A Pathetic Girl with a Stubborn Boy Chapter III
Author :Parasarimbi
Genre : Romantic
Length : Chapter by Chapter (belum ada rencana sampai chapter berapa)
Cast : Donna as Manami
Taka
Toru
Ryota
Tomoya
Disclaimer : Cerita punya saya, tapi tokoh bukan punya saya.
Notes : Fanfic ini lanjutan dari
Chapter I
Chapter II
Chapter IV
Enjoy!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tiga hari
sudah sejak kejadian melarikan diri dari kelas kampus itu berlalu. Aku sengaja
mengurung diri dan bersembunyi dalam apartemenku, tenggelam dalam kesendirianku
yang ditemani bayanganku saja. Aku juga tak mengaktifkan ponselku setelah hari
itu. Aku yakin beribu-ribu pesan masuk dan panggilan mencoba menghubungiku dan
aku yakin aku tak ingin menghidupkan kembali ponselku hingga situasi sudah
cukup nyaman untukku.
Aku memilih
untuk menghindari dari semua yang membuat kepalaku terasa berdenyut. Memikirkan
mereka saja sudah membuatku gelisah. Ryota dan Tomoya, bagaimana nanti jika aku
berhadapan dengan mereka? Akan seperti apakah perlakuan mereka terhadapku
nanti? Toru, ah Toru tidak ada urusannya dengan kejadian ini.
Tapi... tapi
bagaimana dengan Taka?
Hey, aku ini
berpikiran apa sih? Aku kan tidak mengenal Taka. Kenapa aku harus khawatir
seperti ini?
Tapi
bagaimana jika nanti....
Bagaimana
kalau Taka....
Bagaimana ....
Bagaimana
....
Sejuta
pertanyaan dalam pikiran berkecamuk, berkali-kali aku merubah posisiku saat ini
yang tengah terbaring di tempat tidurku. Besok adalah hari dimana aku harus
menghadap dosenku dan mau tak mau aku harus masuk kampus dan jika aku masuk
kampus artinya aku akan bertemu kembali dengan manusia-manusia aneh itu. Ini
yang membuatku sangat gelisah tak menentu.
Tapi yang
tetap harus kulakukan adalah seperti biasanya, apatis. Ya hanya itu
satu-satunya jalan yang memang harus kuperbuat. Jika aku membolos lagi dalam
minggu ini bukanlah ide yang bagus karena aku sudah memiliki janji dengan
dosenku untuk memperbaiki salah satu nilaiku.
Aku merubah
posisiku lagi dengan tangan yang beberapa kali memijat pelan keningku. Aku
harus tidur sekarang, aku tidak mau diliputi rasa gelisah berkepanjangan.
~~~~~
Pagi hari
10.00
Aku telah berada
di sekitar kampus yang terbilang megah ini dengan rindangnya pepohonan besar yang
berdiri kokoh di halaman kampus yang luas. Berjalan di jalan setapak beraspal
ini serasa menghitung jumlah langkah yang kupijak, agak berat rasanya untuk
memasuki area ini, terlebih area kelasku. Tapi untunglah hari ini aku hanya
akan masuk ke ruang dosen bukan di kelas, meski begitu aku tetap waspada jika
nantinya aku berpapasan dengan orang-orang yang tidak ingin kutemui.
Tiba-tiba
ada suara berat seorang lelaki yang menghentikan langkahku sebelum aku menuju
bangunan khusus ruang dosen, jantungku serasa ingin lepas.
“Donna?
Kaukah itu?”
Aku mematung
di tempat.
Langkah
laki-laki itu mendekat kearahku, aku bisa melihatnya dari ekor mataku. Kemudian
Toru berdiri berhadapan denganku, dengan senyum yang terukir di bibirnya dan
terlihat kerinduan yang memancar dari matanya.
“Ah ternyata
memang kau, sudah beberapa hari ini aku tak melihatmu? Kau kemana saja?” Sapa
Toru berbasa-basi
Aku menunduk
dan berkata pelan
“Aku tidak
kemana-mana”
Toru
terlihat tidak yakin
“Tapi kau
tidak apa-apa kan? Kau tidak sakit?” Tanya Toru seraya menempelkan punggung
tangannya ke dahiku.
Aku
melepaskan tangan Toru yang ada dikeningku
“Aku
baik-baik saja, aku tidak sakit. Terimakasih”
Tanpa
basa-basi aku langsung berjalan meninggalkan Toru di belakangku tanpa persetujuannya,
akan tetapi Toru mengejarku kemudian menyejajarkan langkahnya seirama denganku
seraya mencecar berbagai pertanyaan dengan matanya yang terus menatapku dari
samping. Toru mengikuti kemana aku hendak melangkah, sepertinya ia ingin
bercengkrama lebih lama kepadaku.
