapun dan kapanpun. Jaket kulit dan celana jeans yang membalut tubuhnya membuat pesonanya semakin berkilau. Apalagi ia adalah seorang gitaris dari band yang juga mantan kekasihku sebagai vokalisnya.

“Tidak, aku menumpang mobil temanku dan ia berada dalam mobil. Aku mampir ke minimarket untuk membeli kopi dan rokok.” Toru menerangkan panjang lebar sembari tangannya menunjuk mobil yang ditumpangi dan temannya yang masih berada dalam mobil.
Pandanganku pun ikut terarah pada mobil yang ditunjuk Toru. Aku tak bisa melihat siapapun, kaca gelap di mobil berwarna hitam itu tak bisa kutembus dengan mata normalku. Entah mengapa aku yakin bawa ada mata tengah memperhatikanku, aku yakin ada beberapa orang didalam sana. Aku menoleh kembali ke arah Toru.

“Aku turut senang, kau dan teman-temanmu  sangat hebat. Semoga proyek yang kau kerjakan berhasil.”

“Terimakasih, tapi kau pulang sendirian?”

“Yap.. memang kenapa?”

“Kalau kau mau, aku bisa meminta temanku untuk mengantarmu pulang..”

“Toru, kau tak perlu seperti itu. Aku bisa pulang sendiri.” Sergahku dengan kedua telapak tangan terbuka depan dada.

“Tak apa, tak baik perempuan berjalan sendirian di malam hari..”

“Aku hargai penawaranmu tapi aku benar-benar ingin pulang sendiri. Mungkin lain kali aku bisa menerima ajakanmu jika penawaran itu masih berlaku lain hari.........”

Sreeeeeet....

Suara roda yang direm sangat kencang.

“Kakak ! Kak Nina!”

Suara lantang itu mengagetkan aku dan Toru. Aku melihat ke arah seseorang yang memanggil namaku  di lajur sepeda beberapa meter dari tempatku berdiri. 

“Nakayan??”

“Aku mendapat pesan dari Kak Nanako jika ia tak bisa mengantar Kak Nina pulang..” Nakayan langsung menjelaskan tanpa kutanya.

“Lalu..?” Tanyaku kembali dan menoleh ke arah Toru yang memberi tatapan tanda tanya.

“Siapa?” Bisik Toru

“Adik temanku...”

“Ohh... Sepertinya kalian akrab.”

“Tentu saja, dia adik temanku.” Ujarku sambil memberi sedikit tinjuan kecil di bisep Toru dan ia pura-pura mengaduh.

“Ayo kuantar pulang...!” Nakayan terlihat sangat antusias, saat melihat ke arah Toru ia membungkukan sedikit badannya dan kepala yang terangguk hormat.

“Apa tidak merepotkan dirimu?”

“Sudahlah ayo naik...!”

Setelah berpikir beberapa menit dan menimbang-nimbang sesuatu, aku berpamitan pada Toru.

“Toru aku pulang dulu ya..” Pamitku sembari membonceng di belakang Nakayan, tanganku masih memegang botol air minum yang masih utuh. Nakayan meminta tas selempang milikku yang kemudian ia lingkarkan di pundaknya.

“Oke. Hati-hati...” Sahut Toru.

Pelan sepeda mulai berjalan dan aku melambaikan tangan pada Toru dan dibalas olehnya dengan lambaian tangan singkat kemudian ia segera masuk kedalam mobil.

Ketika baru beberapa kayuh, Nakayan mengajakku berbicara dan kami terlibat dalam obrolan yang panjang dan tak tentu arah. Aku sangat heran bisa secepat ini akrab dengan Nakayan yang baru beberapa waktu yang lalu kukenal. Lagipula ia memang mudah akrab dengan siapapun dan tak pernah memilih teman, begitu yang Nanako sering ceritakan tentang Nakayan. Remaja laki-laki tingkat 2 di high school itu juga mempunyai prestasi yang cukup bagus di sekolahnya dan tak heran banyak gadis-gadis di sekolahnya yang mengaguminya.

“Kakak...”

“Hmmm..?”

“Yang tadi itu kekasihmu?” 

“Bukan, aku tak punya kekasih. Dia hanya teman di kampus.”

“Oh...”

