Man in a Black Suit
Author : Me / Parasarimbi
Genre : NC-21 ! (No Children!)
Lenght : Oneshoot
Cast : Toru and Me (Mina), Rumi
(Mina’s friend)
Disclaimer: Story is mine.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Rumi...”
Aku memanggil Rumi yang duduk sambil
membaca sebuah novel di sebuah bangku taman di kampus. Berjalan ke arahnya kemudian
aku duduk disebelahnya.
“Ada apa Mina?”
“Lihat buku yang kubawa...aku
baru menemukannya di perpustakaan.”
Aku mengeluarkan sebuah buku yang
tersimpan manis di dalam tasku. Sebuah buku yang berisi beberapa profil dan
cerita tentang makhluk-makhluk misterius di berbagai negara yang pernah
menghiasi cerita-cerita dalam masyarakat.
Rumi melirik sebal.
“Yasudah baca saja dan diam. Kau mengganggu
konsentrasiku membaca.”
“Tapi Rumi, cerita di dalam buku
ini sangat menarik. Kau pasti akan dibuat sangat penasaran dengan
makhluk-makhluk yang tertulis di buku ini.”
“Aku belum tertarik. Nanti saja
setelah kau sudah membacanya sampai habis.”
“Baiklah.” Aku mengerucutkan
bibirku, sedikit kecewa dengan respon dari Rumi yang kurang antusias melihat
buku yang kubawa.
Aku mulai membuka buku itu dan
membaca beberapa makhluk misterius. Aku melihat ke salah satu makhluk yang
berpenampilan menarik. Makhluk itu terlihat tidak menjijikkan namun mempesona
dan agak susah diterima jika makhluk ini dikategorikan sebagai monster. Aku membayangkan
makhluk ini berwajah sangat tampan layaknya pangeran dengan kuda putih seperti dalam
film disney.
“Rumi.. Rumi...”
“Apaaaaa???”
“Jika kau bertemu dengan monster
yang sangat tampan apa kau mau berpacaran dengannya?” Tanyaku iseng sambil
menunjukkan salah satu gambar dalam buku pada Rumi.
“Hmmm... bukan pacar saja, akan
kujadikan dia suamiku.” Jawab Rumi sekenanya.
“Hahahaha. Kau memang aneh.”
“Yang bertanya lebih aneh.” Sahut
Rumi.
Aku hanya mencibir. Rumi sangat
tidak asik.
Hening beberapa saat lamanya, aku
melihat lagi buku yang ada dalam genggaman tanganku. Seleraku membaca sedikit
menghilang dan mungkin akan kubaca lagi jika sudah sampai apartemen. Aku merasakan
sesuatu yang mengusik.
“Rumi...”
“Hmmm...”
“Apa kau merasa ada seseorang
yang mengamati kita?”
Rumi terlihat menoleh ke sekitar.
Di salah satu sudut halaman kampus yang luas dan dipenuhi pepohonan ini
terlihat mulai sepi karena hari sudah memasuki senja. Hiruk Pikuk mahasiswa dan
dosen pun terlihat sudah berkurang aktifitas.
Rumi hanya menggeleng dan kembali
terfokus pada aktifitas yang dilakukannya. Membaca novel.
“Apa kau tak merasakan hawa yang
aneh?”
Rumi meletakkan buku novel di
pangkuannya, kemudian menghadap kearahku.
“Mina dengar, aku tidak merasakan
suatu hal yang aneh. Dan memang tidak ada yang aneh disini, jadi lebih baik
hilangkan saja pikiran burukmu itu.” Rumi berkata cukup ketus.
“Tapi Rumi....”
“Diam atau pergi?”
Aku memasang muka sebal. Rumi
selalu begitu jika merasa terganggu saat kegemarannya membaca novel terusik. Yasudah
lebih baik aku mengemasi buku dan kumasukkan kembali dalam tas. Setelah itu aku
bergegas untuk segera pergi dari halaman kampus yang sudah lengang dan
meninggalkan Rumi sendirian. Salah siapa, mengacuhkan kekhawatiranku.
.
.
.
Esok harinya...
.
.
Koridor Kampus
.
.
