Why?
Chapter II
Author : Parasarimbi
Genre : Sad
Lenght : Chapter
Main Cast : You / Me as Karenina,
Taka as Taka, Alex as Alex
Disclaimer : Kayak biasanya...
story is mine
Backsound : Jagostu – Mau Tak Mau
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Apa yang bisa aku lakukan
Jika ia memilih untuk tak tinggal
dan semua trus berjalan
“Kita harus putus !” Ucap Taka
lantang sembari membelakangiku tanpa mampu untuk menatapku.
“K..k.. Kenapa?” Air mata mulai
merebak di kedua bola mataku.
“Aku sudah bosan denganmu.”
Tanpa perasaan Taka berhasil menghancurkan
hatiku, kata-katanya cukup mantap untuk membuatku semakin rapuh. Jika ia ingin
berpisah denganku bisakah ia mengatakan hal yang lebih manusiawi lagi ?
Di tengah hamparan tanah lapang
yang luas dengan pepohonan yang kokoh di tepi tanah lapang yang menghijau tak
mampu menjadi penawar luka di hatiku. Aku duduk beralaskan rerumputan sedangkan
Taka hanya berdiri membelakangiku. Ia terlalu angkuh untuk sekedar duduk
sejajar denganku.
“Aa...a..apakah hanya bosan?”
“....” Terdengar helaan nafas
berat dari Taka.
“Jawab aku Taka...!” Sentakku
lalu bangkit berdiri menyentuh pundak kirinya dan menariknya untuk berhadapan
denganku. Face to face.
“Aku sudah memiliki wanita
lain...” Kembali lagi Taka membelakangiku tanpa sudi menatap wajahku.
“............” Rahangku terbuka
dengan sendirinya, terkejut hingga kurasakan gemetar di lututku mendengar
beberapa patah kata yang keluar dari bibirnya.
“Boleh kutahu siapa gadis itu?”
Suaraku terdengar bergetar dan mencoba sekuat tenaga tak menjatuhkan setetespun
air mata.
Taka menggeleng kuat tanpa
menjawab apapun, terlihat tangannya sibuk memainkan flip ponselnya. Ia tak
memperdulikanku yang merana dibelakangnya.
“Kau sudah mendengar penjelasanku
bukan? Kau sudah puas? Aku harus segera pergi menjemput kekasihku...Bye !”
Sendiku lemas dan tak mampu
berdiri sesaat setelah beberapa langkah Taka meninggalkanku sendirian disini. Air
mata yang melesak tak mampu kubendung. Hanya seperti inikah yang aku dapat dari
Taka? Sangat pahit sekali seperti empedu.
Duduk dan menyembunyikan wajahku
diantara kedua lenganku yang terlipat dan tersandar di lutut sangat baik untukku
membanjiri rerumputan ini dengan air mata. Rerumputan pasti akan tumbuh subur
karena tetesan tangisku yang turun tanpa bisa berhenti hingga nanti kelopak
mataku membesar dan menghitam.
Beberapa hari kemudian.
Getirnya harus tetap kutelan
Dan aku sakit harus tetap bertahan
Dan semua terus berjalan
Aku berjalan lurus mengikuti
jalan buatan yang terbuat dari krikil kecil menuju arah jalan keluar kampus.
Tatapanku mengarah kedepan namun aku sama sekali tak memperhatikan laju
langkahku, pandanganku kosong dan diliputi muramnya wajahku. Dari kejauhan
dapat kudengar suara Taka yang sedang bercanda dengan sangat asiknya. Aku menoleh
ke arah suara itu dan melihatnya sedang bersama ketiga teman yang biasa
menemaninya.
Tangannya menggenggam kaleng soda berwarna merah sedangkan tangannya yang lain memegang ponsel
ponsel flip putih. Ia duduk di bangku yang berada pada depan pintu ruang musik
di sebelah kanan arah jam 3. Aku sempat berhenti dan menoleh ke arahnya, ia
bersenda gurau bersama kawannya setelah akhirnya ia menoleh ke arahku yang
berdiri diam dan memperhatikannya.