“Kau mengenalnya?”

“Tidak.”

“Ohh kukira kau kenal dengannya.”

Hening selama beberapa saat. Nakayan tetap mengayuh sepedanya dengan santai dan aku kembali meneguk air minum di botol yang masih utuh dan baru saja kubuka segel penutupnya. Tak berapa lama Nakayan kembali bertanya,

“Kakak sudah sangat lelah?”

“Yahh lumayan. Ada apa?”

“Oh.. yasudah. Tidak ada apa-apa.”

“Kau yakin?”

“Yakin...”

“Kau tak berbohong?”

“Tidak Kak...”

“Ada apa?”

“Ada apa apa? Tidak ada?”

“Benar?”

“Benar Kak....”

Sahutan cepat terlontar masing-masing dari kami, sepertinya anak ini susah sekali mengatakan sesuatu. Kutanya berkali-kali ia seolah menjawab tidak ada apa-apa, hmm sepertinya anak ini harus kupaksa untuk berbicara. Aku berpikir dengan cara apa aku memaksanya.....

“Kalau kau tak mau berkata yang sebenarnya aku akan....”

“Akan apa?”

“Akan kugelitiki perutmu... bagaimana?”

“Kalau mengatakan yang sebenarnya?

“Sama saja dengan yang pertama.”

“Wah pilihan yang sulit, hahahaha.”

“Hahaha...” Tawa kami pecah dan terjadi hening lagi beberapa menit.

“Ada apa Nakayan? Bilang saja aku hanya ingin tahu. Kau tak perlu sungkan”

“Hmmmm baiklah.. aku sebenarnya ingin mengajak Kakak berkeliling dengan sepeda bersama teman-teman di komunitas pesepeda...”

Aku menepukkan pelan telapak tangan ke keningku.

“Astaga.... jadi itu yang ingin kau bicarakan? Kupikir ada sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.”

“Ya hanya itu. kakak keberatan? Kalau keberatan akan langsung kuantar pulang.”

“Sepertinya seru, aku mau ikut !”

“Benarkah?”

“Tentu saja, aku ingin berkeliling juga...”

“Baiklahhhh... aku senang Kakak mau ikut. Setelah acara selesai pasti Kakak akan sampai rumah dengan selamat.”

“Iya, aku percaya padamu.” 

“Kalau begitu, kita berbalik arah lagi...Kakak berpegangan pada pinggangku erat.”

“Ayoooo hahaha...” Aku tertawa senang begitu pula dengan Nakayan. Sepeda berputar arah kemudian melaju kencang menuju tempat yang akan didatangi.






 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Senja menjelang malam, ketika dengan santainya aku mengayuh sepeda perjalanan pulang ke apartemen melewati jalur sepeda. Badanku sangat lelah setelah latihan di lapangan terbuka di taman kota. Tubuhku terasa lengket karena balutan pasir yang menempel ketika aku terjatuh saat menahan pukulan keras bola voli yang mengarah padaku. Tapi memang menyenangkan bila berlatih di lapangan berpasir seperti saat pertama kali aku diajak bermain oleh Nakayan.

Aku berpisah di simpang jalan dengan teman-temanku yang lain, termasuk Nanako dan Nakayan. Jangan tanyakan bagaimana bisa aku memiliki sepeda, karena aku baru membelinya sepulang dari kampus dan langsung kupakai untuk transportasi dari apartemen ke lapangan di taman kota. Aku tidak ingin merepotkan Nanako maupun Nakayan karena mereka senang sekali mengantarku pulang, aku tak mengerti alasan mereka. Jadi aku langsung membelinya dengan tabungan yang sudah kukumpulkan selama bertahun-tahun.

Senang rasanya memiliki sepeda sendiri. Sepeda lipat milikku yang berwarna coklat ini terlihat sangat cantik dan aku sangat menyukainya.Dengan sepatu yang talinya kuikat jadi satu kemudian kugantung di leher seperti medali, sandal rumah sebagai pengganti sepatu karena kakiku sudah sangat berkeringat. Membiarkan kulit di kaki bernapas setelah sebelumnya tertutup oleh kaos kaki dan sepatu yang basah adalah ide yang baik. Botol air minum yang isinya sudah habis tak bersisa serta tas selempang agak besar kuletakkan di stang sepeda. Perjalanan memang terasa sangat panjang karena aku mengayuh pedal dengan sangat pelan seolah sangat menikmati perjalanan yang kulalui bersama sepeda baru. 