“Minaaaa... perkenalkan ini teman
baruku.” Rumi bersorak sambil merebut buku yang tengah kubawa.
“Aaaah Rumiiiii !!! kau mengganggu
sajaaaa!”
“Hey.. hey jangan marah dulu,
lihatlah lelaki tampan di sampingku. Dia teman baruku...”
Aku menoleh dengan sedikit
cemberut ke arah seseorang yang berada disamping Rumi. Wow lumayan tampan.
Rambutnya pirang, berkulit putih pucat dan bermata sayu. Ia terlihat tampan dengan balutan celana hitam, kemeja putih, jas hitam serta dasi berwarna merah menyala.
Tiba-tiba lelaki itu mengulurkan
tangannya untuk mengajakku berjabat tangan. Sedikit kikuk aku menerima
tangannya dan kemudian kami saling beradu tatap. Aku merasakan ada sesuatu
getaran saat tanganku dan tangan lelaki itu bersentuhan. Dan mata sayu itu
menatapku tajam seakan mengintimidasi. Ada debaran aneh yang terasa di
jantungku saat itu, namun aku berusaha mengabaikannya.
“Mina, senang bisa berkenalan
denganmu...” Ucapku sangat kikuk.
“Aku Toru, aku juga senang bisa
mengenalmu.” Suara bariton khas laki-laki pada umumnya keluar dari mulut lelaki yang bernama Toru.
Tiba-tiba aku merasa ingin buang
air kecil dan secepat kilat aku berpamitan dan meninggalkan mereka berdua,
sambil membawa buku yang tadi direbut oleh Rumi. Saat berjalan ke arah toilet
yang berada di ujung koridor ini aku merasakan sesuatu yang tak bisa kujelaskan
saat menatap mata dan melihat wajah Toru. Aku masih memikirkannya hingga sampai
ke belokan menuju toilet dan kusempatkan untuk melihat ke arah Rumi dan Toru
yang masih bercengkrama di koridor kampus. Beberapa detik aku menatap mereka
berdua dan tiba-tiba.
Deg!
Toru juga melihat kearahku dengan
pandangan aneh.
Aku langsung cepat-cepat masuk ke
toilet dan menaruh tas dan buku di pinggiran wastafel kemudian segera masuk ke
kamar kecil.
~~~~~~~~
.
.
Ruang Kelas Kampus
.
.
Setelah pelajaran mata kuliah
selesai, aku mengobrol dengan Rumi sambil memasukkan beberapa buku yang ada di
meja ke dalam tas.
“Rumi... bagaimana kau bisa
mengenal Toru?”
Rumi hanya tersenyum simpul.
“Rahasiaaaa...”
“Ah Rumi.. kau menyebalkan
sekali. Aku hanya ingin tahu saja.” Ujarku cemberut.
“Hahaha, baiklah baiklah...”
Aku menampakkan senyum senang.
“Setelah beberapa saat kau pulang
kemarin sore dia datang menghampiriku dan mengajakku berkenalan.”
“Ohh... jadi kalian berkenalan di
halaman kampus.”
“Betul sekali.. Ah bisa kau lihat
kan jika Toru itu sangat tampan?”
Aku mengangguk.
“Ya dia memang tampan, Rumi...”
“Aku menyukainya Mina... Kau
tidak boleh menyukainya juga. Toru untukku.”
“Ya ya ya terserah kau saja Rumi,
ambillah Toru untukmu...” Jawabku malas.
“Ah kau baik sekali, kau memang
sahabatku...”
“Ya ya ya, aku memang sangat baik.”
Dan sebuah sentilan keras mendarat
di dahiku.
“Aduhhhh Rumiiiiii...
Sakitttttttttt!!!!” Sorakku.
Rumi lari terbirit-birit
meninggalkanku dan aku tak mau kalah hingga kami saling berkejar-kejaran.
~~~~~~~~~~~~~~~~~’
.
.
Beberapa hari kemudian.
.
Ruang Kelas Kampus
“Mina... bisa tidak nanti malam
kau temani aku berkencan dengan Toru?”
Aku menoleh heran ke arah Rumi.
“Kau yang berkencan dengan Toru
atau kita berdua?”
“Tentu saja aku dan Toru, dan kau
hanya menemani...”