Aku menjawab
sekenanya pertanyaan-pertanyaan Toru yang tidak penting, hingga akhirnya
langkah kami berhenti di depan pintu ruangan dosen yang kutuju.
‘Selain
dosen dan siswa yang berkepentingan DILARANG MASUK!!!’
Aku menunjuk
pada tulisan yang tergantung pada pintu itu pada Toru, dan sepertinya Toru
tanggap dan ia berjalan menjauh dengan melambaikan tangan dari tempatku
berdiri, di depan pintu ruangan dosen.
~~~~~~~~~~
Siang hari
02.00
Urusanku
dengan dosen sudah selesai hari ini, aku hanya berharap nilaiku kali ini bisa
bertambah baik dan memuaskan. Aku memang gadis yang apatis pada orang-orang
disekitarku, namun bukan berarti aku apatis dengan nilai-nilaiku kan? Bukan
berarti bila sikapku buruk, nilaiku juga akan buruk. Tidak akan terjadi hal
itu.
Aku sudah
membawa bekal yang kubawa di tas ranselku, aku akan langsung pulang saja dan
memakan bekalku di bis nanti. Semoga aku tak berpapasan dengan Ryota, Tomoya,
atau dengan berpapasan dengan Toru lagi. Kuakui pagi tadi Toru sangat cerewet
dan aku sedang tak ingin mendengar celotehnya.
Sepertinya
nasibku hari ini sedang baik, aku sama sekali tak menemukan lagi orang-orang
yang sedang kuhindari ini didepanku. Aku selamat.
Sekian lama sudah
aku menunggu beberapa lama di halte ini. Bus sudah lewat setengah jam yang lalu,
Jadi aku menunggu bus yang akan datang setengah jam lagi. Yasudah lebih baik
kusumpal kupingku dengan headset dan mendengarkan musik. Hingga tak berapa lama
ada mobil yang berhenti didepanku, kukira ia akan menjemput seseorang yang
berada di halte yang sama dengannku. Aku memandang sekilas dan mengalihkan
pandanganku pada kendaraan yang melintas lalu lalang di depanku.
Tak kusangka
ternyata pengemudi mobil ini mendatangiku, dia seorang gadis yang lumayan
cantik dan berpakaian sangat anggun dengan rambut panjang yang terurai.
“Permisi,...”
Gadis itu
berdiri di hadapanku dan menundukkan kepalanya. Aku terkejut dan segera melepas
headset yang ada di kedua telingaku.
“Ya? Ada
apa?”
“Apakah kau
yang bernama Donna?”
Dia
tersenyum manis, kukira ia akan bertanya sebuah alamat atau jalan kepadaku. Aku
agak tersentak dan mengerutkan kening. Tanpa curiga
“Maaf,
apakah kita pernah kenal ?“
Aku mencoba
tersenyum. Tapi kaku.
“Tidak, tapi
aku adalah dosen magang yang tadi di ruangan dosen. Sensei menitipkanku sebuah
surat untuk keberikan padamu”
“Oh
terimakasih sensei” Ucapku sembari menundukkan kepala
“Itu tidak
seberapa, tak usah berterimakasih”
Gadis itu
memberikan sepucuk surat padaku dan mengajak berbasa-basi.
“Kau
menunggu bus datang?”
“Iya, 20
menit lagi mungkin sampai”
“Bagaimana
jika kau kuantar pulang?”
“Tidak perlu
sensei, itu sangat merepotkanmu”
“Tak apa,
hanya mengantarkan tidak akan merepotkan”
“Baiklah”
Akhirnya aku
masuk kedalam mobilnya, dan duduk disamping kursi kemudi yang dikemudikan oleh
Dosen muda itu.
“Oh aku
hampir lupa belum menyebutkan namaku, Namaku Rena, usiaku 27 taun”
“Senang
berkenalan denganmu Rena sensei”
Baru kali
ini aku bisa bercakap-cakap dengan seseorang yang baru ku kenal, tapi dia adalah
dosen muda jadi aku harus bisa beramah tamah dengannya. Demi nilaiku.
Seperempat
jam kemudian aku baru menyadari bahwa Rena sensei sama sekali tidak menanyakan
alamatku dan melewati rute yang sama sekali bukan menuju alamatku.
“Sensei, ini
bukan ke arah jalan menuju alamatku. Bisakah berputar arah?”
Rena Sensei
hanya diam saja dan terus terfokus pada kemudinya.
“Sensei?”
“Maaf,”
“Maaf ? Untuk
apa Sensei? “
Tiba-tiba
terdengar suara di kursi penumpang di belakangku,
“Donna, ini
kami”
Jantungku
hampir lepas. Itu suara Ryota
Ryota dan
Tomoya ternyata sudah membajak Rena Sensei dan mobilnya, dan aku yakin surat
tadi hanya akal-akalan saja.