Sore ini akan menjadi  sangat indah jika tidak ada sesuatu yang merusak moodku. Sebuah mobil SUV berhenti berjarak beberapa meter didepanku, dengan suara rem yang berdecit persis seperti mobil mafia yang akan menculik seseorang yang sering kulihat di televisi. Aku turut berhenti dan terdiam ditempat karena terkejut. Seorang pria tinggi membuka pintu mobil di bagian belakang disusul oleh beberapa laki-laki berpakaian hitam-hitam. Kupikir mereka akan menculikku dan membawaku ke suatu tempat manakala kulihat wajah seseorang yang terlihat familiar.

“Shoko...” Sapa laki-laki yang berpenampilan seperti tuan muda. Dia langsung memanggilku begitu turun dari mobil.

Shoko....!  

Neptunus ! 

Nama itu !

“Al.. Alex..” Bisikku lirih pada diriku sendiri. 

Perasaan panik seketika menyerang. Dengan cepat kubalikkan arah laju sepedaku mencoba untuk melarikan diri lagi, tapi usahaku kali ini gagal total. Pria-pria berpakaian hitam dan berbadan kekar ini mengejar dan menangkapku dengan mudah karena baru beberapa kayuh saja langkah mereka bisa menyusulku. Sial sekali diriku yang tak bisa lolos dari kepungan gerombolan lelaki ini. Salah satu dari mereka memaksaku turun dari sepeda dan merampasnya, dan dua lainnya memegang erat kedua lenganku dan diseret paksa menuju dimana Alex berada.

Aku meronta mencoba melepaskan diri, namun semakin keras aku meronta semakin keras pula cengkraman tangan kedua lelaki ini. Lihat, aku seolah seorang buronan yang baru saja tertangkap dan hendak diadili oleh sang pengadil. Dengan menelan ludahku sendiri aku berharap Neptunus menolongku agar Alex tidak berbuat macam-macam terhadapku.
“Kau ingin melarikan diri lagi?” Tangan Alex terlihat mengusap-usap dagunya yang licin sembari menatapku intens.

Pegangan dari kedua lelaki ini sudah terlepas dari lenganku dan aku mengusap pelan lenganku yang sedikit memerah akibat cengkraman yang cukup kuat dari pria berpakaian hitam-hitam itu. Aku tak menjawab pertanyaan Alex selain memberi tatapan Death Glare padanya

“Maaf untuk tanganmu, lain kali akan kupastikan anak buahku menangkapmu dengan halus jika kau ingin melarikan diri lagi...”

Aku mendengus kesal.

“Bisakah menemuiku dengan lebih manusiawi lagi? Aku sangat tidak suka dengan cara seperti ini ! Kau pikir aku buronan penjahat !” Sentakku dan memberi tatapan setengah melotot pada Alex.

“Shoko.. Shoko, kau memang buronanku, kau tidak merasa?” Gumam Alex sembari terkekeh pelan.

Aku mendecak kesal.

“Bisakah aku pergi, aku harus segera pulang. Ada sesuatu yang harus kukerjakan.” Aku mencoba mengambil sepeda yang masih berada pada pria berpakaian hitam itu.

“Setelah berusaha mencari keberadaanmu dengan susah payah, kau pikir aku akan melepasmu begitu saja?” Ujar Alex sambil bersedekap.

Aku mengacak pelan rambutku, mengusap leher bagian belakang karena bingung memikirkan bagaimana cara melarikan diri lagi. Tapi tak ada ide apapun untuk saat ini, bagaimana tidak... sepeda dan tas masih ditahan oleh pria berpakaian hitam-hitam. Aku tidak mungkin kabur begitu saja meninggalkan barang-barang pentingku.

“Apa yang kau inginkan Alex? Ijinkan aku pulang, aku benar-benar sudah lelah.” Aku mulai gusar dan tidak nyaman.

“Hey, bicaralah dengan konsisten. Tadi kau bilang ada urusan yang harus kau kerjakan, dan baru saja kau mengatakan kau lelah?” Alex tersenyum mengejek dengan sudut bibir terangkat satu.