“Memang berkencan dimana?”
“Hanya minum kopi di kafe,
bagaimana?”
Aku memiringkan bibirku sinis.
“Enak sekali kau ini, berkencan
minta ditemani. Aku berkencan dengan siapa?”
Rumi mengerutkan kening sejenak. Matanya
membulat ketika dia menemukan sebuah ide.
“Ahhh akan kubawa seluruh novel
dan buku ku saja untuk kau baca biar tidak bosan...”
“Bukan ide buruk, tapi aku akan
membawa buku ku sendiri saja Rumi.”
“Yasudah itu pilihanmu sendiri,
aku sudah menawarkan kepadamu. Jangan protes jika kau nanti bosan gara-gara
kekurangan bacaan. Oke ! “
Aku mengacungkan jempol.
.
.
.
Malam harinya....
.
.
Aku, Rumi dan Toru berjalan di
kegelapan malam. Aku heran dengan Rumi, kata-katanya yang mengatakan akan
berkencan di kafe tidak terbukti. Kami menuju sebuah rumah kayu di pinggiran
hutan kecil dengan danau didepannya yang sangat indah jika disaksikan saat pagi
hari.
Ternyata rumah kayu ini adalah rumah
Toru. Aku dan Rumi duduk di sebuah kursi kayu dengan meja kayu yang antik pula.
Toru berada di dapur dan tak berapa lama kemudian dia datang dan menghidangkan
tiga cangkir teh hangat untuk kami bertiga. Asap masih mengepul dari cangkir
teh itu dan Toru mempersilahkan aku dan Rumi untuk meminumnya.
Berkencan kata Rumi?
Bahkan jauh dari kata kencan. Ini
seperti sebuah undangan perjamuan makan dari Toru dan kami mengobrol bertiga
dengan sangat akrab, walau baru beberapa hari berkenalan.
Toru sangat baik dan ramah
meskipun sedikit kaku dan sangat datar. Aku heran melihat dia dengan tampilan
jas nya yang rapi di dalam rumah, seakan-akan ia menghadiri acara formal. Tapi aku
tetap merasakan hawa yang sangat aneh, ketika aku menatap wajah Toru. Apalagi saat
kami saling bertatapan. Lirikan mata tajam Toru seakan menyiratkan suatu misteri
yang akan kuhadapi selanjutnya.
Tiba-tiba rasa kantuk menyerang
dengan sangat hebat, beberapa kali aku menguap dan mencoba mengerjapkan mata. Rumi
juga beberapa kali terlihat menguap. Bahkan ia lebih parah, ia langsung tertidur
dengan wajah sebelah kiri yang ia letakkan di meja. Sementara aku makin tidak
kuat membuka mata, dengan bersandar pada sandaran kursi mataku terpejam dan
tertidur.
.
.
.
.
.
Kesadaranku pulih, aku terbangun
dari entah itu pingsan atau tertidur yang sangat pulas karena aku sama sekali
tidak ingat apapun. Dan saat kulihat sekeliling, aku sangat terkejut begitu
tahu aku sedang berada di area lahan yang ditumbuhi banyak pepohonan tinggi. Bagaimana
aku bisa berada disini? Bukankah terakhir aku berada di rumah Toru bersama
Rumi.
Hutan kah?
Sepertinya begitu. Karena area
ini sangat lebat dengan dedaunan dan ranting pohon yang menjulang dan terlihat
menyeramkan. Entah kapan datangnya kabut yang menyelubungi daerah ini karena
yang kurasakan saat ini adalah kabut ini makin tebal dan semakin menebal.
Seperti di dalam film Silent Hill
suasana yang bisa kugambarkan saat ini.
Aku merasakan hawa menjadi
semakin dingin dan tidak enak, kukencangkan mantel coklat yang kupakai meski
tidak memberikan kehangatan sama sekali. Pandanganku semakin mengabur seirama
dengan makin tebal kabut yang menyelimuti sekitar. Telingaku seperti tuli
karena nyaris tidak ada suara sama sekali yang terdengar. Hening dan sunyi.
Aku mencari-cari keberadaan Rumi.
“Rumi.....”
Hening.