“Jluppp”
Suara pintu
mobil terkunci otomatis. Aku benar-benar lemas sekarang. Entah apa yang nanti
akan dilakukan Ryota dan Tomoya padaku.
“Sensei..
tolong berhenti, aku ingin turun,”
Aku
memohon-mohon pada Rena Sensei, namun Rena Sensei hanya berulang kali
mengatakan “Maaf” dan tak bisa berbuat apa-apa.
Aku sangat
ketakutan kali ini, Ryota berulang kali memanggilku dan menjelaskan sesuatu tapi
aku tak mau mendengarnya sama sekali dan menutup kedua telingaku erat-erat dan
memejamkan mata kuat-kuat.
“Donna...Donnaa
tolong dengarkan kami...”
Aku hanya
menggeleng-geleng kepala dan meringkuk. Kudengar samar-samar Tomoya berbicara
dengan seseorang di ponselnya. Aku mulai merasakan firasat yang buruk akan
terjadi sementara mobil terus berjalan entah kemana.
Sekitar lima
menit kemudian mobil berhenti di sebuah jalan sepi dan penuh pertanian. Kubuka
telapak tanganku yang menutupi wajahku. Mencoba beradaptasi dengan lingkungan
sekitar dan aku menyadari bahwa aku sama
sekali tak mengenali daerah ini. Aku jadi semakin gemetar.
Rena Sensei
masih duduk mematung di tempatnya, Ryota dan Tomoya juga masih duduk dengan
suasana tegang, begitu pula denganku. Masing-masing dari kami masih terdiam dan
suasana yang hening ini semakin terasa mencekam, hingga akhirnya Tomoya mulai
bersuara,
“Donna,
maafkan kami yang terpaksa harus seperti ini padamu, karena kau telah mengingkari
janji yang kita sepakati tempo hari...”
Hening
“Kami
terpaksa menggunakan cara sedikit kasar karena kau sangat susah diajak bekerja
sama. Maafkan kami yang membuatmu ketakutan”
Aku masih
terdiam
“Tapi kami
berjanji tidak akan pernah menyakitimu walau seujung kuku sekalipun”
Aku tetap
tak memberikan respon. Suasana hatiku sedang sangat kacau.
Tiba-tiba
sebuah mobil putih berhenti di depan mobil yang kutumpangi ini, firasatku
semakin memburuk. Dari mobil putih keluarlah seorang pemuda yang saat ini
menjadi pusat permasalahan yang aku tak tahu ada permasalahan apa ia denganku,
“Tidak
mungkin...” Desisku
Benar, dia
Taka. Taka mulai berjalan menuju mobil yang kutumpangi. Dia menuju pintu kemudi
dan membukakan pintu mobil. Satu persatu mulai dari Rena Sensei, Ryota dan
Tomoya beranjak keluar mobil dan menuju ke mobil putih yang sebelumnya
dikemudikan oleh Taka.
Aku masih
mencoba untuk membuka pintu mobil yang masih terkunci otomatis. Sia-sia saja.
Sebelum mereka
meninggalkan aku dan Taka berdua dalam mobil, Tomoya berkata,
“Selesaikanlah
masalah kalian”
Beberapa
saat kemudian ketiga orang itu sudah melaju cepat dengan mobil putih tersebut,
dan benar-benar aku sudah ditinggalkan berdua saja dengan Taka di mobil yang
sama. Aku semakin gemetaran, tak tahu apa yang ingin Taka bicarakan padaku. Aku
tak bisa berpikir banyak.
Cukup lama
kami terdiam dalam kebisuan kami, tak ada yang saling mencoba berbasa-basi
menanyakan kabar atau melontarkan pertanyaan bodoh. Dan sekitar sepuluh menit
kemudian Taka mulai menunjukkan suaranya dengan penuh penekanan dan putus asa.
“Jadi...
sejak kapan namamu berubah menjadi Donna, MA-NA-MI...???”
Aku terkulai
semakin lemas.
Bersambung.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Huwooo akhirnya selesai juga chapter ketiga ini dalam waktu dua jam, dan sambil chatting bareng Cheza ngegosipin soal Taka dan temen-temennya. Ngegosipnya juga hal-hal yang gila dan yang pasti bikin haha hihi buat penghilang stres pastinya.
Kira-kira apa yang terjadi sebenarnya dengan Taka dan Donna errrr Manami atau Donna ya...
Tunggu saja ya crita selanjutnya.
Selamat Malam
.
.
Byeee...
.
.
Kapan-kapan Main Lagi Yaa....
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Feel free to comment... silahkan....