Tatapan dan senyum lesu kuberikan
pada Taka, sebelum akhirnya melanjutkan langkah cepatku menuju gerbang kampus
yang jaraknya kurang lebih 30 meter lagi. Tak ada lagi masa-masa aku berlari
dengan antusias ke arahnya walaupun reaksi seperti biasanya ia pasti akan pergi
menjauhiku dengan mengabaikanku. Aku seperti tak punya tenaga untuk itu. Karena
semuanya sudah berakhir.
Benar sudah berakhir.
Aku tak perduli ia akan membalas
senyumku atau tidak, tapi yang terpenting aku tetap berbuat baik padanya dan
tak pernah berkeinginan untuk membencinya.
Seterusnya aku berjalan dan tak
ada keinginan pun untuk menoleh dan melambaikan tangan demi sekedar basa-basi.
Aku tak punya waktu untuk bersedih saat ini seperti beberapa waktu yang lalu
saat ia memutuskan hubungan denganku. Yang kuinginkan adalah segera mungkin
sampai apartemen kecilku dan tidur pulas.
Mau tak mau ku harus melanjutkan yang tersisa
Meski semua telah berbeda dan tak akan pernah
ada yang sama
Berada dalam bis membuat kepalaku
berdenyut. Sakit kepala seperti ini tak bisa disembuhkan hanya dengan tidur dan
minum obat. Sepertinya aku butuh penyegaran untuk otakku.
Keseharianku yang
selalu bergumul dengan angan dan bayang laki-laki itu membuat pikiranku tak
bisa leluasa. Seperti terikat dengan sosok Taka yang selalu mempesona dalam
segala hal, Ia tak bisa kulepaskan begitu saja. Dulu ia memang kekasihku tapi
tak bisa memperlakukannya seperti kekasih, aku seolah tak ada arti baginya.
Suasana di dalam bis yang ramai
seperti menjadi hiburan tersendiri bagiku. Aku berubah pikiran jika akan segera
pulang ke apartemen dan tidur. Nyatanya aku berpindah tempat di pojok kanan
tempat duduk di bis ini dan membiarkan bis membawaku ke rute yang biasa
dilalui. Semakin jauh bis ini melaju semakin tentram pula hatiku ketika melihat
di seberang jalan sana hamparan hijau sawah yang mulai berisi bulir padi yang
masih muda. Mataku tak lepas memandang ke arah kanan jendela bis, seakan takjub
dengan pemandangan yang sedang kunikmati.
Aku melupakan sejenak rasa
cemburu dan sedihku karena memikirkan kelakuan Taka bersama para gadis-gadis
cantik berambut blonde itu. Tapi setelah kupikir-pikir lagi... cemburu? Untuk
apa? Taka sudah bukan kekasihku lagi semenjak kami berbicara serius empat mata
dan mencampakkanku karena bosan dan sudah memiliki kekasih yang baru. Kini dia
laki-laki yang bebas untuk bisa memilih siapa wanita terbaik yang akan berada
disisinya. Dan aku tak punya hak untuk ikut serta dalam keputusannya.
Memang aku ini siapa?
Aku bisa memeluknya tetapi tidak hatinya
Ohhh menyakitkan
Semua telah dengar segenap hatiku merindunya
Tapi hatinya telah pergi dan telah lama mati
Aku masih ingat semua hal yang
sudah kulakukan pada Taka hanya demi membahagiakannya. Demi agar ia bisa
melihat kearahku bahwa aku sangat peduli dengannya. Tapi semuanya seakan
terbang seperti debu dan tak berbekas. Aku berpikir bahwa semua tingkahku
kepadanya adalah sangat konyol yang malah membuatnya terlihat menaruh rasa
tidak simpati padaku. Aku menyadari bahwa sebenarnya ia memang tidak suka
melihat kehadiranku, namun karena aku benar-benar mencintainya aku mengabaikan
perasaanku. Karena aku adalah kekasihnya.
Yah kuakui aku sakit hati jika
mengingat perlakuannya terhadapku seperti yang sudah-sudah. Lantas jika sudah
seperti ini akankah semua bisa kembali seperti sebelum aku menggilai laki-laki
itu?
Tentu saja tidak.
Semuanya berbekas.
Bagaimanapun aku dikenal sebagai wanita
terdekat Taka yang selalu berusaha membahagiakannya, yang tak bisa menolak
segala keinginan dan perintahnya. Bisa kulihat semua teman memandang iba
kearahku.