“Rumi kau dimanaaaaa?”
Hening.
“Rumi aku takut...”
Hening.
.
.
.
“Sreeeeek....”
Aku terhenyak.
“Sreeeeeeeek.....”
Suara itu...
“Sreeeeeeek....”
Suara seperti langkah kaki yang
diseret dari kejauhan...
“Sreeeeeeeeekkkkk...”
Oh tidak. Keringat dingin
tiba-tiba mengalir dari dahiku.
“Sreeeeeeeeeek...”
Suaranya semakin dekat.
“Sreeeeeeeeeeek”
Aku tak mengetahui pasti asal
suara itu tapi tubuhku mengginggil antara ketakutan dan kedinginan. Semakin mengeratkan
mantelku dan mencoba menghilangkan rasa takut dengan berpikir itu adalah suara
hewan yang lewat atau malah Rumi. Aku sengaja untuk tak bersuara agar tidak
menarik perhatian. Aku hanya terdiam dan menunggu apa yang akan terjadi
berikutnya.
“Sreeeeeeeek..”
Semakin dekat dan samar-samar di balik kabut kulihat
beberapa ranting pohon bergoyang pelan. Aku masih terpekur di tempat menanti
siapa yang datang. Lama kelamaan aku bisa beradaptasi dalam penglihatanku di
kabut ini dan yang kulihat adalah sesesok berbadan tegap dan berpakaian
hitam-hitam.
Hey tunggu!
Sepertinya aku tak asing dengan
sosok ini.
Ah iya pasti dia...!
Sosok jangkung itu kini bisa
terlihat jelas di mataku.
“Toru!” Seruku nyaring
Perasaanku membuncah ketika tahu
orang yang datang tersebut adalah Toru. Dia terlihat elegan dan selalu rapi dengan
jas hitam dan dasi nya. Dengan wajah tenang dan tanpa ekspresi. Toru masih
berjalan dengan pelan hingga menimbulkan bunyi yang seperti tadi kudengar. Aku
segera bangkit dan berjalan cepat mendekati Toru, memperlihatkan wajah senang
karena bisa bertemu dengannya.
“Toru, ah untung saja kau
menemukanku. Aku sangat takut karena tiba-tiba bisa berada sendirian disini.”
Aku memeluk Toru sejenak.
Toru tak membalas pelukanku. Dia hanya
diam tak bergeming.
Tunggu !
Aku merasakan sesuatu hal yang
aneh dalam diri Toru. Aku langsung melepas pelukanku di badan Toru dan mundur
dua langkah. Kulihat dengan penglihatan yang kurang baik karena gelapnya malam
dan tebalnya kabut namun dengan bantuan cahaya bulan. Wajah Toru sangat datar,
pucat dan terlihat sangat pucat.
“Toru kau sakit?”
Toru hanya diam.
Mataku menangkap suatu keanehan
yang membuat jantungku bergetar hebat. Kedua tangan Toru yang lunglai di kanan
dan kiri pinggangnya kini memanjang hingga sampai ke lutut dan terus menurun
hingga betis. Dengan pelan tapi pasti postur tubuh Toru juga makin memanjang ke
atas seiring dengan kepalaku yang semakin mendongak keatas. Kini tubuhnya
hampir setara dengan pohon yang tingginya sekitar dua setengah meter di
belakangnya. Tak berhenti sampai disitu, sesuatu dibalik punggungnya muncul. Seperti
sayap, ah bukan sayap.
Itu sepasang tangan....
Oh tidak....
Bukan sepasang tangan.
Dua pasang tangan?
Tidak juga.
Tapi....
......
Tapi tiga pasang tangan.
Toru memiliki empat pasang tangan
yang artinya adalah 4 tangan kiri dan 4 tangan kanan dan jika dijumlahkan dia
memiliki 8 tangan. Ketiga pasang tangan dibalik punggungnya meliuk-liuk seperti
ular, malah seperti tentakel gurita. sementara tangan aslinya yang kini sepanjang
betis hanya diam diam ditempatnya.
Aku takjub.
Tidak !
Aku terpaku ditempat.