Aku membuang muka ke arah jalan, sebal dengan perkataan Alex.

Suara lain menginterupsi.

“Tuan aku sudah menemukan tanda pengenal nona ini...”

“Kemarikan, Kento-San”

Aku menoleh ke sumber suara, seorang laki-laki menggeledah tasku yang masih tergantung di stang sepeda. Emosiku tersulut, dia tidak bisa seenaknya bermain-main dengan privasi seseorang. Masih dalam keadaan yang tak berdaya aku hanya melihat pria yang bernama Kento itu menyerahkan kartu tanda pengenalku ke Alex. Membacanya dengan bibir tersungging.

“Karenina Aoki, nama yang bagus. Jadi... kau berbohong padaku soal nama?”

Dengan menyedekapkan tangan, aku sama sekali tak menjawab pertanyaannya dan hanya memberikan tatapan ‘lantas kau mau apa?’

Alex bersandar pada mobil berwarna hitam yang terparkir manis di pinggir jalan. Dengan kaos kasual lengan panjang berwarna hijau tua dan celana jeans hitam Alex terlihat tampan. Wajah baratnya terlihat mendominasi pada bagian mata dan hidung. Sungguh aku akan dengan sukarela mengatakan ia tampan jika ia tak melakukan ini padaku. 

Benar-benar aku sama sekali tak menginginkan jika aku bertemu lagi dengan lelaki ini, semua ingatan tentang klub itu hampir kulupakan. Dan aku berniat untuk menghapus semua kenanganku waktu itu. Namun yang terjadi adalah laki-laki yang sempat menjadi pasangan singkatku di acara pesta ulang tahun Taka di klub malam ini mencari keberadaanku. Kupikir dengan mudahnya ia akan melupakan gadis yang kabur di tengah-tengah pesta dengan memberi alasan fake ke toilet. Semuanya terasa memusingkan saat aku memulai kehidupan dan keseharian yang baru dan laki-laki ini muncul....

“Tapi, aku akan tetap memanggilmu dengan nama Shoko...” Lanjut Alex dengan menatap tajam wajahku tak berkedip selama beberapa detik.


To be continued
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Selamat datang Mei !
Oke chapter IV sudah hadir di malam tepat pergantian dari bulan April ke bulan Mei.
Ngemeng2 ada yang mau ikut demo besok pagi?

Dan karena gw juga udah lama ga nerusin ff lama yang belum selesai, akan gw coba nyelesain satu-satu yang kira-kira udah lama di draft dan ketumpuk sama yang baru-baru.

Karena besok hari libur, gw mau begadang sampe pagi nulis ff. Semoga cepet kelar dan cepet di publish deh.
Gw bertapa lagi ya... wussssss *ngilang

Selamat jam 00.12
.
.
.
Terimakasih Sudah Berkunjung...
.
.
.
Kapan-kapan Main Lagi Ya...
.
.
.


6 komentar:

  1. sumpah ya hahaha abis baca fanfic ini kenapa jadi kesel banget sama taka -_- hahaha udah ky racun aja, tapi cepet lanjutin dongs yg ini yo mba fanfic nya sama yg a Pathetic Girl with a Stubborn Boy, aku fans mu mbaaaaa !!! hahaha ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo Ria,
      Pasti semangat banget ya waktu mencet tombol publikasi komen karena jadi muncul dua? hehehehe
      Haduh makasih banget kalo udah ngikutin ff nista saya ini, sumpah saya beneran terharu banget ini *lap ingus
      Okay, karena banyaknya permintaan, moga-moga aja bisa kepublish cepet ya :D
      Brasa artis aja pake fans-fans segala hehehehe.
      Sekali lagi makasih udah baca dan ngikutin ff ini ya :D

      Hapus
  2. Sebenernya cuma sekali mencet loh haha kesalahan teknis mungkin, jadi malu saya *apus komen yg satunya* fighting mbaaaa ! Aku beri semangat !!!! Aku bantu do'a wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, trimakasih banyak ya...
      udah dikasih semangat & dibantu doa.

      Salam kenal :D

      Hapus
  3. Salam kenal mba author \=D/

    BalasHapus

Feel free to comment... silahkan....