Aku teringat ketika pagi-pagi buta aku
membuatkan bekal sarapan yang khusus kubuat hanya untuk Taka. Ia hendak pentas
dalam suatu acara musik di kampus dan aku yakin acara sepagi itu belum banyak
yang sempat untuk sekedar merasakan hangatnya sarapan diperut. Jadi aku
berinisiatif untuk membuatkannya sekedar untuk menyemangatinya agar
penampilannya saat di panggung memuaskan. Aku sudah menyiapkan pakaian
terbaikku dengan hati yang bergembira ketika menemui Taka di belakang panggung
untuk menyerahkan bekal yang sudah kubuat. Namun apa yang kudapat?
Taka hanya melihat bekalku dan
hanya menyuruh Ryota untuk mengambil dan memakannya. Senyumku mendadak buyar,
kecewa karena reaksi dari Taka tak seperti yang kuharapkan. Terlihat Ryota
mengambil bekalku dengan kikuk dan meminta maaf dengan suara pelan. Tapi tak
berapa lama aku tersenyum kembali seperti tak mengingat kejadian yang tak
pernah terjadi. Aku masih menjerit histeris dan terlihat paling bersemangat
diantara gadis penggemar-penggemar lainnya.
Ada suatu kejadian lagi yang
membuatku merasakan sakit jika kuingat sekarang, padahal kejadian itu sudah
terjadi sekian lama. Membuka ingatan-ingatan itu membuat kepalaku makin
berdenyut hingga tanpa terasa airmataku mengalir deras. Dan jika mengingat Taka
bersama gadis itu di klub malam tempo hari membuat hatiku semakin ngilu.
Apalagi ketika aku mendengar selentingan kabar bahwa Taka bersama seorang gadis
berambut pirang itu memasuki sebuah kamar hotel disalah satu sudut hingar
bingar kota Tokyo. Aku paham apa yang mereka berdua akan lakukan. Dadaku seakan
dipukul palu godam.
Sakitttt sekali.
Tapi aku sadar diri. Aku memang
bukan siapa-siapa lagi dan aku tak berhak cemburu. Ini hidupnya dan aku bukan salah
satu bagian dari hidupnya. Jadi biarkan ia terbang bebas menuju apa yang ia
inginkan.
Saatnya aku harus berubah.
Aku ingin merubah semua hal yang
membuat kehidupanku seakan membuang waktu hanya gara-gara seorang lelaki. Merubah
kesia-siaan menjadi suatu kesempatan yang masih terbuka lebar. Kesempatan itu
masih ada dan tak ada kata terlambat untuk memulai kehidupan yang baru lagi.
Aku pasti bisa mengatasi itu semua, dan akan kumulai dari sekarang, besok dan
seterusnya.
Entah sudah berapa kali putaran
bis ini membawaku berkeliling kota karena suasana diluar semakin gelap dan
kerlap-kerlip lampu terlihat menyenangkan. Aku melihat sekeliling, sudah hampir
mendekati halte dekat apartemen yang biasanya aku turun. Aku beranjak berdiri
dan berjalan menuju pintu depan mendekati Sopir Bus.
“Sudah puas berkeliling nona?" Sapa Pak sopir yang kurasa
berumur sekitaran lima puluh tahunan.
“Terimakasih Tuan, aku sangat
puas sekali. Dan terimakasih atas perjalanan yang menyenangkan.” Ucapku sambil
membungkuk hormat dan memberikan beberapa lembar yen untuk tarif berkeliling
dengan bus.
“Terimakasih kembali Nona, semoga
harimu menyenangkan.”
“Sama-sama Tuan.”
Aku turun dan menjejak kembali
aspal halte, pintu bus tertutup kembali dan mulai berjalan pelan merangkak membelah
jalanan malam. Aku segera berjalan cepat menuju apartemen untuk beristirahat
karena pegal setelah seharian duduk diatas kursi bus.
Baru beberapa langkah aku
berjalan, perutku tiba-tiba berbunyi. Aku kelaparan.