Aku tak bisa berjalan apalagi
berlari. Seakan terhipnotis oleh penampilan Toru yang baru dan terlihat seperti
monster. Sekilas aku mengingat bahwa aku mengetahui jenis makhluk seperti ini. Aku
masih berharap ini bukan kenyataan dan melihat Rumi dan Toru yang akan
mengejutkanku bahwa ini hanyalah sebuah lelucon. Dan dengan riuhnya mereka
berdua akan menertawai dan mengejekku habis-habisan.
Namun harapanku tak sejalan
dengan kenyataan.
Hal yang membuatku makin syok
adalah wajah Toru yang semula tampan kini seakan mengelupas dan meleleh secara
perlahan-lahan. Aku masih melihat detik-detik rusaknya wajah Toru. Waktu seakan
berjalan lambat dengan dihadapkannya aku dengan pemandangan yang sangat
menjijikkan. Wajah Toru makin merosot dari tempatnya meninggalkan sebuah wajah
dengan permukaan yang rata.
Rata.
Tanpa mata, alis, hidung dan
bibir.
Meninggalkan rambut pirang yang
masih menempel di kepalanya.
Wajah Toru yang mengelupas
terjatuh dan tergeletak tak berdaya
diatas tanah. Aku melihat sekilas wujud wajah itu, seperti topeng karet namun
bukan karet. Itu benar-benar kulit wajah manusia. Tangan kiri Toru yang panjang
mengarah ke kepalanya dan mencabut rambut dengan kulit kepala yang masih
tertinggal dirambut pirang itu. Dugaanku yang semula rambut itu adalah wig
salah besar. Rambut itu pasti tercabut seluruhnya bersama kulit kepala seorang
laki-laki yang memiliki wajah itu.
Jadilah makhluk ini bermuka rata
hingga kebelakang kepala. Dari wajah hingga belakang kepala adalah tampilan
putih yang rata.
Aku semakin menggigil dan seakan
lumpuh. Aku sangat mengenal seperti apa makhluk ini seperti yang kubaca di salah
buku perpustakaan kampus kupinjam dan masih kubawa.
Mataku mengerjap beberapa kali
dan berusaha untuk bersuara.
“Toru...”
Suaraku serak.
“Kau bukan Toru. Kau..kau.....”
Tidak ada suara, hanya suara
ketiga pasang tangan Toru yang bergerak-gerak.
Kupaksakan dengan segenap
tenagaku aku harus bisa pergi dari tempat terkutuk dan dari hadapan makhluk
terkutuk ini. Keringatku semakin mengalir deras. Setelah berjuang keras
akhirnya aku bisa menggerakkan kaki dan berlari sekencang-kencangnya menerobos
ranting dan pohon-pohon yang tajam dan menggores kulitku. Aku merasakan mataku
basah karena air mata karena dihantui rasa ketakutan yang teramat sangat. Akankah
makhluk itu membunuhku?
Aku masih berlari kencang dan tak
peduli dengan kulitku yang lecet dan beberapa diantaranya berdarah karena
goresan ranting pohon yang cukup tajam. Mantel jaketku koyak tak terbentuk. Aku memikirkan bagaimana
caranya agar segera keluar dari hutan ini dan menemukan perkampungan penduduk
dan selamat dari kejaran makhluk mengerikan itu.
Lagi-lagi harapanku bertolak
belakang dengan kenyataan. Aku seperti berlari-lari memutari area hutan ini
tanpa ada jalan keluar. Aku jatuh terduduk di sebuah pohon besar karena merasa
lelah setelah berlari sekian lama. Setidaknya aku bisa bernafas sejenak dan
menjauhi makhluk aneh tersebut. Aku merebahkan tubuhku di tanah dengan posisi
miring dan meringkuk. Mataku masih jelas mengawasi sekitar dibalik lengan yang
menutupi sebagian penglihatanku.
Terlihat dengan sangat jelas dari
kejauhan, tangan yang sangat elastis seperti tokoh elastic girl di film animasi ‘The
Incredible’. Dan seperti tokoh Dash
dengan kecepatan super, makhluk itu berdiri tepat di depanku yang masih
meringkuk dengan rasa takut yang luar biasa hebat. Entah apa yang akan
dilakukan oleh makhluk itu kepadaku, tapi aku harus memohon sesuatu agar
makhluk ini tak berbuat macam-macam terhadapku.
“Toru... “ Ujarku lirih.
Hening
“Toru... atau apalah namamu... Kumohon
jangan sakiti aku.”
Krik-krik
Bunyi binatang malam dari
kejauhan.
“Tolong, biarkan aku keluar dari
tempat ini.”
Krik-krik.
“Kumohooo...”
Dengan kecepatan yang sangat
tinggi aku merasakan sepasang tangannya mengangkat tubuhku keatas sekitar dua
meter. Melayang sejenak selama sepuluh detik dan dengan cepat makhluk itu
menghempaskan tubuhku sangat keras ke batang pohon besar. Kurasakan badanku
seakan luluh lantak dengan benturan itu. Dapat kurasakan tulang-tulangku remuk
dan berpindah dari tempatnya. Darah mengalir deras dari sekujur tubuh dan
kepalaku. Pandanganku gelap dan aku tak ingat apa-apa lagi.
#####################`
~ Dua gadis dinyatakan hilang setelah pergi bersama seorang pria berpenampilan rapi dan berpakaian hitam-hitam dengan jas. Berhati-hatilah dan jaga
dirimu baik-baik. ~
Selebaran berisi berita dan
peringatan itu menyebar di seluruh penjuru kota kecil ini.
Dan hingga beberapa bulan kedua
gadis yang dinyatakan hilang itu belum ditemukan. Kedua gadis itu seakan
menghilang tanpa jejak.
Epilog.
Buku itu kembali pada tempatnya
disalah satu sudut rak perpustakaan. Menunggu untuk ditemukan oleh seseorang
yang menjadi salah satu korban berikutnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~’
Wew.
Sumpah merinding abis waktu
ngetik ini. Hahaha. Paranoid sendiri jadinya tiap ada suara macem-macem. Ada yang
takut atau jijik ga baca fanfic Toru yang ini? Oh iya maaf ya buat para
penggemarnya babang Toru karena saya bikin babang Toru jadi tokoh yang cukup
nista disini.
Tapi kan aslinya tau sendiri, dia ga nista. Dia full charming dan
mempesona yekaaan?
Sempet curhat sih di pesbuk sama
twitter kalo kecanduan kopi akhir-akhir ini, ah mau gimana lagi tiap liat kopi
bawaannya gembira terus. Kek habis konsumsi hepi faif (Sok lu, kayak pernah
nyoba ajah) hahahaha
Ide bikin fanfic kayak gini
terlintas di pikiran gw saat gw baca-baca urban legend, creepypasta dan misteri
misteri lainnya. Karena gw suka baca hal-hal yang berbau misteri dan hal yang
masih jadi abu-abu dengan belum ada kejelasan pasti. Hingga akhirnya gw milih
castnya mas mas bermuka rata ini dan bertentakel kayak squidward (sodara
jauhnya squidward kali ya) dan berpenampilan kayak orang yang lagi kondangan. Dan
hal-hal yang gw takutin sih sebenernya kalo tiba-tiba gw punya jiwa psikopat
yang terpendam dan muncul dalam diri gw karena keseringan baca kisah
creepypasta yang emang kebanyakan psikopat. Hiiiiy amit-amit dah *ketok meja
trus ke kepala* jangan sampe jangan sampe jangan sampe. Gw normal gw normal gw
normal bukan psikopat.
Hayooo ada yang tau makhluk apa
yang gw maksud? Kalo belom silahkan cek di mbah gugel yak. And you will find
how creepy si mas-mas bermuka rata itu...
Oke deh... sekian dulu cerita
dari gw.
.
.
Terimakasih sudah berkunjung.
.
.
.
Kapan-kapan Main Lagi ya...
.
.
.
ASTAGHFIRULLAAAAAAAAAAAAAAH!!!
BalasHapusEntah mau nangis, ngakak apa ngeri baca ini fanfic. WIDIIIII!