Beruntunglah beberapa meter
didepan ada minimarket yang didepannya berdiri kedai takoyaki sederhana. Aku
mampir sebentar ke minimarket membeli beberapa cemilan dan minuman soda dan
kopi. Setelah mendapatkan barang-barang yang kuinginkan aku duduk manis di
kedai itu dan memesan takoyaki. Tanpa menunggu lama, beberapa menit kemudian
perutku yang kosong sudah terisi oleh Takoyaki yang masih hangat dan nikmat. Beberapa
saat kemudian aku bisa berjalan dengan lebih tenang dengan perut yang kenyang.
Sesampainya dikamar apartemen,
aku segera membersihkan tubuhku dengan air di kamar mandi. Membasahi seluruh
tubuh yang masih terbalut pakaian lengkap dengan shower yang menggantung
ditempatnya. Selang beberapa lama aku mulai kedingingan dan kuakhiri acara
‘mandi’ dan mulai berada di depan cermin. Lantai tempatku berpijak basah akibat
tetesan air yang menetes dari bajuku yang basah kuyup.
Mau tak mau ku harus melanjutkan yang tersisa
Meski semua telah berbeda dan tak akan pernah
ada yang sama
Semoga angin berhembus membawakan mimpi baru
Meski ku tahu takkan pernah ada yang sanggup
mengganti keindahannya.
Kututup kisah masa lalu yang
ingin kukubur dalam-dalam bersama kenangan Taka yang masih melekat disana. Aku harus
segera move on darinya...
Tak baik jika aku harus selalu
berharap untuk bisa kembali padanya. Mungkin seminggu dua minggu ini akan
kuhabiskan untuk bersedih dan menangisi kepergian Taka. setelah itu akan
kuhapus dia di hati dan ingatanku perlahan-lahan. Walaupun aku tak tahu pasti kapan
ia akan hilang seutuhnya dari pikiranku.
Kenangan adalah kenangan.
Ia takkan bisa hilang walau
dipaksa hingga membenturkan kepala ke tembok. Ia akan selalu ada selama kita tak
mengalami kepikunan dan amnesia. Bayangannya akan selalu melekat hingga aku
tumbuh dan menua.
Untuk saat ini kenangan itu
terasa sangat menyakitkan bagiku namun entah beberapa tahun lagi kenangan itu
akan terasa manis saat diingat kembali. Dan aku menanti bagian termanis dari kenangan
itu dan aku tak sabar untuk menyambutnya.
Aku melajang kembali meskipun
masih belum terbiasa melepas Taka. Semua terasa berbeda namun kuyakin akan ada
hari indah esok hari yang akan mengembalikan senyum ceria yang sebelumnya
singgah di bibirku.
Aku melihat refleksiku dicermin.
Aku mencoba tersenyum pada bayanganku sendiri yang memantul dari cermin. Aku bukanlah gadis yang buruk
rupa, apakah mungkin penampilan dan sikapku yang kurang baik hingga feedback yang kudapat dari oranglain
juga kurang baik.
Aku harus merubah diri !
Bersiap untuk hari yang baru.
~Kemudian aku larut dalam
suatu kegiatan yang merubah sesuatu dalam diriku. ~
To Be Continued
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Harus ngomong apa ya, ah pokoknya masih kesel gara-gara ada orang jelek yang foto-fotoan sama cewek cewek bule. Dikira tuh cewek-cewek bakal nyambung apa ngomong sama Taka.
Taka kan ngomongnya suka ga nyambung.
Wkwkwkwkwk, maafin saya yang masih empet banget sama tuh mas mas berambut kriting yang suka ngomong yulopa.
Oh iya Cheza ada fic lagi nih, bentar lagi juga di publish kok setelah ff ini. Oke...
.
.
Selamat siang...
.
.
.
Terimakasih Sudah berkunjung
.
.
.
Kapan-kapan Main Lagi ya...
.
.
.
ceritanya keren sumpah sampe bengong sampe berimajinasi xD
BalasHapushahaha taka kan ngomongnya ga nyambung yo xD
Hai Sekaizula.. trimakasih sudah berkunjung dan terimakasih juga kalo critanya bisa sampe bikin bengon karena berimajinasi hehehe
BalasHapusIya dia ngomongnya suka agak gak nyambung, mungkin bawaan orok. :D
Salam kenal ya :D