ヾ(*`Д´*)ノε=ε=┏(; ̄▽ ̄)┛ *kejar2 bawa wajan*
Kok bisa jadi bang Slendy sih makhluk cakep begitu? Ya walaupun aku nggak menyangkal bahwa muka judes psikopatnya cocok sih buat jadi setan2an. Tadi kupikir dia vampir, pangeran tampan berjas segala, kan pas tu kalau mau jadi NC21 (///∇///) eh ternyata jadi setan yg absurd :|
Tapi aku maklum sih, mungkin kamu kebanyakan kopi jadi kamu bikin fanficnya yang begini. Hati-hati sama lambung, tekanan darah dan pola tidur lho ^_^ Kalau nggak butuh zat bikin meleknya, dihirup juga sama kok rasa hepinya :D
Btw ini ceritanya udah bagus (・∀・)
Berasa lebih niat dari pas bikin punya kekasihku kemarin *ditabok*
Semangat nulis terus ya ( •̀ ◡ •́ )b
Ditunggu kejutan selanjutnya!
PS. Jadi psikopat itu seperti jadi dewasa kok : pilihan :D
Bwahahahahahaha ampoooooon................... #larinaikangkot
HapusHahahahaha, ga nyangka ya mamas ganteng gitu jadi mas slendy... hehehehehe.ga cocok sama muka ganteng dia.
Sebenernya sih mau ngasih nama genre thriller, tapi kalo udah tau dari awal ya jadi gampang ketebak. Jadinya ku kasih NC21 aja yang artinya bisa bisa macem-macem.
Hooh nih mbak, lama-lama kuatir juga sama lambung, apalagi sekarang kurang banget minum air putih. dan lebih parah lagi aku punya penyakit yang lumayan parah & ga bisa disembuhin.
Penyakit gampang laper.
Hehe trimakasih mbak, pasti besok-besok bikin lagi yang mudah-mudahan lebih bagus dari sebelum-sebelumnya :D
Jadi psikopat itu mengerikan. #ngakak
Iya sih tadinya sempat mikir kalau kamu bikin fanfic yang enggak-enggak, namanya juga NC-21 kan. Eh ternyata emang yang enggak-enggak sih
BalasHapus(_ _;)
Gini malah bagus kok :D aku suka nemu cerita yang beda, atau jauh dari harapan.♥
Wah. Gawat juga penyakitnya Σ(゚Д゚)
Ngabis-ngabisin duit dan ngabisin isi kulkas dan persediaan bahan makanan...
ヾ(*`Д´*)ノε=ε=┏(; ̄▽ ̄)┛
Aku pernah maag parah gara-gara kebanyakan kafein sih, tapi sampai sekarang masih suka konsumsi juga walau sedikit. yaa yang penting jaga diri lah (^_^)/
Semangat yaa
(Ah nggak juga kok kalau udah jadi. Psikopat mah adanya seneng dan menikmati aja :p ←salah)
Pengen sih bikin kek gitu, tapi kalo bikin yang beneran NC-21 gitu kan mesti ngebayangin adegan per adegan gitu-gituan kan mbak, ahhh belom berani bayangin ah (padahal udah cukup umur buat nikah, hahaha)
HapusAtau kalo ga inspirasi bisa dapet dari bf, tapi masa harus nonton bf dulu? kan ga lucu. hahaha.
Trus kan blogspot ga ada widget buat protect artikel yang dirasa ga bisa dibaca semua orang. Bahaya tuh kalo yang dibawah 17 taun udah baca-baca artikel yang kek gitu.
Eh masa sih mbak kebanyakan kafein bisa bikin maag ? ngeri dong kalo gitu. dikurangin deh kalo gitu. Penyakit maag susah disembuhin itu.
Ah mbak dessy, emang menyesatkan. hahahahaha.
Nonton BF? Bwahahahahahahaha
BalasHapusCukup buka fanfiction.net cari yang rateM. Dah, lo dapet inspirasi dari sana dah.... #sesat
Anak SD aja bisa kok bikin yg ++ 17 th. Wkwkwkwkwk (miris banget)
ps: jangan ditiru kata-kata gue... :D
Ah emang lo sesat. hahahaha
HapusAnak SD sekarang pikirannya udah terlalu jauh melaju daripada kita-kita yang udah mayan dewasa yah...
Buktinya banyak anak SMP yang udah mendahului seniornya alias kita-kita nikah. heuuuh